Pengadilan UE Tegaskan Inggris Dapat Batalkan Brexit Tanpa Persetujuan Negara Lain

EpochTimesId – Inggris dapat membatalkan keputusan mereka untuk keluar dari Uni Eropa atau Brexit (British Exit) tanpa persetujuan negara-negara anggota Uni Eropa. Pengadilan Uni Eropa juga memutuskan dan memberikan jalan konstitusional untuk anggota parlemen Inggris, sehari sebelum pemungutan suara penting untuk meninggalkan Uni Eropa.

Keputusan itu akan memperkuat kampanye untuk referendum kedua tentang Brexit. Hal ini memungkinkan Inggris untuk membatalkan ‘granat Brexit’ sebelum ‘meledak’ pada 29 Maret 2019, tanpa kehilangan pengaturan yang sudah ada antara Inggris dan Uni Eropa.

Putusan pada 10 Desember 2019, sejalan dengan saran dari ‘Advocate General of the court’, pekan lalu.

Sebelum putusan itu, belum jelas apakah Inggris akan membutuhkan persetujuan dari semua 27 negara anggota jika ingin bergabung kembali dengan persyaratan yang sama, seolah-olah tidak ada yang terjadi. Secara teori, salah satu negara UE bisa saja menggagalkan proses itu dengan menuntut renegosiasi isu-isu seperti hak memancing, atau bahwa Inggris wajib bergabung dengan (mata uang) Euro.

Inggris dan Uni Eropa akan berada pada akhir periode interim dimana mereka sudah memutuskan untuk berpisah, tetapi kini masih bersatu. Karena mereka menandatangani ‘perjanjian perceraian’ untuk resmi berpisah pada 29 Maret 2019.

Anggota parlemen Inggris akan memberikan suara pada versi draf dari ‘perjanjian perceraian’ itu pada 11 Desember 2018. Perdana Menteri Theresa May berencana menjadikannya sebagai pengambilalihan atau membiarkannya memilih: menerima kesepakatan itu atau meninggalkan Uni Eropa tanpa kesepakatan.

Namun, anggota parlemen pekan lalu menggelontorkan pilihan ketiga untuk pemungutan suara, membuka jaringan kemungkinan yang membingungkan, termasuk referendum kedua dan kemungkinan menjungkirbalikkan Brexit.

Pasal 50 dari perjanjian keanggotaan Uni Eropa jelas bahwa Brexit dapat dihentikan kapan saja dalam waktu dua tahun, sepanjang semua dari 27 negara anggota dan Inggris setuju. Namun, tidak jelas apakah Inggris dapat memutuskan sendiri bahwa mereka tidak lagi ingin pergi.

Untuk menjawab pertanyaan itu, anggota parlemen Skotlandia yang menentang Brexit mengajukan petisi di pengadilan Skotlandia, dan memicu permintaan untuk digelarnya Pengadilan Eropa (ECJ), pada 21 September 2018.

Kasus pengadilan ECJ dipercepat, dengan keputusan yang datang pada 10 Desember, tepat sebelum pemilihan parlemen penting.

Pengadilan mengatakan dalam pernyataan, “Ketika Negara Anggota telah memberitahukan Dewan Eropa tentang niatnya untuk menarik diri dari Uni Eropa, seperti yang telah dilakukan Inggris, Negara Anggota bebas untuk mencabut secara sepihak pemberitahuan itu.”

Inggris hanya perlu menulis surat kepada Dewan Eropa sesuai dengan persyaratan konstitusional Inggris.

“Kemungkinan itu ada selama kesepakatan penarikan antara Uni Eropa dan Negara Anggota itu belum diberlakukan,” kata pernyataan itu. “Atau, jika tidak ada kesepakatan seperti itu telah disimpulkan, selama periode dua tahun dari tanggal pemberitahuan niat untuk menarik diri dari Uni Eropa, dan segala kemungkinan perpanjangan, belum berakhir.”

Perdana Menteri Inggris Theresa May di Kawasan Downing Street di London, Inggris. (Toby Melville/REUTERS/TheEpochTimes)

Hanya Mimpi Buruk
Pemerintahan Theresa May bersikeras bahwa tidak akan ada jalan kembali dari Brexit, tetapi angin politik telah mulai membangun potensi referendum kedua. Karena kesepakatan Brexit yang dinegosiasikan, tampaknya semakin tidak mungkin untuk mendapatkan persetujuan dari anggota parlemen Inggris.

May telah bersikeras bahwa anggota parlemen hanya memiliki dua pilihan: menerima kesepakatan negosiasinya, atau “crash out” (keluar tanpa kesepakatan kerjasama) dengan Uni Eropa. Tetapi, banyak anggota parlemen menolak pilihan biner ini, dan percaya bahwa ada cara ketiga.

Jika Inggris membutuhkan izin dari semua 27 negara anggota Uni Eropa untuk membalikkan Brexit, maka secara efektif bisa berakhir dengan menegosiasikan kembali keanggotaannya.

Keanggotaan Inggris, bukanlah keanggotaan standar di UE. Selama bertahun-tahun, Inggris dan UE telah merundingkan berbagai tunjangan yang diatur dan menghindar dari perjanjian-perjanjian standar. Inggris diantaranya mempertahankan mata uangnya sendiri dan rabat yang bagus. Jika Inggris ingin tetap menjadi anggota, negara-negara UE mungkin memutuskan bahwa mereka perlu memulai kembali dengan paket standar. (SIMON VEAZEY/The Epoch Times/waa)

Video Pilihan :

https://youtu.be/fTKcu82AtsA

Simak Juga :

https://youtu.be/rvIS2eUnc7M