Jackie Chan Dorong Hukum Kode Samurai di Tiongkok

Jackie Chan, bintang film Hong Kong yang mendapatkan ketenaran karena menggambarkan seni bela diri Tiongkok selama masa jayanya, sekarang mendorong sebuah undang-undang baru di Tiongkok untuk melarang Bushido, tradisi seni bela diri milik Jepang, yang dikenal sebagai kode samurai.

Bintang film berusia 63 tahun dari Hong Kong tersebut telah menyesuaikan dirinya erat dengan pandangan otoriter Partai Komunis Tiongkok dalam beberapa dekade terakhir, dan sekarang banyak terlihat di seluruh dunia yang berbahasa Tionghoa sebagai corong untuk rezim Beijing.

Pada tanggal 9 Maret, Chan adalah satu dari 38 delegasi Konferensi Konsultatif Politik Rakyat Tiongkok yang mengusulkan undang-undang untuk “melindungi martabat nasional” pada sesi tahunan Kongres Rakyat Nasional, yang merupakan parlemen stempel karet rezim Tiongkok.

Undang-undang baru yang diusulkan tersebut akan melarang setiap warga negara Republik Rakyat Tiongkok dari “tindakan yang mengacu pada militerisme Jepang, fasisme, dan Bushido Jepang,” dan hal itu akan dianggap sebagai sebuah tindakan kriminal.

Jackie Chan susulkan undang-undang kode samurai
Dua pria Tiongkok ditangkap oleh polisi Tiongkok pada bulan Februari karena berdandan sebagai tentara militer Jepang Perang Dunia II di sebuah bunker perang bersejarah di Nanjing. Tindakan semacam itu akan secara formal dikriminalisasi oleh undang-undang baru yang diusulkan yang disponsori oleh Jackie Chan dan yang lainnya. (Foto Weibo)

Ini juga akan melarang setiap penghinaan publik terhadap “karakter nasional Republik Rakyat Tiongkok, martabat ras Tiongkok, pahlawan nasional, dan para pejuang revolusioner.” Ekspresi dalam bentuk “teks, gambar, ucapan, kecaman, foto, film dan televisi, bahasa tubuh “semuanya akan tercakup dalam undang-undang yang diusulkan tersebut.

Co-sponsor hukum lainnya termasuk He Yun’ao, seorang profesor sejarah di Universitas Nanjing, dan Feng Yuanzheng, seorang aktor Tiongkok.

Sebagai seorang penduduk asli Hong Kong, partisipasi Jackie Chan sebagai anggota penasihat politik untuk menghadiri parlemen stempel karet Tiongkok merupakan indikasi hubungan dekat para aktor dengan rezim tersebut. Chan telah membuat banyak pernyataan kontroversial dalam beberapa dekade terakhir yang mendukung peraturan otoriter Beijing, seperti tahun 2009 di mana dia meremehkan demokrasi Taiwan dan berkata, “Saya tidak yakin apakah itu baik untuk memiliki kebebasan atau tidak.”

Usulan Jumat lalu tersebut dikatakan sebagai tanggapan atas insiden publik yang terjadi pada bulan Februari di mana dua orang Tiongkok mengenakan seragam tentara Jepang dan swafoto (selfi) di lokasi sebuah bunker bersejarah di Nanjing.

Orang-orang tersebut kemudian ditangkap oleh polisi Tiongkok dan ditahan selama 15 hari. Media pemerintah Tiongkok secara luas melaporkan kejadian tersebut dan memberi label perilaku orang-orang itu sebagai pengkhianat, dengan mengutip kenangan orang-orang Tiongkok tentang agresi Jepang dan kejahatan perang pada Perang Dunia II.

Bushido, yang juga dikenal sebagai pejuang, berakar pada sejarah feodal Jepang dan sekarang menjadi salah satu unsur budaya Jepang yang paling dikenal, yang banyak beredar di film, televisi, sastra, dan seni. Peristiwa-peristiwa Perang Dunia II sangat mempersulit citra Bushido, karena keduanya pendukung militerisme di Jepang dan juga penentang agresi Jepang selama dan setelah perang tersebut yang menyebabkan kebangkitan kekaisaran Jepang atas ajaran-ajaran Bushido tersebut.

Media pemerintah Tiongkok, sesuai dengan praktik rezim komunis Tiongkok untuk mendorong sentimen anti Jepang, secara konsisten menggambarkan Bushido sebagai perwujudan budaya kejahatan dan agresi perang Jepang melawan Tiongkok.

Para ilmuwan yang mempelajari Bushido, bagaimanapun, telah secara umum menghubungkan asal mula tradisi bela diri Jepang ini dengan pengaruh kuat Konfusianisme, yang berasal dari Tiongkok. (ran)

ErabaruNews