Melalui Perbaiki NATO, Trump Ingin Blokir Pengaruh PKT dan Perkuat Hankamnas

oleh Tang Hao

“Perlu saya jelaskan di sini, karena saya pikir itu sangat tidak adil bagi negara kami, sangat tidak adil bagi para pembayar pajak di negara kami,” kata Presiden Trump menyampaikan ucapan tersebut saat bertemu dengan Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg.

Dalam beberapa hari terakhir, Trump sering mengekspresikan rasa tidakpuasnya terhadap 28 negara sekutu NATO, dan mengimbau mereka untuk merealisasikan janji untuk menyisihkan 2 % dari output ekonomi negaranya untuk menunjang biaya operasi NATO, meninggalkan keinginan untuk mengambil keuntungan dari AS.

Menurut statistik, output ekonomi AS tahun lalu hanya 51,1% dari output ekonomi semua negara anggota NATO, tetapi pengeluaran NATO tahun lalu, 71,7% dibiayai oleh AS. Rasionya sangat tidak seimbang.

Bahkan, sejak Dwight Eisenhower, banyak presiden AS telah mengkritik negara anggota karena NATO kekurangan dana operasi, tetapi tanpa solusi. Hari ini, Trump mungkin adalah orang pertama yang membalikkan keadaan kurang menggembirakan tersebut.

Sejak menjabat presiden tahun lalu, Trump telah meminta negara-negara NATO untuk memikul lebih banyak beban biaya operasi NATO. Tahun lalu, belanja NATO juga meningkat sebesar 40 miliar dolar AS. Daya tarik dan pengaruh Trump cukung ampuh.

Namun, mendesak negara sekutu NATO untuk meningkatkan pengeluaran dan berbagi biaya membela kepentingan Eropa belum tentu dijadikan tujuan utama Trump menghadiri KTT NATO.

Pertama, mewujudkan perdagangan yang adil dan memperkuat keamanan ekonomi

Mencapai perdagangan yang adil dan memperkuat keamanan ekonomi AS seharusnya menjadi tujuan utama yang ingin dicapai Presiden Trump.

Trump yang selama ini berkecimpung dalam dunia bisnis, memiliki kemampuan tinggi  dalam bernegosiasi perdagangan yang rumit, Ia bahkan mampu menggapai beberapa keuntungan melalui satu kali negosiasi. Siasatnya yang sering ia gunakan dalam bernegosiasi adalah apa yang ia tekankan pada awal pembicaraan belum tentu benar-benar yang ia inginkan.

Dari berita yang ia sampaikan di Twitter ataupun ucapannya yang berkaitan dengan NATO dapat kita ketahui bahwa, ia mengedepankan kedua pernyataan tersebut secara bersamaan : ‘Negara anggota NATO tidak menanggung proporsi dana mereka untuk membiayai operasi NATO’ dan ‘Defisit perdagangan Uni Eropa dengan AS sangat besar’.

Dengan kata lain, Trump cenderung menggunakan ‘NATO memiliki hutang yang belum dilunasi’, dan ‘Amerika Serikat tidak menutup kemungkinan untuk keluar dari Eropa’ sebagai kekuatan  untuk menekan negara-negara Eropa, mendorong mereka untuk memperbaiki lingkungan perdagangan tidak adil terhadap AS selama ini, di samping meminta Uni Eropa untuk mengurangi angka defisit perdagangan AS, menurunkan tarif impor komoditas AS, bahkan Trump berkeinginan untuk membentuk ‘persekutuan negara nol tarif’ dengan beberapa negara utama Eropa.

Ketika Trump menghadiri KTT G7 di Kanada pada bulan Juni lalu, ia melemparkan usulan kepada beberapa pemimpin negara agar mengatasi masalah yang menghambat perdagangan Amerika Serikat dengan negara-negara sekutunya, menghapus semua tarif dan subsidi pemerintah, agar perdagangan antar negara berjalan lebih bebas dan adil. (free but fair trade).

Meskipun proposal belum berjalan, tetapi gagasan ini sejalan dengan motto Trump ingin meletakkan kepentingan AS di tempat utama (America First). Bahkan jika akhirnya kesepakatan bebas tarif tidak tercapai, paling tidak ‘tekanan’ Trump mampu menghasilkan peurunan terhadap tarif impor komoditas AS. Kemudian adanya perbaikan angka defisit perdagangan. Hal mana diharapkan dapat membuka lebih lebar lapangan kerja, merevitalisasi industri manufaktur dan perdagangan ekspor bagi Amerika Serikat.

Dalam laporan Strategi Keamanan Nasional yang dipublikasikan pada akhir tahun lalu, administrasi Trump telah mendaftarkan keamanan ekonomi sebagai salah satu dari empat pilar keamanan nasional.

Oleh karena itu, upaya Trump untuk menerapkan perdagangan yang adil kepada semua negara di dunia sebenarnya juga langsung berkaitan dengan upaya untuk memperkuat keamanan nasional Amerika Serikat.

Dan jika Amerika Serikat dan Eropa benar-benar dapat merealisasikan perdagangan bebas tarif, situasi itu akan sangat bermanfaat selain bagi interaksi ekonomi juga untuk memperdalam kerjasama bilateral pada strategis militer, yang kemudian dapat meningkatkan kemampuan NATO untuk menghadapi ancaman Rusia termasuk mencegah masuknya teroris dan memperkuat keamanan regional Eropa.

Kedua, memperkuat firewall internasional untuk mencegah ekspansinya ancaman dari Tiongkok dan Rusia

Tujuan lain dari upaya Trump memperbaiki NATO adalah untuk mencegah ekspansinya ancaman Tiongkok dan Rusia ke Benua Eropa.

Dalam beberapa tahun terakhir, Tiongkok dengan penuh semangat mempromosikan inisiatif Satu Sabuk Satu Jalan melalui investasi pembangunan ekonomi dan pinjaman. Namun, mereka secara bertahap melakukan penetrasi ke negara-negara Asia, Afrika dan Eropa dalam upaya untuk mencapai pengaruh politik dan ekonomi. Dalam hal ini, Amerika Serikat dan negara-negara Eropa utama telah menaruh kewaspadaan.

Secara khusus, pada bulan Juli tahun lalu, pemerintah Tiongkok telah membangun pangkalan militer pertamanya di Djibouti, sebuah negara Afrika karena posisi Djibouti yang cukup strategis.

Tiongkok memilih untuk mendirikan pangkalan militer luar negerinya yang pertama di Djibouti, dengan tujuan strategis yang jelas ini membuat Amerika Serikat dan NATO berwaspada.

Akhir bulan Juli tahun lalu, Tiongkok dan Rusia mengadakan latihan angkatan laut bersama di laut Baltik. Ini adalah untuk pertama kalinya kapal perang Tiongkok berlayar menuju laut dalam Eropa untuk ikut latihan. Sangat peka terhadap kepentingan militer. Sedangkan di sekitar Laut Baltik, terdapat 6 negara yang menjadi anggota NATO.

Selain itu, pesawat tempur dan kapal perang Rusia telah berulang kali mendekati perbatasan negara-negara ini tanpa pemberitahuan. Rusia juga telah mengadakan latihan militer tanpa peringatan sebelumnya, membuat NATO mengeluh.

Karena itu, Trump berupaya untuk memperkuat kemampuan NATO. sementara di satu sisi untuk menghambat laju gerakan Rusia, di sisi lain mencegah upaya Tiongkok dalam melakukan intervensi militer dan penetrasi ekonomi. Dan secara bersamaan untuk mencegah perluasan kekuatan militer Tiongkok di kawasan Eurasia, bila itu dikaitkan dengan penataan strategis Indo-Pasifik.

Sejak Tiongkok dan Rusia digolongkan oleh Amerika Serikat dalam laporan Strategi Keamanan Nasional sebagai negara ‘berkekuatan revisionis’ yang mengancam keamanan nasional. Amerika Serikat tidak bisa duduk diam, membiarkan Rusia mengekspansi kekuasaannya yang akan menimbulkan ancaman bagi negara-negara bebas, yang akhirnya juga akan menjadi ancaman bagi Amerika Serikat.

Presiden Trump sangat jelas, meskipun Amerika Serikat memiliki anggaran pertahanan tahunan  yang terbesar di dunia, yang jumlahnya mencapai USD. 700 miliar, Namun, Amerika Serikat tidak dapat melakukan sinkronisasi dengan NATO, Indo-Pasifik dan wilayah lain, untuk sepenuhnya menanggung sendiri biaya pertahanan militer yang sangat tinggi.

Apalagi ini dianggap tidak adil buat pemerintah AS dan para pembayar pajak AS, karena Eropa seakan-akan menyerahkan beban tugas pertahanan Eropa kepada Amerika Serikat.

Oleh karena itu, Trump sejak ia menjabat berulang kali meminta negara sekutu NATO serta Asia, Jepang, Korea Selatan dan sekutu lainnya untuk menanggung lebih banyak pendanaan militer atau membeli senjata AS dengan tujuan tidak hanya untuk mengurangi beban Amerika Serikat, untuk meningkatkan ekonomi AS, tetapi juga untuk secara efektif mengkonsolidasikan firewall internasional yang dibangun oleh masyarakat bebas dari Timur dan Barat dalam upaya menangkis ancaman Tiongkok dan Rusia, dan memastikan perdamaian wilayah dalam jangka panjang.

Jika negara sekutu NATO dapat membiayai sendiri pertahanan Eropa, maka pihak AS akan memiliki lebih banyak sumber daya militer untuk dialokasikan di wilayah Indo-Pasifik, untuk menangkis ancaman terbesar di dunia saat ini, yakni Tiongkok komunis dan adiknya Korea Utara.

Ketiga, menghimbau negara sekutu NATO untuk keluar dari perangkap sayap kiri komunis

Serangkaian ‘peringatan’ meninggalkan NATO dan negara-negara sekutunya yang dikeluarkan Trump baru-baru ini mungkin saja  tidak bersifat ancaman yang sesungguhnya. Sebaliknya, Trump menggunakannya untuk mendorong negara sekutu keluar dari ketergantungan yang berlebihan kepada AS serta terjerambab ke dalam perangkap ‘perambahan militer’ yang berasal  dari pemikiran sayap kiri.

Bahkan, setelah Amerika Serikat menandatangani banyak ‘perjanjian tidak adil’ telah mengundang negara sekutu menggantungkan diri pada AS, Mengambil keuntungan dari berbaik dengan AS atau mungkin merupakan pengaturan yang disengaja dari pemerintah sayap Kiri di masa lalu.

Alasannya sama dengan perluasan sistem kesejahteraan sosial di dalam negeri : awalnya membiarkan orang menikmati keuntungan pemerintah secara gratis, meninggalkan gagasan kemandirian, kemudian menarik lebih banyak orang untuk mengambil manfaat, melepaskan kemandirian, dan mereka akan lebih mengandalkan pemerintah dalam kehidupan mereka.

Akhirnya, ketika keuangan pemerintah mengalami masalah, orang-orang yang hidup tidak berkelanjutan, mereka sudah kehilangan kemampuan untuk mencari nafkah, Maka ini merupakan kesempatan bagi kekuatan sayap kiri untuk merebut kekuasaan atau memperluas kekuasaan mereka, membentuk ‘pemerintah besar’ dan mendominasi setiap aspek kehidupan masyarakat, merampas kebebasan pribadi demi mencapai tujuan pemerintah yang komunis.

Antar negara pun demikian.

Negara sekutu NATO sangat bergantung pada perlindungan gratis AS dalam pertahanan militer, sehingga Amerika Serikat perlu menambah belanja militernya dan karena itulah keuangan AS terganggu. Pada saat itu, negara sekutu mungkin kehilangan kekuatan dan sumber daya pertahanan diri. Dengan demikian mudah dikalahkan oleh rezim kiri lainnya, Atau dikendalikan oleh ‘pemerintah dunia besar’ yang didirikan oleh rezim kiri, hingga benar-benar kehilangan kedaulatan dan otonomi nasional.

Maka imbauan Trump kepada negara sekutu NATO untuk mengambil tanggung jawab lebih besar dalam upaya meringankan beban pengeluaran NATO, menyisikan anggaran lebih besar untuk kepentingan NATO terdengar keras, tetapi sebenarnya ucapannya itu bermakna ‘saran jujur mungkin tidak menyenangkan untuk didengar’.

Tujuan Trump yang lebih mendalam adalah untuk membangkitkan kesadaran negara sekutu  NATO untuk keluar dari ketergantungan, untuk menyingkirkan belenggu pemikiran sayap kiri jangka panjang agar terhindar dari jebakan pamungkas komunisme untuk merebut dunia.

Singkatnya, tidak sulit bagi kita untuk melihat bahwa Trump sama sekali bukan seorang isolasionis sebagaimana yang dituduhkan oleh media Pan-Kiri.

Bagaimana pun Trump di masa lalu telah mengoperasikan perusahaan multinasional selama bertahun-tahun, memiliki kemampuan yang baik dalam mengamati peristiwa untuk menilai situasi dalam maupun luar negeri.

Sekarang, Trump mencoba untuk menggunakan kekuatan militer, perdagangan dan diplomatik Amerika Serikat untuk mengubah masyarakat internasional, kembali ke tatanan tradisional, menghilangkan belenggu komunisme, menyingkirkan kebiasaan peredaan, membuka jalan bagi masa depan komunitas internasional. (Sin/asr)