Kim Jong-Un Berulah – Denuklirisasi Tak Menentu – Bagaimana Reaksi Balasan Trump?

Tang Hao

Kemenlu AS Mike Pompeo baru-baru ini berkunjung ke Korut, untuk membicarakan detil pelaksanaan denuklirisasi sesuai kesepakatan denuklirisasi, namun hasilnya sungguh mencengangkan.

Terhadap pihak asing sebelumnya Pompeo menyatakan perundingan selama dua hari itu “sangat produktif”; namun setelah itu Korut menyampaikan pernyataan terhadap pihak luar yang menyebutkan keseluruhan proses rapat itu “sangat disesalkan”, dan menuding pihak AS “secara sepihak dan menuntut (Korut) secara paksa untuk melakukan denuklirisasi”, membuat hubungan kedua negara dalam kondisi “bahaya” dan “menggoyahkan niat kami untuk denuklirisasi”.

Kesampingkan dulu penolakan yang kerap digunakan partai komunis dari mulut Korut yang “bertolak belakang” dan “memutarbalikkan fakta”, informasi sebenarnya yang terlontar dari pernyataan pejabat Korut tersebut adalah, apakah Kim Jong-Un tidak berniat denuklirisasi?

Selain itu, sejak awal sampai berakhirnya kunjungan Pompeo, Kim Jong-Un sama sekali tidak menemuinya, ini menunjukkan Korut mungkin berniat memotong kesepakatan pada pertemuan Trump-Kim — atau, lebih jelasnya, Korut sepertinya mulai ingkar janji.

Beberapa hari berturut-turut masyarakat internasional terus mendapati pihak Korut masih terus mengembangkan senjata nuklir dan memproduksi bahan bakar senjata nuklir. Anggota kongres Korsel bahkan mengungkapkan, di Hamgyeongnam-do kota Sinpo Korut tengah membangun kapal selam yang bisa mengangkut rudal nuklir, ancaman terhadap masyarakat internasional semakin meningkat.

Berbagai fenomena menunjukkan, Kim Jong-Un tidak menerima niat baik Trump pada pertemuan Trump-Kim lalu, dan sepertinya bertindak berlawanan. Akan tetapi, akhir seperti ini sudah diduga sebelumnya, dan juga sudah diperhitungkan oleh Trump.

Seperti penulis jelaskan pada artikel sebelumnya, Trump sangat memahami antara PKT dan Korut saling memanfaatkan, yang selama ini memanfaatkan masalah nuklir Korut untuk membohongi dan memeras negara lain, namun Trump tetap berharap memberi kesempatan bagi Kim Jong-Un yang masih muda, sehingga setuju untuk menggelar pertemuan Trump-Kim, untuk menjajaki sendiri sikap Kim Jong-Un secara tatap muka langsung.

Tapi kini, sepertinya bisa dipastikan, “koor” konspirasi RRT dan Korut pada dasarnya tidak berubah, Korut sepertinya tidak berniat denuklirisasi, hanya memanfaatkan “denuklirisasi” ini untuk mempersiapkan diri, dan bermain tarik ulur dengan pemerintah Trump.

Di satu sisi mengulur waktu sambil terus mengembangkan senjata nuklir; dan di sisi lain, Korut bersekutu dengan Beijing, berusaha meringankan sanksi ekonomi terhadap Korut, dan membuat AS mengalah dalam Perang Dagang dengan PKT.

Konspirasi licik dan tidak bisa dipercayanya PKT dan Korut itu, tidak hanya membuat masyarakat dunia kembali menyaksikan kejahatan dan sifat tak tahu malu para rezim komunis, juga membuat dunia berpikir: bagaimana AS akan bertindak, untuk meng-counter kedua komunis bersaudara yang berbahaya ini?

Berikut ini ada beberapa kemungkinan:

  1. Meningkatkan Sanksi Secara Menyeluruh, Beri Tekanan Ekstrim

Sebelum dan sesudah pertemuan Trump-Kim, beberapa kali Trump meluruskan, sebelum tercapai kesepekatan denuklirisasi CVID (denuklirisasi yang komprehensif, dapat diverifikasi, dan tidak dapat diputar-balik) dengan Korut, sanksi ekonomi terhadap Korut tidak akan dilonggarkan.

Sebaliknya, jika Korut tidak berniat denuklirisasi, pemerintah Trump telah mempersiapkan ratusan sanksi ekonomi baru untuk mengimbangi permainannya. Oleh karena itu, meningkatkan sanksi ekonomi secara menyeluruh, memberi tekanan ekstrim bagi Korut, sepertinya akan menjadi reaksi balasan pertama dari pemerintah Trump.

Tapi karena Beijing dan Rusia saat ini diam-diam masih memasok minyak bumi dan komoditi untuk membantu Korut, maka apakah sanksi ekonomi yang baru bisa ditingkatkan dan diterapkan atau tidak, mungkin RRT akan berusaha menghalanginya.

  1. Akhiri Perang Dagang Dengan PKT, Bersekutu Blokade Korut

Jika pihak AS beranggapan, Korut yang bermain api dengan senjata nuklir itu berpotensi “bahaya yang bersifat jelas dan segera” (clear and present danger), mungkin akan memilih untuk meredakan perang dagang dengan PKT, mengakhiri perang dagang, untuk mengumpulkan kekuatan PKT dalam menghadapi Korut.

Akan tetapi pilihan ini justru akan terjerumus dalam jebakan “perangkap ganda” yang sengaja dirancang oleh PKT dan Korut — memanfaatkan pemikiran AS “memilih yang teringan dari dua akibat terburuk”, memaksanya berdamai dengan salah satu antara RRT dan Korut, lalu bersekutu melawan pihak lain, tapi justru karena itu akan menjadi sasaran pemerasan dan sandera bagi pihak RRT dan Korut yang bersekutu.

Trump yang berlatar belakang pengusaha berpengalaman, sudah sangat memahami taktik perang psikologis seperti ini, jadi tidak mungkin akan memilih opsi ini. Apalagi pihak RRT juga menghalangi Korut mendekati AS, sehingga PKT tidak mungkin akan bekerjasama sepenuhnya dengan AS dalam aksi pemberian sanksinya.

Walaupun secara verbal setuju, tetap dikhawatirkan tindakannya tidak sesuai dengan ucapan, dan diam-diam terus memberikan berbagai bantuan ekonomi, militer, dan komoditi bagi Korut.

  1. Akui Korut Memiliki Senjata Nuklir, Lebih Fokus Perang Dagang AS-RRT

Sebagian pakar Barat berpendapat, secara jangka panjang, ancaman RRT lebih berpotensi merusak dibandingkan Korut, oleh karena itu mereka berpendapat pihak AS akan mentolerir Korut memiliki senjata nuklir dan mengakui Korut sebagai “negara nuklir”.

Tapi opsi ini kembali akan menjerat AS ke dalam “perangkap ganda” RRT-Korut. Walaupun menjadikan Korut sebagai anggota negara pemilik senjata nuklir secara sah, tapi selama konspirasi RRT-Korut tidak bisa dipecahkan, maka Korut akan tetap mencari alasan berbuat onar dan menjerat AS, untuk meredakan krisis yang mengancam sang kakak PKT, menetralisir tekanan terhadap PKT, membuat AS terpaksa terlibat dalam perang dua arah, menguras stamina AS yang akan kelelahan, hingga akhirnya tak berdaya dan terpaksa berkompromi atau terjebak ke dalam konflik tak berujung.

Mungkin ada yang berpendapat, bisa membuat kesepakatan lagi dengan Korut, membatasi skala dan jumlah senjata nuklirnya, atau bahkan menetapkan aturan dan syarat pengawasan senjata nuklir, dengan demikian bisa mencegah Korut mengembangkan senjata nuklir secara tak terbatas, atau menyalah-gunakan senjata nuklir untuk mengancam dunia.

Tapi menilik pelajaran sejarah selama puluhan tahun ini, membuat kesepakatan apa pun dengan rezim komunis, akhirnya selalu hampa. Karena rezim komunis selalu mengandalkan kebohongan, konflik dan kekerasan, tidak ada ketulusan di dalam tulang sumsumnya, dan bagi Trump, kepercayaan adalah pondasi untuk membicarakan segala transaksi.

Tanpa saling percaya, semuanya percuma. Apalagi, mengakui Korut sebagai “negara nuklir” ibarat mengakui dedengkot mafia sebagai perwira militer yang sah, maka dalam hal ini tidak hanya Amerika yang akan dicurigai di dalam maupun luar negeri sehingga berdampak pada pamor negaranya, tapi juga akan sangat merugikan pemerintahan Trump dalam kelanjutan menindak masalah senjata nuklir Iran.

Akibatnya mungkin akan membuat Korut dan Iran terus memperluas ancamannya terhadap wilayah Asia Timur dan Timur Tengah, serta diam-diam akan melibatkan RRT, sehingga semakin tidak menguntungkan bagi keamanan AS maupun dunia internasional.

  1. Gunakan Opsi Militer, Musnahkan Senjata Nuklir Korut

Menggunakan kekuatan militer AS yang besar untuk memusnahkan kekuatan militer Korut secara total mungkin paling tuntas. Namun unit intelijen AS memperkirakan, Korut mungkin memiliki 65 buah hulu ledak nuklir, dan zona penyebaran senjata nuklirnya sangat tidak transparan, tidak mudah untuk dimusnahkan semuanya dalam waktu singkat.

Apalagi, begitu Korut berkesempatan melawan dengan senjata nuklirnya, sangat mungkin yang jadi korban adalah warga sipil dari Jepang, Korsel dan sebagaian wilayah timur laut RRT, dengan cakupan wilayah mencapai puluhan juta jiwa, ini juga menjadi pertimbangan dan kekhawatiran utama Trump sebelum memilih opsi militer.

Apalagi, Korut belum bersikap menyerang, juga belum menunjukkan tanda-tanda akan melakukan serangan, jika pasukan AS bertindak lebih dulu, tidak hanya akan memicu kritik, bahkan PKT pun akan mendapat peluang untuk kembali mengirim pasukan membantu Korut berperang, ini justru akan membuat skala perang semakin meluas, situasi akan semakin rumit.

Oleh sebab itu, jika bukan kondisi darurat atau sangat khusus, Trump yang berwajah keras berjiwa pemaaf itu tidak akan semudah itu melakukan agresi militer.

  1. Kerahkan Serangan Militer Akurat, Putus Jalur Logistik Korut

Kenyataannya, untuk melepaskan diri dari perangkap ganda RRT-Korut, harus melakukan tekanan perlawanan secara bersamaan, tidak bisa kompromi bekerjasama dengan salah satu dari kedua penipu ini.

Oleh sebab itu AS bisa terus menekan PKT dengan perang dagang, melakukan perang jangka panjang, menekan habis ekonomi PKT yang rapuh, lalu menggoyahkan sosial, politik dan keuangannya, memaksa PKT tertekan dari luar dan dalam, sehingga terpecah kekuatannya.

Di sisi lain, bersama dengan masyarakat internasional AS bisa meningkatkan sanksi ekonomi terhadap Korut, dan mengerahkan kekuatan militer terbatas untuk menyerang Korut secara akurat, menghancurkan semua jalur pasokan logistik RRT ke Korut atau Rusia ke Korut (seperti jembatan, jalan raya, terowongan tersembunyi dan lain sebagainya), korban tewas dan cedera bisa ditekan seminim mungkin; di saat yang sama mengirim AL ke wilayah perairan Korut untuk memblokade semua penyelundupan dari RRT dan Rusia atau negara lain ke Korut. Opsi ini, berisiko paling minim bagi Amerika, juga memenuhi prinsip proporsional, juga berkontroversi paling minim, dan juga bisa meminimalisir jumlah korban tewas dan cedera sampai paling rendah.

Setelah semua jalur pasokan RRT dan Rusia ke Korea Utara diputus, maka Korut akan semakin terkucilkan, yang dapat berakibat tekanan yang lebih serius terhadap Kim Jong-Un.

Jika Kim Jong-Un tidak tahan terhadap tekanan ini dan melakukan serangan militer, maka AS akan bisa balas menyerang dengan alasan yang kuat, dalam waktu paling singkat dapat melumpuhkan kekuatan militer dan juga rezim Kim Jong-Un, bahkan bisa langsung melakukan aksi “eksekusi” terhadap Kim Jong-Un.

Aksi militer ini tidak hanya akan sah di seluruh dunia, juga mungkin akan membuat PKT tidak sempat memberi bantuan bagi Korut bila aksi militer AS cukup cepat, menghindari perang berkepanjangan, yang berpotensi berubah menjadi “Perang Korea Jilid II”.

  1. Serangan Tak Terduga yang Melumpuhkan, Kartu As HAM Dapat Ubah RRT

Dalam buku “Kitab Perang Sun Tzu” disebutkan: “Bagi pihak yang menyerang, menggunakan pasukan reguler bertempur frontal, namun memenangkan pertempuran dengan serangan tak terduga oleh pasukan khusus. Maka bagi yang mahir menyerang tak terduga, peluangnya seluas langit dan bumi, tak terbendung ibarat samudera.”

Trump juga pernah mengatakan, “Saya tidak ingin orang lain tahu apa yang saya perbuat, atau apa yang saya pikirkan. Saya suka membuat orang merasa saya sulit ditebak, karena itu akan membuat mereka kehilangan keseimbangan.”

Menilik kembali karir Trump puluhan tahun di bidang bisnis dan karir politik Trump yang hanya setahun setengah, tidak sulit untuk melihat gaya dirinya yang “sulit ditebak”, dan “menang secara tiba-tiba”.

Ditambah lagi pengalaman negosiasi jangka panjang Trump yang memiliki karakter pemikiran yang cepat, reaksi yang sigap, dan penuh inovasi, maka dalam hal mengatasi masalah Korut dan RRT-Korut, Trump mungkin masih memiliki jurus simpanan yang sulit diprediksi pihak luar.

Setidaknya, di tangan Trump masih ada satu kartu As “kelas nuklir”. Jika kartu ini dikeluarkan, tidak hanya akan menekan PKT sampai tak berkutik, mungkin juga akan membantu Partai Republik memenangkan pemilu jangka menengah pada akhir tahun ini.

Kartu as ini, disebut HAM.

Tanggal 6 Februari 2012, di Tiongkok terjadi “Peristiwa Wang Lijun” yang menggemparkan kalangan birokrat, mantan Kepala Biro Keamanan kota Chongqing Wang Lijun melarikan diri ke Konjend AS di Chengdu, mengungkap rahasia rencana kudeta oleh kubu Jiang Zemin, perampasan organ tubuh Falun Gong dan lain-lain kepada Amerika.

Di tahun yang sama tanggal 26 April Kemenlu AS diam-diam melaporkan peristiwa Wang Lijun pada Kongres. Dengan kata lain, pemerintah AS telah mengetahui kejahatan anti-kemanusiaan PKT berupa perampasan organ tubuh hidup-hidup itu, hanya saja, pemerintahan sebelumnya tetap bungkam terhadap penindasan HAM yang tak berperikemanusiaan ini.

Jika pemerintah Trump mempertimbangkan strategi “menaklukkan pasukan lawan tanpa berperang”, dan berniat menekan RRT dengan cara non-militer, bahkan memaksa PKT runtuh dan bertransformasi, maka mengungkap kejahatan PKT merampas organ tubuh adalah pedang keadilan yang paling kuat, paling damai, paling sesuai kehendak Ilahi dan umat manusia.

Apalagi baru-baru ini, di dunia kedokteran internasional, Beijing masih bebas menyusup, berupaya mendapat dukungan dari kalangan kedokteran, dengan menutupi kejahatan perampasan organ tubuh yang dilakukan.

Jika pemerintah Trump mengumumkan fakta perampasan organ yang ada di tangan AS, menghimbau seluruh dunia melindungi HAM dan menghentikan penindasan tersebut, maka tidak hanya dengan mudah memenangkan dukungan dan simpati dunia terhadap nilai universal Trump, sekaligus juga membuat milyaran rakyat Tiongkok melihat jelas kedok partai komunis yang selama puluhan tahun ini telah membodohi mereka dengan dusta, yang kemudian akan mendorong rezim PKT ke ambang kehancuran, sehingga ada harapan terbentuk situasi baru di Tiongkok.

Di saat yang sama, warga AS juga akan meragukan, mengapa pemerintahan sebelumnya bungkam terhadap penindasan kejam itu? Masyarakat internasional juga akan meragukan PBB mengapa diam saja? Banyak fakta di balik layar akan terungkap satu persatu.

Dan lebih lanjut, siapa yang berani tampil maju mengungkap kejahatan HAM PKT merampas organ tubuh dan menghentikan penindasan serta menegakkan keadilan, maka dialah yang akan meraih kehormatan yang belum pernah ada sebelumnya, bahkan akan meraih kekuasaan untuk membentuk kembali ketertiban internasional.

Kartu As super ini, apakah akan dikeluarkan oleh Trump? Saat ini belum bisa diketahui. Tapi menghadapi konspirasi rezim komunis PKT dan Korut, Trump harus mengeluarkan jurus mendadak/tak terduga untuk meraih kemenangan, agar dapat mendobrak jebakan ganda RRT-Korut, dan menetralisir krisis nuklir Korut, sehingga dapat mengikis habis ancaman bahaya yang diakibatkan rezim komunis terhadap umat manusia. (SUD/WHS/asr)