Perspektif Substansi Hubungan Tiongkok – Jepang

Xia Xiaoqiang

Pada 25 Oktober lalu, Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe melakukan kunjungan resmi ke RRT, ini adalah untuk kali pertama kunjungannya ke RRT pasca ia terpilih kembali sebagai PM sejak tahun 2012.

RRT dan Jepang pada 26/10 telah menandatangani serentetan perjanjian, diantaranya termasuk perjanjian pertukaran mata uang sebesar US$ 30 Miliar (447 triliun Rupiah) yang berlaku 3 tahun antara bank sentral kedua negara, perjanjian kerja-sama pengembangan proyek luar negeri dan lain-lain.

Abe mengatakan, perjanjian-perjanjian tersebut merupakan permulaan dari “titik balik bersejarah”, PM RRT Li Keqiang menyatakan bahwa hubungan RRT-Jepang telah kembali pada jalur yang benar.

Pengamat luar ada yang berpendapat, hubungan kedua negara yang pernah terjebak dalam kesulitan itu, kini telah mengalami penataan kembali.

Benarkah demikian ?

Pada (15/9/2012) silam, 52 kota di RRT telah terjadi aksi anti Jepang untuk pertahankan pulau Diaoyu (Senkaku) yang “terorganisir”, akhirnya berubah menjadi insiden pengrusakan, perampokan dan pembakaran terhadap warga RRT sendiri, sejumlah besar mobil buatan Jepang dihancurkan dan pertokoan dijarah.

Sesungguhnya, perselisihan antara RRT – Jepang tidak hanya masalah teritorial saja, penguasa RRT selalu tidak tertarik masalah wilayah, dari Mao Zedong hingga Jiang Zemin, wilayah negara yang telah dijual/dilepas entah beberapa kali lipat banyaknya dari pulau Diaoyu.

Masalah Jepang, selama bertahun-tahun belakangan ini selalu menjadi sebuah kartu genggaman PKT, dan segala tindakan yang dilakukan oleh PKT didalam negeri maupun internasional, boleh dikata sebagian besar merupakan operasi yang diskenario demi mempertahankan kestabilan kekuasaannya sendiri.

Berhubung sisa-sisa sentimen/rasa permusuhan dalam sejarah Sino-Jepang maka oleh PKT, Jepang disalahgunakan sebagai musuh imajinasi yang ideal, ketika kekuasaan PKT sedang mengalami krisis besar, dalam rangka mengalihkan perhatian atau memindahkan krisis itu kesana. Dan dikarenakan hubungan Amerika dan Jepang sangat akrab, maka dalam puluhan tahun ini media PKT dengan sekuat tenaga selalu anti AS dan anti Jepang.

Sejak Trump menjabat sebagai presiden AS, ia mulai melancarkan strategi diplomatik keras terhadap PKT, terutama setelah terjadi perang dagang dengan RRT dalam tahun ini, wakil presiden AS Mike Pence mengumumkan deklarasi “perang” terhadap PKT, menandakan hubungan RRT-AS betul-betul telah berubah arah, menjadi: RRT-AS menuju zaman konfrontasi secara menyeluruh, PKT menghadapi krisis kekuasaan yang amat besar. Di bawah latar belakang tersebut, PKT membutuhkan peredaan hubungannya dengan Jepang, juga sekalian butuh memecah belah hubungan antara AS dan Jepang.

Hubungan Sino-Jepang dalam sejarah sangatlah panjang, penuh dengan cinta dan benci. Walau kebudayaan Jepang berasal dari masa kejayaan dinasti Tang – Tiongkok. Namun, sejak memasuki zaman modern, melalui kebijakan Restorasi Meiji pada abad XVIII dengan cepat Jepang menjadi salah satu negara militer yang terkuat di dunia, dan secara bertahap menapaki jalan menuju ekspansi.

Pasca Perang Dunia ke-2, timbul semacam pemikiran menebus dosa terhadap Tiongkok. Meskipun pampasan perang yang diusulkan ditolak oleh Mao Zedong. Namun bantuan proyek ODA (Official Development Assistance) kepada pemerintah RRT yang dimulai sejak 1979, hingga kini telah mencapai 225 miliar RMB, bermanfaat bagi perkembangan pembangunan infrastruktur dan perkembangan ekonomi RRT.

Kali ini Abe mengunjungi RRT, dibalik permukaannya yang menuju peredaan hubungan RRT-Jepang, sesungguhnya keadaan sebenarnya bukanlah demikian.

Kunjungan Abe atas keperluan politik dan strategi negara, secara permukaan telah meredakan hubungan RRT-Jepang, namun sebelum kunjungan tersebut Abe telah melakukan beberapa hal, sesungguhnya inilah substansi dan kebenaran hubungan RRT-Jepang.

Pertama, pada 14/10 Abe tampil dalam parade Pasukan Bela Diri Jepang, mengeluarkan isyarat kuat akan melakukan perubahan “Konstitusi” dan mencabut “Konstitusi” nomor 9 dan agar Pasukan Bela Diri Jepang diubah menjadi Pasukan Pertahanan Nasional Jepang.

Berhubung setelah PD-II, Amerika membantu Jepang membangun kebali negaranya dengan menandatangani “Perjanjian Kerjasama dan Keamanan Bersama AS-Jepang”, dimana AS bartanggung-jawab atas keamanan nasional Jepang, Konstitusi baru akan menjadikan Jepang sebagai negara normal yang memiliki kekuatan militer, yang telah mendapat restu dari AS.

Tindakan itu sesungguhnya merupakan aksi bersama AS-Jepang dalam rangka membendung RRT, juga secara bersamaan AS mundur dari “Perjanjian Permusnahan Rudal Jarak Menengah dan Menengah Pendek  AS-Rusia”. Ini merupakan sikap keras yang ditampilkan Jepang kepada RRT.

Kedua, mengumumkan diberhentikannya proyek ODA, bantuan untuk RRT, proyek yang telah disebut diatas.

Kedua masalah ini sesungguhnya telah menentukan substansi hubungan antara RRT-Jepang kelak, AS-Jepang masih saja tetap sebagai sekutu yang bersama-sama membendung PKT.

Ada yang berpendapat, penandatanganan “Perjanjian Pertukaran Mata Uang RRT-Jepang” antara bank RRT dengan bank Jepang kali ini, makna simbolisnya lebih besar dari efek yang sebenarnya.

Pertukaran mata uang merupakan tindakan standar dalam hubungan mata uang luar negeri beberapa tahun belakangan ini, dewasa ini Beijing telah menandatangani perjanjian tersebut dengan lebih dari 30 negara di dunia, antara lain dengan Korea Selatan, Rusia, Australia, Malaysia, Pakistan dan lain-lain.

Maka yang paling krusial adalah adanya perbedaan mendasar dan berlawanan dalam aspek ideologi, inilah yang membuat “persahabatan” antara RRT-Jepang hanya bagaikan bulan dalam air atau bunga dalam kaca cermin.

Setelah PD-II abad lalu, dibidang ekonomi dan sistemnya, Jepang mengandalkan bantuan Amerika, menggunakan sistem perdagangan bebas dan sistem konstitusi Barat, sama sekali bertolak-belakang dengan sistem komunisme. Dari sudut pandang lain, dalam PD-II Jepang bak kerasukan iblis, terjerumus kedalam medan perang Tiongkok, jelas merupakan sebuah tragedi dan kesalahan.

Dalam ketakutan dan penolakan terhadap komunisme merah Uni Soviet, selain Jepang, Jerman dan Itali yang telah meneken “Protokol Internasional Anti Komunis”, AS, Inggris, Perancis dan negara-negara lain, juga menganggap komunisme sebagai musuh. Itulah sebabnya, boleh dibilang PD-II merupakan sebuah tragedi yang salah kaprah, AS, Inggris dan Perancis dengan Jerman, Itali dan Jepang yang sama-sama anti komunis, telah saling membunuh.

Walau pada akhirnya telah tercapai apa yang disebut Kemenangan “Perang Anti Fazisme Dunia”, namun juga membuat komunisme berkembang pesat di seluruh dunia.

Maka dari itu, PKT kini telah menjadi sebuah negara rezim komunisme terbesar dan terakhir di dunia, dalam hal ideologi, tidak mungkin berdampingan, malah tepatnya adalah secara alami berlawanan dengan negara-negara Barat yang diwakili oleh AS dan Jepang.

Menyongsong datangnya zaman dan era baru, pemerintahan Trump juga sedang mengubah situasi dan tatanan pilitik dunia, agar tragedi dan kesalahan sejarah tidak akan terulang kembali.

Kerjasama Amerika Serikat, Eropa dan Jepang yang bergandengan tangan dalam membendung Pola Dunia dari PKT sedang terbentuk. Inilah substansi dan kebenaran dari hubungan RRT-Jepang kini. (TYS/WHS/asr)