Ketidakpastian Brexit Mulai Persulit Perusahaan Inggris

EpochTimesId — Dunia bisnis di Inggris menderita ketidakpastian terkait Brexit, atau keluarnya Inggris Raya dari Uni Eropa. Kini, ekspor mulai melambat, kesulitan perekrutan tenaga kerja meningkat, dan rencana investasi mulai dikurangi. Dua survei terpisah menunjukkan hal itu pada 8 Oktober 2018 waktu setempat.

The British Chambers of Commerce (BCC) mengatakan survei terhadap 5.600 perusahaan, yang terbesar dari jenisnya di Inggris, menunjukkan perusahaan jasa yang paling kesulitan menemukan staf sejak survei pertama digelar pada tahun 1989. Pertumbuhan dalam ekspor manufaktur juga menjadi yang paling lambat sejak akhir 2016.

“Angka-angka ini memperkuat apa yang kita dengar dari pelaku bisnis di seluruh negeri. Ketidakpastian atas Brexit, dan kurangnya gerakan berani untuk meningkatkan bisnis di dalam negeri, mulai ‘menggigit’,” kata Direktur Jenderal BCC, Adam Marshall.

Minggu lalu Perdana Menteri Theresa May mengatakan kepada Partai Konservatif agar mendukung rencana kerjanya setelah Inggris resmi meninggalkan Uni Eropa. Inggris kini memasuki bagian paling sulit dari negosiasi dengan UE.

Sumber-sumber diplomatik mengatakan pada Reuters, akhir pekan lalu, bahwa perunding Brexit dari Uni Eropa melihat ‘perjanjian perceraian’ sudah ‘sangat dekat’.

Perekonomian Inggris telah tertinggal dari tingkat pertumbuhan pada banyak negara kaya lainnya selama sebagian besar periode, sejak voting Brexit 2016 memutuskan untuk meninggalkan Uni Eropa.

Survei triwulanan BCC menunjukkan bahwa persentase bisnis jasa yang ingin merekrut lebih banyak staf selama tiga bulan ke depan, turun menjadi 47 persen dari sebelumnya mencapai 60 persen. Ini adalah pertumbuhan terendah sejak kuartal pertama 1993. Tujuh puluh dua persen perusahaan melaporkan kesulitan dalam perekrutan, tertinggi pada catatan.

Untuk perusahaan produsen, pertumbuhan dalam penjualan ekspor dan pesanan ekspor baru adalah yang paling lambat sejak akhir 2016.

“Weaker sterling tidak lagi memberikan keuntungan bagi banyak eksportir kami, sementara belanja konsumen gagal meningkatkan pasar domestik,” kata Marshall.

Secara terpisah pada hari Senin (8/10/2018), perusahaan akuntansi Deloitte mengatakan survei terhadap kepala petugas keuangan menunjukkan belanja bisnis yang lebih lambat. Demikian juga perekrutan tenaga kerja setelah Brexit.

“Hanya 13 persen dari CFO yang optimis tentang prospek perusahaan mereka. Jika dibandingkan dengan tiga bulan lalu, persentase itu turun dari 24 persen pada Juli,” kata Deloitte.

Tujuh puluh sembilan persen mengatakan mereka memperkirakan lingkungan bisnis jangka panjang menjadi lebih buruk sebagai akibat meninggalkan Uni Eropa, bagian tertinggi sejak voting Brexit 2016.

David Sproul, kepala eksekutif Deloitte North West Europe, mengatakan kepercayaan bisa pulih jika Inggris mendapatkan kesepakatan dengan Uni Eropa, setelah nanti resmi meninggalkan blok ekonomi Eropa itu.

“Kesepakatan dengan periode transisi yang masuk akal akan menghilangkan ketidakpastian dan harus memberikan dorongan nyata untuk semangat bisnis,” kata Sproul.

Ekonom yang disurvei oleh Reuters memperkirakan data resmi yang akan dirilis pada hari Rabu (10/10/2018) akan menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang solid sebesar 0,6 persen untuk tiga bulan hingga Agustus. Meskipun kinerja ‘year-to-year’ diperkirakan kurang mengesankan, hanya di angka 1,5 persen.

Sebagian besar pertumbuhan dalam ekonomi tahun ini telah didorong oleh pengeluaran konsumen yang lebih kuat dari perkiraan. Meskipun tekanan yang terus menerus pada daya beli mereka oleh inflasi berjalan lebih tinggi dari pertumbuhan upah.

Bulan lalu, BCC memprediksi pertumbuhan untuk 2018 akan melambat menjadi 1,1 persen. Pertumbuhan yang terlemah sejak akhir resesi 2008-2009. (Reuters/The Epoch Times/waa)

Video Pilihan :

https://www.youtube.com/watch?v=JGc59EiEYwQ

Simak juga, Pengakuan Dokter yang Dipaksa Panen Organ Hidup :

https://youtu.be/0x2fRjqhmTA