Venezuela Tangkap Enam Tersangka Serangan Bom Drone Terhadap Presiden Maduro

EpochTimesId – Otoritas Venezuela mengatakan menangkap enam tersangka serangan ‘bom drone’ terhadap Presiden Nicolas Maduro, Minggu (5/8/2018) waktu setempat. Ledakan pesawat tak berawak terjadi sehari sebelumnya, Sabtu (4/8/2018) dalam sebuah rapat umum yang dipimpin oleh Maduro.

Para tersangka meluncurkan dua pesawat tak berawak yang dipenuhi dengan bahan peledak. Drone diterbangkan di atas pawai yang digelar oleh rezim Maduro di pusat kota Caracas untuk memperingati hari ulang tahun Garda Nasional.

Menteri Dalam Negeri Nestor Reverol mengatakan, satu drone berhasil dilumpuhkan oleh pasukan keamanan. Sementara yang kedua jatuh sendiri dan menabrak sebuah gedung apartemen.

Serangan itu menjadi tantangan lainnya bagi Maduro dalam mempertahankan kontrol atas negara OPEC itu. Negara itu kekurangan pangan dan obat-obatan yang meluas, dalam beberapa tahun terakhir. Krisis yang telah memicu kemarahan dan keputusasaan warga, mulai dari daerah kumuh di lereng bukit hingga barak militer.

Rekaman televisi pemerintah dari suasana parade menunjukkan Maduro dikejutkan oleh apa yang tampak seperti ledakan. Rekaman kemudian menyorot para tentara yang berbaris di sebuah jalan besar, yang amburadul karena membubarkan barisan dan melarikan diri dari sumber ledakan kedua.

Maduro kemudian menggambarkan serangan itu, yang melukai tujuh tentara, sebagai upaya pembunuhan.

Para prajurit Garda Nasional Venezuela berlari berhamburan, ketika terjadi serangan bom drone pada 4 Agustus 2018, di Caracas, Venezuela. (Foto : TV Pemerintah Venezuela/ Via Reuters TV)

Salah satu tersangka memiliki surat perintah penangkapan yang luar biasa. Dia terlibat dalam serangan tahun 2017 terhadap pangkalan militer yang menewaskan dua orang. Menurut Reverol, insiden itu terjadi setelah empat bulan protes anti-pemerintah.

Seorang tersangka kedua, pernah ditahan selama gelombang protes anti-Maduro pada tahun 2014. Namun, dia dibebaskan melalui kebijakan manfaat prosedural,” kata Reverol, tanpa memberikan rincian.

Reverol tidak menyebutkan nama-nama para tersangka. Penangkapan itu menunjukkan serangan itu bukan pemberontakan militer.

Serangan itu nampaknya lebih kepada aksi protes yang dipimpin oleh kelompok-kelompok gerakan pengunjuk rasa jalanan anti-Maduro. Mereka dijuluki ‘The Resistance’ (kaum perlawanan), yang telah memimpin dua gelombang demonstrasi kekerasan yang menewaskan ratusan orang.

Fakta itu konsisten dengan kelompok bayangan yang mengklaim bertanggung jawab atas serangan itu, Gerakan Tentara Nasional di T-Shirts. Situsnya mengatakan organisasi itu dibuat pada tahun 2014 untuk menyatukan berbagai kelompok pengunjuk rasa.

Reuters tidak dapat secara independen mengkonfirmasi keterlibatan kelompok tersebut. Mereka tidak menanggapi permintaan pertanyaan atau komentar tentang pengumuman penangkapan, atau mengidentifikasi para tersangka sebagai salah satu anggotanya.

Bolivar Avenue di pusat kota Caracas, tempat insiden terjadi, kembali tenang pada hari Minggu.

Warga berolahraga dengan lari kecil dan bersepeda dengan mengambil dua jalur jalan yang rutin digunakan untuk rekreasi akhir pekan. Tenda lokasi pidato Maduro sudah dibongkar.

Para saksi mengatakan bahwa mereka mendengar dan merasakan ledakan di sore hari, sehari sebelumnya. Mereka lalu melihat pesawat tak berawak jatuh dari langit dan menabrak bangunan di dekatnya.

“Saya mendengar ledakan pertama, itu sangat kuat hingga gedung-gedung bergetar,” kata Mairum Gonzalez, 45 tahun, seorang guru pra-sekolah. “Aku pergi ke balkon dan aku melihat pesawat kecil. (Pesawat) Itu menghantam gedung dan mengeluarkan asap.”

Dua saksi lainnya menuturkan, mereka melihat pasukan keamanan menghentikan sebuah Chevrolet hitam dan menangkap tiga orang di dalamnya.

Pasukan keamanan kemudian menggeledah mobil itu. Mereka menemukan benda yang diduga remote control, tablet dan komputer. Kedua saksi mengaku sebagai Andres dan Karina, tanpa memberikan nama belakang mereka.

Para kritikus oposisi menuduh Maduro mengarang atau membesar-besarkan insiden keamanan itu. Tujuannya tidak lain untuk mengalihkan perhatian dari hiperinflasi dan kekurangan produk ala Soviet.

Leopoldo Lopez, mantan wali kota di distrik Caracas, Chacao, misalnya, berada di bawah tahanan rumah karena perannya dalam protes jalanan tahun 2014 yang digambarkan Maduro sebagai percobaan kudeta. Akan tetapi lawan politiknya itu bersikeras bahwa ini adalah bentuk kebebasan berekspresi.

“Kami memperingatkan bahwa pemerintah mengambil keuntungan dari insiden ini. Untuk mengkriminalisasi mereka yang secara sah dan demokratis menentangnya, dan memperdalam penindasan dan pelanggaran hak asasi manusia yang sistematis,” tulis koalisi oposisi ‘Broad Front’, dalam sebuah pernyataan yang diterbitkan di Twitter.

Presiden Venezuela, Nicolas Maduro mengatakan bahwa dia adalah korban dari upaya pembunuhan pada 4 Agustus 2018. (Miraflores Palace/Handout via REUTERS/The Epoch Times)

Sekutu Maduro membantah bahwa oposisi memiliki sejarah keterlibatan dalam konspirasi militer, terutama dalam kudeta 2002 yang secara singkat menggulingkan pemimpin sosialis Hugo Chavez.

“Saya tidak ragu bahwa semuanya menunjuk ke kanan, Venezuela ultra-kanan,” kata Maduro pada Sabtu malam. “Hukuman maksimal! Dan tidak akan ada pengampunan.”

Maduro, yang menyalahkan masalah negara pada ‘perang ekonomi’ yang dipimpin oleh musuh, selama masa pemerintahan lima tahunnya telah sering mengumumkan keberhasilan menggagalkan rencana militer terhadapnya. Rencana serangan yang ditudingnya didukung oleh Washington.

Penasihat keamanan nasional AS, John Bolton mengatakan kepada Fox News dalam sebuah wawancara pada hari Minggu bahwa Amerika Serikat tidak terlibat dalam ledakan itu. (Reuters/The Epoch Times/waa)

Simak juga, Pengakuan Dokter yang Dipaksa Panen Organ Hidup :

https://youtu.be/0x2fRjqhmTA