Lembaga Pemikir Amerika Serukan Dukungan Senjata Untuk Pemberontakan Venezuela

EpochTimesId – Rezim sosialis di Venezuela menghasilkan eksodus massal terbesar dalam sejarah Amerika Latin. Kini, sebuah lembaga pemikir terkemuka di Washington DC, mengatakan waktu untuk bernegosiasi dengan rezim otoriter sudah berakhir.

Lembaga non-partisan itu, Center for Security Policy (CSP/Pusat Kebijakan Keamanan) mengeluarkan sebuah pernyataan baru-baru ini. Mereka mendukung pemerintah Amerika Serikat untuk membantu rakyat Venezuela dalam mengambil kembali negara mereka sendiri dari penguasa diktator, Nicolás Maduro.

CSP merekomendasikan agar Amerika Serikat menyediakan senjata dan pelatihan untuk orang-orang Venezuela yang memiliki kemampuan. Namun, pemerintah AS diminta tidak terlibat langsung dalam perang tersebut.

CSP yang bersandar pada neokonservatif dan dipimpin oleh alumnus pemerintahan Reagan, Frank Gaffney, meyakini bahwa rezim Venezuela mempromosikan subversi regional dan destabilisasi. Oleh karena itu, staf CSP berpendapat bahwa kerja sama AS dengan sekutu regional untuk memberikan bantuan yang diperlukan oleh rakyat Venezuela untuk menyelesaikan masalah bisa menghasilkan keuntungan bersama.

“Bantuan militer dari Amerika Serikat dapat disertai dengan bentuk dukungan dari negara-negara sahabat yang saling melengkapi. Misalnya, tetangga-tetangga Venezuela, khususnya Kolombia dan Brasil, dapat mengizinkan pasukan perlawanan Venezuela untuk memasang pangkalan aman dan pusat logistik di wilayah mereka. CSP juga menyarankan mengambil tindakan yang tepat terhadap pemerintah atau kelompok mana pun yang menentang upaya itu,” ujar CSP dalam rilisnya.

Pidato Presiden Amerika Serikat, Donald Trump di Majelis Umum PBB pada September 2018 memotivasi CSP untuk mengeluarkan keputusan singkat ini. Trump dan Nikki Haley, duta besar AS untuk PBB, menyerukan pemulihan demokrasi di negara Amerika Selatan dan mendorong oposisi Venezuela untuk membela kebebasan dan keamanan mereka.

Lebih lanjut, CSP berpendapat bahwa proposalnya konsisten dengan strategi dan kebijakan keamanan nasional Presiden Trump. Organisasi ini telah berbicara positif tentang kebijakan pemerintah AS dan cita-cita yang dianut, sejak menjabat pada Januari 2017.

“Daripada melarikan diri dari tanah air mereka untuk mencari peluang di seluruh benua, CSP meyakini penduduk setempat harus menghadapi rezim Marxis yang diprakarsai oleh mendiang Presiden Hugo Chavez, yang berkuasa dari 1999 hingga 2013. Membuat program untuk menyediakan bagi banyak migran Venezuela tidak tepat, ketika tidak melakukan apa pun untuk membasmi sumber infeksi. Di luar krisis domestik Venezuela, rejim otoriter memiliki hubungan dengan pihak-pihak bermasalah, seperti rezim komunis Kuba dan Tiongkok, serta Iran, dan Rusia. Rezim otoriter juga bekerjasama dengan sejumlah kelompok teroris seperti Hizbullah.”

Intervensi militer AS telah menjadi masalah debat publik dalam lingkup politik. Misalnya, Senator Republik Florida Marco Rubio, yang adalah penasehat dekat Trump pada isu-isu Amerika Latin, percaya bahwa panorama Venezuela mengancam keamanan AS dan regional. Bagi Rubio, ini adalah argumen yang sangat kuat bagi Amerika Serikat untuk campur tangan di Venezuela dan melawan rezim otoriter.

Namun, Shannon O’Neil, seorang rekan senior untuk Studi Amerika Latin di Dewan Hubungan Luar Negeri, berpendapat bahwa intervensi militer AS bukanlah cara terbaik untuk mencapai perubahan politik di Venezuela. Perhatiannya adalah lingkup besar negara, “Venezuela tidak seperti Grenada atau Panama, dua negara Amerika Latin yang diserang oleh AS selama hari-hari terakhir penutupan Perang Dingin.”

Konsultan politik dan keamanan James Bosworth sangat prihatin bahwa Amerika Serikat tidak bertindak, “Semua negara utama di belahan bumi, terutama tetangga terdekat Venezuela, perlu berkoordinasi dan mencapai kesepakatan tentang tanggapan yang tepat hari ini dan juga bagaimana meningkatkan respon itu jika dibutuhkan pada masa depan.”

Presiden Kolombia, Iván Duque sudah melakukan perlawanannya terhadap setiap intervensi militer sepihak. Keyakinannya saat ini adalah, bahwa Amerika Latin tidak mendukung konfrontasi militer dengan Chavistas di Venezuela.

Duque percaya bahwa strategi yang paling tepat adalah mengisolasi rezim Maduro dalam urusan diplomatik. Namun, Duque dan Trump akan mengadakan pertemuan pada bulan November dan kemungkinan akan membahas bagaimana mengatasi masalah regional ini.

Sedangkan Brasil, kini sedang bersiap menggelar pemilihan presiden. Sehingga kecenderungan kebijakan luar negeri untuk tahun-tahun mendatang, masih menunggu hasil pemilu. Namun, Menteri Pertahanan Brasil, Joaquim Silva e Luna menepis anggapan bahwa negaranya akan mendukung intervensi militer di Venezuela.

Sejarawan Argentina Carlos Sabino, yang tinggal di Venezuela selama bertahun-tahun, meyakini bahwa intervensi militer dapat membawa masalah baru dan berdampak lebih parah ke Venezuela, meskipun tidak boleh dikesampingkan. Rezim otoriter yang telah mengubah Venezuela menjadi ‘hancur’ memang seolah-olah baru saja selesai berperang. Rezim kemungkinan akan menggunakan perang, jika terjadi, untuk membenarkan kediktatorannya.

Ketakutan Sabino adalah bahwa, rezim Venezuela akan lebih kuat menggemakan retorika nasionalis dan anti-imperialis. Intervensi AS akan di kemas untuk membuktikan bahwa kebijakan sosialis mereka adalah yang benar dan terbaik.

“Ini (perang) akan menjadi peluang emas bagi Maduro dan kroni-kroninya untuk mendapatkan gengsi dan legitimasi yang tidak mereka miliki saat ini,” ujar Carlos Sabino. (PAZ GÓMEZ/The Epoch Times/waa)

Video Pilihan :

https://www.youtube.com/watch?v=JGc59EiEYwQ

Simak juga, Pengakuan Dokter yang Dipaksa Panen Organ Hidup :

https://youtu.be/0x2fRjqhmTA