Perluas Pengaruh Tiongkok Investasi di 16 Negara Kecil Balkan

EpochTimesId – Tiongkok dan negara-negara Eropa Tengah dan Timur akan mengadakan pertemuan puncak “16 + 1” pekan ini di Sofia, ibukota Bulgaria pada 6-7 Juli 2018. Investasi skala besar Tiongkok di negara-negara Balkan Eropa telah menyebabkan Uni Eropa khawatir. Langkah itu dikhawatirkan akan memecah belah Uni Eropa dan memperluas pengaruh negara komunis itu di Eropa Tengah dan Timur.

Istilah “16 + 1” mengacu pada 16 negara Eropa Tengah dan Timur ditambah Tiongkok. Proyek kerjasama ini telah dimulai pada tahun 2012 dan telah berulang kali dipertanyakan oleh UE sejak pelaksanaannya.

Tiongkok melakukan investasi besar-besaran di sejumlah negara kecil Eropa untuk meraih keuntungan berupa pengaruh politik. The Financial Times pada 2 Juli 2018 memberitakan bahwa investasi Tiongkok total berjumlah 9,4 miliar dolar AS pada tahun 2016 dan 2017.

Sekitar 4,9 miliar dolar AS dari transaksi antara Tiongkok dengan kelompok “16+1” terkonsentrasi di 5 negara yang bukan anggota Uni Eropa. Negara itu adalah Albania, Bosnia dan Herzegovina, Makedonia, Montenegro dan Serbia.

Serbia dan Montenegro saat ini sedang bernegosiasi untuk bergabung dengan Uni Eropa. Sementara Albania dan Macedonia baru-baru ini memperoleh persetujuan bersyarat dari Uni Eropa dan mulai tahun depan akan mengadakan negosiasi untuk memasuki Uni Eropa.

Sebuah laporan analisis dari CSIS Washington menunjukkan bahwa investasi Tiongkok telah mencerminkan kepedulian tinggi negara komunis tersebut terhadap 16 negara Balkan yang ingin bergabung dengan Uni Eropa.

Menghadapi investasi besar-besaran Tiongkok di negara-negara Eropa kecil ini, Uni Eropa menunjukkan kekhawatir yang tinggi. Bernd Lange, Ketua Komite Perdagangan Internasional Parlemen Eropa mengatakan bahwa di balik peningkatan investasi Tiongkok di negara-negara Eropa Tengah dan Timur itu, mungkin secara tidak langsung memiliki tujuan untuk meraih keuntungan berupa pengaruh politik.

Bernd Lange berharap kepada Komisi Eropa dan pemerintah dari anggota Uni Eropa untuk mendalami tujuan investasi Tiongkok di Eropa.

Jonathan Hillman, Direktur the Reconnecting Asia Project dari CSIS mengatakan bahwa bagi Tiongkok, 16 negara Eropa Tengah dan Timur tersebut merupakan jembatan untuk memasuki Uni Eropa.

New York Times menyebutkan, ketika Tiongkok mengumumkan bahwa investasi senilai 900 miliar dolar di Serbia, negara Eropa di Balkan telah menempati posisi sentral dari pembangunan infrastruktur inisiatif Satu Sabuk Satu Jalan (One Belt One Road/OBOR). Ini sama artinya dengan mengatakan kepada dunia bahwa Tiongkok telah membentuk benteng di sisi tenggara benua Eropa.

Tiongkok berjanji membantu Serbia untuk meningkatkan lapangan kerja lokal, meningkatkan standar hidup masyarakat setempat, dan mempromosikan perkembangan ekonomi Serbia. Hesteel Group (Hegang) sebuah BUMN milik Tiongkok menghabiskan 46 juta euro (setara 55 juta dolar AS) untuk membeli satu-satunya pabrik baja di Serbia. Pabrik itu dulunya adalah milik US Steel yang dijual kepada pemerintah Serbia, dengan harga nominal 1 dolar AS pada tahun 2012.

Mileta Gujanicic, seorang pekerja yang sudah mengabdi selama 40 tahun di US Steel mengatakan, “Sepanjang hidup saya diberitahu bahwa kapitalisme, terutama kapitalisme Amerika akan membawa kondisi (kehidupan) berubah semakin buruk. Namun, ketika pabrik ini dioperasikan oleh orang-orang Amerika, kami para pekerja memperoleh cukup perhatian, upah tinggi, lagi pula mereka respek terhadap kita.”

Mileta mengatakan bahwa cara mengoperasikan pabrik baja sangat berbeda antara orang Tiongkok dengan orang Amerika. Di bawah pimpinan majikan orang Tiongkok, kontrak kerja berubah menjadi bersifat rahasia.

Selain itu, ada pula penurunan standar keamanan. Perawatan mesin-mesin pabrik hanya dilakukan bila diperlukan, dan tidak ada komunikasi antara pemilik pabrik dengan karyawannya. Mileta menegaskan bahwa hak-hak pekerja telah dilanggar dan majikan mengabaikan hukum perburuhan yang membuat karyawan merasa tidak nyaman.

Investasi Tiongkok di negara-negara Balkan telah meningkatkan risiko utang mereka. Menurut sebuah laporan dari Dana Moneter Internasional, di bawah inisiatif OBOR Tiongkok, terjadi investasi besar-besaran untuk membangun infrastruktur di negara Balkan barat. Seperti meningkatkan kualitas jalan raya dan infrastruktur lainnya, telah meningkatkan risiko utang negara-negara di kawasan tersebut. Situasi yang paling serius kini sedang dihadapi Republik Montenegro.

Sebuah laporan yang dirilis pada bulan Maret oleh Lembaga Pengembangan Nirlaba Think Tank Global di Washington menyebutkan bahwa pinjaman proyek-proyek berkaitan dengan OBOR Tiongkok secara signifikan telah meningkatkan risiko krisis utang 8 negara kecil Balkan.

Menghadapi langkah Tiongkok ini, Uni Eropa pada 6 Februari 2018 memutuskan untuk menerima negara-negara Balkan termiskin di benua Eropa sebagai negara anggota sebelum tahun 2025. Namun, Eropa menekankan bahwa negara-negara ini harus menyelesaikan sengketa perbatasan terlebih dahulu.

Sesuai ketentuan itu, Montenegro dan Serbia adalah negara yang mungkin bisa bergabung lebih awal. Sementara Albania, Bosnia, Kosovo dan Makedonia masih membutuhkan proses yang lama.

Laporan Wall Street Journal menyebutkan bahwa langkah Uni Eropa tersebut adalah untuk mengekang pengaruh Tiongkok, Rusia dan Turki di negara-negara Balkan.

Jerman, pemimpin Uni Eropa, tidak puas dengan perluasan pengaruh Tiongkok di Eropa. Pada bulan September tahun lalu, Wakil Perdana Menteri Jerman dan Menteri Luar Negeri Sigmar Gabriel meminta Beijing untuk menghormati Kebijakan Satu Eropa. Ia mengatakan bahwa tindakan pemerintah Tiongkok itu adalah memecah belah Eropa dan mengancam persatuan Eropa.

“Jika kita tidak berhasil mengembangkan strategi terpadu untuk menghadapi Tiongkok, maka negara komunis itu akan berhasil memecah belah Eropa,” kata Sigmar Gabriel.

Beberapa pejabat Eropa juga menuduh Beijing menggunakan statusnya sebagai investor utama di beberapa negara Eropa kecil untuk memperoleh dukungan, atas keinginan mereka dalam urusan dengan Uni Eropa. Contoh paling nyata adalah Yunani.

Pada bulan Juni tahun lalu, pada pertemuan Dewan Hak Asasi Manusia PBB di Jenewa, Uni Eropa mencoba untuk mengangkat kembali perhatian terhadap isu-isu hak asasi manusia di Tiongkok. Namun, upaya itu justru ditentang oleh negara anggota Uni Eropa, Yunani.

New York Times mengatakan bahwa ini adalah pertama kalinya Uni Eropa mengeluarkan pernyataan tentang pelanggaran hak asasi manusia di Dewan Hak Asasi Manusia. Uni Eropa selalu bangga dengan sikap hak asasi manusia progresifnya di Dewan, tetapi beberapa negara dengan catatan hak asasi manusia yang buruk di Dewan telah terbiasa menolak resolusi Uni Eropa dan melarang penyelidikan kasus pelanggaran HAM di negara mereka.

Yunani menghadapi tekanan dari negara-negara kreditor, menjadi semakin aktif mengandalkan transaksi perdagangan dan investasi Tiongkok. Perusahaan milik negara Tiongkok COSCO Group telah mengakuisisi saham mayoritas pelabuhan Piraeus, Yunani. Pelabuhan Yunani sangat penting bagi perkembangan proyek OBOR.

CNN sebelumnya memberitakan bahwa kekhawatiran terbesar adalah jika salah satu dari negara-negara ini mengalami masalah dalam pengelolaan utang. Maka, Tiongkok akan berada dalam posisi yang kuat untuk mempengaruhi keputusan strategis negara-negara ini demi menguasai hak kontrol dari infrastruktur penting yang mereka danai.

Tiongkok juga memperluas pengaruhnya di Eropa Tengah dan Timur melalui kerja sama militer. Suara Amerika melaporkan bahwa pemerintah Tiongkok penuh semangat mempromosikan proyek OBOR. Disamping itu, mereka juga menggunakan cara lain, yaitu memperluas pengaruhnya di Eropa melalui kerjasama teknologi militer.

Tiongkok berpartisipasi dalam pameran senjata di Republik Ceko serta membantu Belarus dan Ukraina mengembangkan teknologi rudal. Ukraina akhir-akhir ini telah melakukan uji coba beberapa rudal baru yang berhasil. Ada dugaan bahwa keberhasilan Ukraina itu tidak dapat dipisahkan dengan komponen elektronik yang disediakan oleh Tiongkok.

Situs web Praha ‘Echo24’ melaporkan bahwa meskipun proyek OBOR menghubungkan Tiongkok dan Eropa, tetapi tujuan Tiongkok mempromosikan proyek ini juga tidak menyembunyikan motif militernya selain perdagangan.

Tiongkok dengan hati-hati memilih lokasi untuk pangkalan militer baru di luar negeri. Alasannya adalah untuk melindungi keamanan kegiatan ekonomi luar negeri. Tetapi mereka secara diam-diam sedang mengkonsolidasikan posisi kekuatan militernya di Eropa Tengah dan Timur.

Dengan demikian, tidak mengherankan jika perusahaan industri militer Tiongkok ikut ambil bagian dalam pameran teknologi pertahanan dan keselamatan yang diadakan di Republik Ceko pada tahun 2015. (Zhang Ting/ET/Sinatra/waa)

Simak juga, Pengakuan Dokter yang Dipaksa Panen Organ Hidup :

https://youtu.be/0x2fRjqhmTA