Seberapa Besar Harga yang Harus Dibayar Pertumbuhan Ekonomi Tiongkok?

Yuan Bin

Untuk memahami secara tuntas fakta di balik pertumbuhan ekonomi RRT, tidak hanya harus memahami siapa yang menuai manfaat di baliknya, tapi juga harus mengetahui persis seberapa besar harga/tumbal yang harus dibayar untuk itu.

Semua orang yang memiliki pengetahuan ekonomi akan tahu, menilai pertumbuhan suatu ekonomi, tidak bisa hanya dilihat manfaatnya, juga harus dihitung biayanya.

Hanya setelah semua biaya dikeluarkan, maka akan bisa dinilai seberapa besar efek bersih pertumbuhan ekonomi (dengan kata lain ‘kadar kemurniannya’).

Efek bersih belum tentu berbanding lurus dengan manfaatnya. Setinggi apa pun manfaatnya, betapa pun mentereng angkanya, tapi jika biayanya tak kunjung dapat diturunkan, maka efek bersih (netto) pertumbuhan ekonomi pun dipastikan tidak akan besar.

Dari sudut pandang ini melihat pertumbuhan ekonomi RRT, maka yang disebut sebagai “keajaiban RRT” akan segera terungkap kedoknya.

Menurut penjelasan pakar ekonomi, pertumbuhan ekonomi terkait erat dengan kekayaan rakyat adalah penjumlahan dari aset negara ditambah dengan kekayaan alam.

Pertumbuhan ekonomi memang dapat menciptakan kekayaan, mendatangkan manfaat, menimbulkan efek, tapi karena keterbatasan pemahaman manusia dan relativitas kemajuan teknologi, dalam proses menciptakan kekayaan itu tak terhindarkan menyebabkan hilangnya sebagian kekayaan yang telah dimiliki, dengan kata lain, harga atau pengorbanan yang harus dibayar, adalah biaya untuk meraih pertumbuhan ekonomi tersebut, juga merupakan efek negatif dari pertumbuhan ekonomi itu.

Secara konkrit, yang dimaksud dengan biaya ini adalah biaya alam dan biaya sosial yang ditimbulkan di luar dari biaya produktivitas untuk menghasilkan pertumbuhan ekonomi itu, di antaranya termasuk biaya lingkungan hidup dan biaya sumber daya alam.

Lalu biaya sosial antara lain adalah biaya akibat kerugian ekonomi yang timbul karena faktor-faktor sosial seperti pembagian tak merata, separatisasi masyarakat, tidak terjaminnya hak buruh, rendahnya pendidikan, populasi kehilangan kendali, manajemen yang buruk dan moralitas yang merosot.

Jelas, hanya jika manfaat pertumbuhan ekonomi lebih besar daripada biaya, maka kekayaan masyarakat baru akan bertambah, efek bersih pertumbuhan ekonomi yang dihasilkan pun akan positif, artinya kadar kemurniannya tinggi; sebaliknya, bila biaya lebih besar dari manfaatnya.

Maka kandungan kekayaan masyarakat justru akan berkurang, efek bersih pertumbuhan ekonomi yang dihasilkan adalah negatif, maka pertumbuhan ekonomi ini hanya akan menjadi jual beli yang merugikan dan sia-sia saja.

Sementara data PDB sebagai rapor pertumbuhan ekonomi yang dibanggakan RRT, sama sekali belum dikurangi dengan berbagai biaya alam dan biaya sosial, dan hanya memberitahu kita berapa banyak kekayaan masyarakat telah bertumbuh dan seberapa besar efek positif pertumbuhan ekonomi, tanpa memberitahu kita seberapa besar biaya pertumbuhan ekonomi yakni efek negatifnya.

Setelah membayar biaya menimbulkan efek negatif tersebut, perubahan seperti apa yang akan terjadi terhadap keseluruhan simpanan kekayaan milik masyarakat itu, apakah bertambah atau berkurang, jika bertambah seberapa besar pertambuhannya dan lain-lain. Bahkan para elit statistik pemerintah RRT pun mengakui bahwa “PDB tidak bisa secara tepat mencerminkan pertumbuhan kekayaan”.

Untuk menambal kebocoran besar pada PDB, untuk secara tepat mencerminkan kondisi perubahan simpanan kekayaan yang juga efek bersih pertumbuhan ekonomi, para ekonom luar negeri mengemukakan konsep PDB Hijau sebagai pondasi PDB.

Sejak tahun 70an abad lalu, PBB dan World Bank telah secara intensif melakukan riset terhadap PDB Hijau dan mendorong penerapannya.

Yang dimaksud dengan “PDB Hijau” secara singkat adalah, dari PDB yang ada sekarang dikeluarkan biaya alam dan biaya sosial yang timbul, sehingga didapatlah total kekayaan warga yang sesungguhnya.

Dengan kata lain, hanya setelah biaya alam dan biaya sosial dikeluarkan dari PDB, baru bisa terlihat apakah pertumbuhan ekonomi itu benar-benar nyata telah mendatangkan pertumbuhan bersih pada kekayaan rakyat atau tidak?

Jika terjadi pertumbuhan bersih, apakah sejalan dengan PDB? Dalam satu kata, akan bisa terlihat seberapa besar efek bersih dari pertumbuhan ekonomi itu yang sebenarnya.

Ketua tim Pengembangan Strategi Berkesinambungan dari Akademi IPTEK Tiongkok yakni Profesor Niu Wenyuan pada Konferensi tahun 2001 Forum Milenium 21 pernah mengungkapkan, “Hasil rata-rata dari perhitungan selama bertahun-tahun menunjukkan, PDB dalam pertumbuhan ekonomi di Tiongkok, setidaknya 18% didapat berkat ‘menguras’ sumber daya alam dan ekosistem, harga sebesar ini masih tetap eksis di dalam pertumbuhan ekonomi kita sekarang.”

Tanggal 5 Juni 2006, wakil Biro Pusat Perlindungan Lingkungan Hidup Nasional Zhu Guangyao pada konferensi pers yang digelar oleh Kantor Publikasi Dewan Negara saat merilis buku putih “Perlindungan Lingkungan di Tiongkok (1996-2005)” mengungkapkan, instansi terkait telah melakukan riset, pada pertengahan era tahun 90an lalu hasil analisa adalah 8% dari PDB, sementara angka yang didapat World Bank adalah 13%.“

“Atas dasar survey di wilayah barat kami kembali melakukan analisa, hasilnya kerugian yang timbul adalah sekitar 11%. Sudut pandang dari beberapa angka ini berbeda, selisihnya agak besar, secara keseluruhan, kira-kira sebesar 10%.”

Menurut majalah “Ban Yue Tan” yang memuat artikel berjudul “Di Balik Keajaiban Tiongkok: Kecondongan Pada Pengembangan Ekonomi Jangka Panjang Abaikan Siklus Alam” memberitahu kita: menurut data dari instansi terkait, sejak tahun 2002~2006 selama 5 tahun pencemaran lingkungan telah mengakibatkan kerugian ekonomi secara langsung sebesar hampir RMB 600 juta terhadap Tiongkok.

Jika dihitung dari sudut pandang kerusakan ekosistem, setiap tahun kerusakan ekosistem di Tiongkok menyebabkan kerugian ekonomi sebesar RMB 2,6 trilyun (5.484 triliun Rupiah) atau sekitar 12% dari PDB.

Menurut “Laporan Umum Statistik Lingkungan Nasional”, antara tahun 2000~2006 di seluruh negeri telah terjadi 11.706 kali pencemran lingkungan dan tragedi pengrusakan.

Di tahun 2006 saja pencemaran lingkungan dan pengrusakan di seluruh negeri sebanyak 842 kali, atau rata-rata setiap hari terjadi 2 kali, yang mengakibatkan kerugian ekonomi secara langsung senilai lebih dari RMB 100 juta.

Menurut kekayaan rata-rata per kapita yang dihitung oleh World Bank dengan menggabungkan biaya alam, biaya produksi, biaya tenaga kerja dan biaya sosial, maka rata-rata kekayaan di Tiongkok adalah USD 6.600 atau setara dengan 7,7% dari standard rata-rata dunia menduduki posisi 161 dari 192 negara.”

Seorang ahli ekonomi bernama Profesor Liu Shengjun dengan lugas berkata, “Jika mempertimbangkan biaya pencemaran lingkungan yang sangat tinggi itu, maka PDB Tiongkok sebenarnya tidak bertumbuh. Dengan kata lain, ekonomi telah terperosok di dalam kondisi ‘zero-sum game’, dengan kata lain, begitu biaya alam yang besar itu dikeluarkan, maka PDB Tiongkok akan menyusut drastis.

Yang patut ditekankan adalah, uraian di atas hanyalah biaya alam dalam pertumbuhan ekonomi Tiongkok saja. Hingga saat ini, pemerintah RRT belum mengumumkan biaya sosial terkait pertumbuhan ekonomi ini, tapi dari data yang telah ada bisa dihitung, biaya ini tidak kecil.

Bayangkan, jika bagian dari biaya ini dikeluarkan lagi, berapa besar lagi PDB RRT akan menyusut? Yang disebut sebagai “keajaiban Tiongkok”, pada akhirnya adalah pertumbuhan nol yang hanya dipermainkan saja, bahkan sangt mungkin adalah suatu jual beli yang merugikan. (Sud/WHS/asr)

Bersambung