Filipina Tetapkan Garis Merah Buat Tiongkok, Melintasi Batas Berarti Pernyataan Perang

Epochtimes.id- Seorang pejabat senior Filipina mengatakan bahwa Presiden Duterte telah menyampaikan kepada Beijing sebuah garis merah yang ditetapkan pada isu Laut Tiongkok Selatan, mengatakan bahwa Filipina akan menyatakan perang terhadap negara manapun yang melintasi garis merah.

Menlu Filipina Alan Peter Cayetano pada Senin (28/05/2018) di Manila membantah kritikan dalam negeri yang menyebut bahwa pemerintahan Duterte membuat pernyataan kepada Beijing yang dirasakan terlalu lunak dalam menangani isu Laut Tiongkok Selatan.

Dia mengatakan bahwa suatu hari dia akan mempublikasikan dokumen rahasia yang menunjukkan semua upaya diplomatik yang dibuat oleh pemerintah Filipina pada isu Laut Tiongkok Selatan.

Cayetano mengatakan, garis merah pertama yang dibentuk Manila untuk Beijing adalah bahwa Tiongkok tidak dapat membangun fasilitas apa pun di terumbu Panatag (Panatag Shoal), yang oleh Tiongkok dinamakan Huangyan Island.

Setelah sengketa panjang dengan Filipina pada tahun 2012, Beijing telah sepenuhnya menguasai terumbu dan perairan di sekitarnya, dan tidak mengijinkan nelayan Filipina pergi ke terumbu tempat leluhur mereka menangkap ikan.

Pada Juli 2016, pengadilan arbitrase internasional memutuskan bahwa tindakan Tiongkok menguasai Panatag adalah melanggar Konvensi PBB tentang Hukum Laut.

Cayetano mengatakan, garis merah lainnya adalah bahwa Tiongkok atau negara lain tidak dapat mengeksplorasi secara mandiri minyak atau sumber daya lainnya yang berada di Laut Filipina Barat.

Laut Filipina Barat yang diklaim Manila adalah zona ekonomi eksklusif sejauh 200 mil di sebelah barat garis pantai barat Filipina, termasuk Kepulauan Spratly yang oleh Tiongkok dinamakan Kepulauan Nansha.

Pada tahun 2016, Arbitrase Internasional menetapkan bahwa kumpulan terumbu Rocky  seperti Meiji dan Fiery Cross Reef yang dikuasai Tiongkok tidak memiliki zona ekonomi eksklusif, dan memutuskan bahwa Tiongkok telah mengganggu Filipina dalam melaksanakan kedaulatan atas zona ekonomi eksklusif mereka.

Beberapa minggu sebelum Duterte dilantik sebagai presiden pada tahun 2016,  Mahkamah Internasional Arbitrase mengeluarkan keputusan ini. Namun, tak lama setelah itu Duterte mengumumkan untuk menunda persengketaan dengan Tiongkok, dan berusaha untuk mengembangkan hubungan ekonomi dan perdagangan dengan Beijing, termasuk memperjuangkan bantuan dari Tiongkok dalam bentuk investasi yang jumlahnya mencapai  miliaran dolar.

Sejak itu, Tiongkok mengabaikan putusan Mahkamah internasional Arbitrase dan merebut terumbu itu untuk direklamasi secepatnya. Setelah itu menempatkan persenjataan. Memicu kekhawatiran internasional dan protes masyarakat Filipina kepada Duterte.

Sebagai tanggapan, kritik dan boikot pemerintah Duterte terhadap militerisasi Beijing di Laut Tiongkok Selatan menjadi lebih ketat, dan cenderung mendorong Filipina untuk kembali menyandar ke pihak Amerika Serikat, sekutu lawasnya.

Pada pertengahan Mei, Salvador Medialdea, Sekretaris Eksekutif Presiden Filipina memimpin delegasi tingkat tinggi untuk mengunjungi Komando Militer Pasifik AS, anggotanya termasuk Menteri Pertahanan Delfin Lorenzana, Menteri Luar Negeri Alan Peter Cayetano.

Setelah menjabat sebagai presiden, Duterte telah meminta AS untuk menghentikan latihan militer tahunannya dengan Filipina, sehingga kunjungan delegasi senior ke Komando Militer Pasifik AS dianggap sebuah kunjungan yang tidak biasa. Kabarnya, isu Laut Tiongkok Selatan diyakini sebagai fokus pembicaraan dari kedua pihak.

Pekan lalu, Angkatan Laut Filipina mengumumkan bahwa mereka akan mengirim kapal perang mereka untuk berpartisipasi dalam latihan militer dengan militer AS yang akan diselenggarakan di Hawaii.

Selain itu, Asia Maritime Transparency Initiative (AMTI) pekan lalu merilis sebuah laporan yang menyebutkan bahwa Filipina memulai kembali proyek renovasi landasan pacu bandara di Pagasa, pulau alami terbesar kedua di Kepulauan Spratly.

Beijing mengatakan bahwa Pulau Pagasa adalah Pulau Zhongye yang merupakan bagian dari kedaulatan Tiongkok.

Menlu Filipina Alan Peter Cayetano dalam deskripsi Presiden Duterte tentang masalah Laut Tiongkok Selatan kepada Beijing menegaskan bahwa para prajurit Filipina yang sedang membangun landasan di Pulau Pagasa tidak seharusnya mendapat pelecehan. (Sinatra/asr)