Mata-mata Asing ‘Bercokol’ di Lembaga Akademik AS, Dari Manakah Mereka?

Epochtimes.id- Infiltrasi PKT (Partai Komunis Tiongkok) terhadap negara-negara Barat baru-baru ini telah menimbulkan kekhawatiran di berbagai negara.

Pada Rabu (11/04/2018), komite ilmu pengetahuan dan teknologi dari DPR AS mengadakan sidang dengar pendapat tentang penetrasi lembaga-lembaga akademik Amerika oleh badan-badan intelijen asing.

Para anggota DPR khawatir terhadap Tiongkok komunis yang telah menempatkan mata-mata ilmiah di berbagai perguruan tinggi dan universitas di Amerika Serikat untuk mencuri sains dan teknologi yang dapat mengancam keamanan nasional dan keamanan ekonomi Amerika Serikat.

Voice of America melaporkan bahwa tim peneliti sains, ruang angkasa dan teknologi yang berada di bawah Dewan Perwakilan Rakyat AS pada hari Rabu mengadakan dengar pendapat bersama dengan tema “Belajar atau Kegiatan Mata-mata : Teknologi dan Pengembangan AS yang Menjadi Target Sasaran Program Asing”.

Lamar Smith, Ketua Komite Sains, Ruang Angkasa dan Teknologi, anggota Kongres dari Partai Republik di Texas menyebutkan bahwa, pihak asing mencoba untuk menontak dan mencuri hasil penelitian dan pengembangan yang dibuat Amerika Serikat.

Hal ini dapat menimbulkan ancaman keamanan nasional dan keamanan ekonomi Amerika Serikat. Ia secara khusus menunjukkan bahwa selama sekian tahun departemen penelitian dan pengembangan dari lembaga akademis yang berada di seluruh Amerika Serikat terus menjadi incaran Tiongkok komunis.

Ia menambahkan, Tiongkok untuk mewujudkan keinginan menjadi pemimpin dunia dalam bidang teknologi utama, selain melakukan pencurian informasi rahasia milik perusahaan AS, rahasia teknologi dan melancarkan serangan cyber, tetapi juga menyusupkan mata-mata ke dalam lembaga-lembaga riset AS untuk mencuri hasil penelitian ilmiah yang memiliki sifat terobosan.

Lamar Smith mengatakan, kegiatan spionase Tiongkok umumnya berfokus pada kecerdasan buatan, ilmu kedokteran, dan keamanan nasional.

Tetapi banyak orang di lembaga akademik Amerika enggan menerima kenyataan seperti itu dan tidak mau mengambil tindakan defensif untuk melindungi pekerjaan penelitian mereka, aset ilmiah universitas, dan investasi para pembayar pajak di Amerika.

Daniel Golden, penulis buku ‘Spy Schools: How the CIA, FBI, and Foreign Intelligence Secretly Exploit America’s Universities’ saat didengar pendapatnya mengatakan, globalisasi universitas Amerika membuat perguruan tinggi menjadi garis depan perang spionase internasional.

Ia mengatakan, Tiongkok sangat aktif dalam mencari rahasia penelitian dan pengembangan di universitas-universitas Amerika.

Sejak tahun 1978 pemerintah Tiongkok membuka diri bagi bangsa Barat. mereka mulai mengirim siswa ke Amerika Serikat, dan spionase akademik sejak saat itu mulai meningkat. Tujuannya adalah untuk mengejar ketinggalan mereka dari dunia Barat dalam bidang sains dan teknologi.

Mahasiswa asal Tiongkok yang studi di Amerika kini sudah mencapai sepertiga bagian dari total siswa internasional.

Daniel Golden mengatakan bahwa meskipun sebagian besar mahasiswa asal Tiongkok itu tidak menimbulkan ancamana bagi keamanan nasional, tetapi mereka malahan membawa vitalitas baru dan perspektif baru untuk kehidupan universitas Amerika, tetapi ada beberapa siswa dicurigai telah melakukan kegiatan spionase dan dituntut oleh pengadilan AS.

Ia menambahkan, sejak tahun 2000, sedikitnya 30 orang mahasiswa asal Tiongkok telah ditangkap dan dituntut oleh pengadilan AS karena melakukan spionase ekonomi, pencurian rahasia dagang atau kasus serupa, lembaga pascasarjana mereka termasuk Harvard, Stanford, Columbia, Cornell dan lainnya.

Ia mengatakan, pemerintah Tiongkok berusaha menarik ribuan talenta Tionghoa di luar negeri untuk kembali ke Tiongkok dengan program-program rangsangan seperti ‘Program untuk Ribuan Orang’ , ‘Program 111’ dan sebagainya. Ini menjadi motivator potensial untuk mencuri teknologi dari Amerika Serikat.

Michael Wessel, seorang anggota Komisi Tinjauan Ekonomi dan Keamanan AS – Tiongkok saat didengar pendapatnya, ia mengutip laporan tim FBI mitra strategis kontraintelijen mengatakan bahwa melalui kegiatan spionase ekonomi dan pencurian  kekayaan intelektual, perekrutan SDM berbakat dari AS yang dilakukan pemerintah Tiongkok telah menimbulkan ancaman serius bagi bisnis dan universitas AS.

Dia percaya bahwa ancaman terbesar dari perekrutan para ahli berbakat ini adalah mereka dapat mentransfer atau mengirimkan informasi kepemilikan, rahasia atau informasi yang dibatasi untuk keluar dari AS kepada pemerintah Tiongkok, atau mungkin mencuri kekayaan intelektual yang dapat dituntut secara pidana.

Michael Wessel mengatakan, selain melalui program perekrutan, pemerintah Tiongkok juga melalui berbagai acara untuk memperoleh informasi penting dan hasil yang mereka inginkan, seperti kontak temu dengan lembaga akademik atau siswa Amerika, profesor, peneliti, seminar dan seterusnya.

Dia mengatakan bahwa yang paling menyolok dari ini semua adalah dibentuknya Institut Konfusius di AS oleh pemerintah Tiongkok komunis.

Tiongkok berharap melalui Institut Konfusius untuk memperluas kekuatan lunak dan memberikan pengaruh jangka panjangnya. Bahkan ingin mencoba untuk mempengaruhi pemimpin generasi berikutnya di Amerika Serikat.

Selain itu, institut juga menyediakan dana kebutuhan perguruan tinggi dan universitas AS dalam menciptakan platform untuk pengumpulan intelijen dan untuk mempengaruhi proses politik.

Sebelumnya, Direktur FBI Christopher Wray dalam sidang dengar pendapat Kongres pada bulan Februari telah mengungkapkan bahwa mata-mata akademis dari Tiongkok sudah menyusup ke dalam lembaga untuk mencuri teknologi milik AS, dan hal ini jelas menjadi ancam bagi seluruh masyarakat Amerika. (Sinatra/asr)