Tiongkok Hasut Korut untuk Bertahan dengan Denuklirisasi Bertahap

EpochTimesId – Kim Jong-un berkunjung ke Kota Dalian untuk bertemu dengan Xi Jinping, pekan lalu. Setelah pertemuan tersebut, media resmi PKT mengatakan bahwa kedua kepala negara sepakat untuk memberikan kesempatan kepada Korea Utara meninggalkan program nuklirnya secara bertahap dan secara sinkron.

Namun, Menteri Luar Negeri AS menegaskan bahwa pihaknya tidak akan menerima rencana tersebut.

‘Washington Post’ dalam laporannya menyebutkan, media resmi Partai Komunis Tiongkok itu sedang menyiratkan bahwa Tiongkok mendukung Korea Utara untuk melakukan denuklirisasi dengan cara bertahap daripada langsung dilucuti sekaligus. Dan untuk itu, mereka akan memberikan jaminan keamanan kepada Korut.

Padahal Presiden Amerika Serikat, Donald Trump menganjurkan penghentian segera. Ketika bertemuan dengan Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe pada 17 April 2018 lalu Trump menegaskan tidak akan menerima cara bertahap dalam penghentian program nuklir dan rudal Korea Utara.

Amerika telah bersepakat dengan Jepang, dan Korea Selatan untuk mewujudkan denuklirisasi total sebelum musim panas tahun 2020. Laporan ‘Washington Times’ menyebutkan, penasihat keamanan Trump, John R. Bolton telah mengatakan bahwa berurusan dengan Korea Utara harus mengikuti model Libya.

Pada tahun 2003, diktator Libya, Moamar Gaddafi setuju untuk segera meninggalkan program senjata nuklir negaranya sebagai ganti kursi sementara di Dewan Keamanan PBB dan perlindungan lainnya.

Seorang mantan pejabat dekat dengan administrasi Trump mengatakan bahwa di bawah model Libya, Trump tidak perlu menggunakan tim besar untuk ikut dalam negosiasi panjang dengan Korea Utara. Sebaliknya, Ia hanya membutuhkan sebuah tim teknis yang siap untuk secepatnya memasuki Korea Utara, memverifikasi bahwa program nuklir telah ditutup, dan senjata sudah diserahkan.

Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo dalam perjalanan ke Korea Utara menekankan, “Tidak akan menerima usulan untuk memberikan kompensasi ekonomi terhadap penghentian program nuklir secara bertahap sebagaimana yang diusulkan Korea Utara.”

Pompeo juga menegaskan bahwa Amerika tidak akan menapaki jalan lama yang pernah dilalui dalam perundingan sebelumnya pada masa lalu.

Simak juga, Pengakuan Dokter yang Dipaksa Panen Organ Hidup :
https://youtu.be/0x2fRjqhmTA

Menurut ‘Wall Street Journal’ bahwa, pada 1 April lalu, Pompeo untuk pertama kalinya berkunjung ke Korea Utara untuk bertemu dengan Kim Jong-un. Saat itu, Kim Jong-un telah mengsiratkan kepada Pompeo bahwa keinginannya untuk meninggalkan senjata nuklir secara bertahap. Akan tetapi, keinginan Jong-un langsung mendapat penolakan dari Pompeo.

Pemerintah Trump percaya bahwa metode denuklirisasi bertahap yang diterapkan di masa lalu telah gagal. Pada awal tahun 2000-an, Amerika Serikat dan Korea Utara mencapai kesepakatan untuk membekukan fasilitas senjata nuklir Korut. Sementara itu Amerika Serikat memberikan bantuan ekonomi dan melonggarkan sanksi.

Namun, Korea Utara menipu Amerika Serikat. Mereka selain tidak meninggalkan program nuklirnya, bahkan menggunakan dukungan ekonomi AS untuk mempercepat kemajuan program senjata nuklir.

Kim Jong-un baru-baru ini berkunjung ke Tiongkok 2 kali dalam waktu kurang dari 2 bulan, sehingga mengejutkan media Barat. Media mengungkapkan bahwa Tiongkok tidak ingin dikesampingkan dalam isu denuklirisasi nuklir Semenanjung Korea.

‘Washington Post’ melaporkan bahwa PKT tahu betul, jika Kim Jong-un bertemu dengan Moon Jae-in dan Trump, maka akan melemahkan pengaruh Tiongkok terhadap Korea Utara. Pemerintah Tiongkok yang sedang menguasai 80 persen perdagangan dengan Korea Utara, merupakan pemasok sebagian besar energi untuk Korea Utara.

Demi mempertahankan kepentingan ekonomi itu, rezim komunis Tiongkok dalam beberapa bulan terakhir telah memainkan leverage ini untuk menyetir ambisi nuklir Korea Utara.
Selama pemerintahan Bush dan Obama, perusahaan Tiongkok mengabaikan sanksi PBB dan terus membiayai Korea Utara.

Namun, pemerintahan Trump telah berhasil mempromosikan tindakan keras terhadap pelanggaran yang dilakukan pemerintah Tiongkok. Sanksi berat memaksa Korea Utara kembali ke meja perundingan.

Namun sekarang, pemerintah Tiongkok tampaknya telah mengubah sikapnya dan mulai mendukung Pyongyang. Alasannya sederhana, Ketika Partai komunis Tiongkok berusaha untuk mendominasi Asia, Korea Utara sebagai negara sosialis satu-satunya yang memihak Tiongkok komunis. Sehingga Korea Utara memiliki arti strategis dalam mewujudkan keinginan PKT.

Semenanjung Korea yang bersatu menjadi hal yang dikhawatirkan oleh Tiongkok. Mereka khawatir semenanjung ini menjadi sebuah sistem sosial yang pro-Amerika. Bagaimana mungkin, Tiongkok tidak berusaha untuk menghalangi Korea Utara ‘jatuh ke dalam pelukan’ Korea Selatan dan Amerika Serikat? (Qin Yufei/ET/Sinatra/waa)

Video Rekomendasi :