Kim Jong-Un Intens Kunjungi Beijing, Adakah Variabel Perundingan AS-Tiongkok-Korut?

Tang Hao

“Kim Jong-Un diam-diam berkunjung ke RRT?” Tanggal 7 Januari, sejumlah media massa internasional memberitakan, serangkaian gerbong KA yang mengangkut pejabat tinggi Korut melaju masuk ke perbatasan Tiongkok, sepanjang jalan penjagaan pun sangat ketat, tak lama kemudian media massa PKT maupun Korut membenarkan informasi tersebut, hal ini menjadi sorotan seluruh dunia, juga membuat dunia kembali fokus pada apakah kemungkinan timbul variabel.pada perundingan denuklirisasi antara AS dan Korut?

Walaupun pasca perundingan Trump-Kim yang lalu, pihak Korut secara berangsur mengembalikan sisa jasad tentara AS korban Perang Korea dan menghancurkan fasilitas uji coba rudal dan lain-lain, namun Korut belum melakukan tindakan konkrit yang sesuai dengan CVID denuklirisasi.

Banyak laporan menunjukkan, bahwa diam-diam Korut masih terus mengembangkan senjata nuklirnya, menuai kritik masyarakat internasional yang meragukan komitmen Korut.

Tapi sejak paruh akhir tahun lalu lewat media resminya, Korut telah bergembar-gembor kepada AS bahwa menyatakan pihaknya telah melakukan banyak kompromi. AS seharusnya mencabut sanksi ekonomi, betul-betul telah menampakkan muka tebal rezim komunis yang suka membual.

AS pun bergeming atas kepongahan Korut ini. Hingga Desember tahun lalu, pihak AS tiba-tiba mengumumkan pemberlakukan sanksi terhadap pejabat tinggi Korut yang merupakan orang kepercayaan Kim Jong-Un, yakni Choe Ryong-Hae dan 2 orang pejabat tinggi lainnya, aset mereka di AS telah dibekukan, sebagai peringatan terhadap pejabat Korut yang menindas rakyat, hal ini sangat mengejutkan pihak Korut.

Di hari tahun baru lalu, Kim Jong-Un menyampaikan pidato di televisi, dengan sikap yang kembali melunak. Kim Jong-Un menyatakan tekad Korut untuk melakukan denuklirisasi, setiap saat ia juga bersiap untuk bertemu lagi dengan Trump, namun ia juga menekankan, jika AS salah menafsir kesabaran Korut dan tetap memberlakukan sanksi, maka pihak Korut juga akan menempuh jalan lain.

Faktanya, pidato Kim Jong-Un kali ini justru menampakkan tujuan dan tuntutannya yang sebenarnya, termasuk: mencabut sanksi ekonomi dan Korut butuh bergegas mengembangkan ekonomi, serta menuntut AS-Korsel menghentikan latihan perang.

Yang lebih krusial adalah, Kim Jong-Un pada dasarnya mungkin tidak pernah berniat melucuti senjata nuklir, ‘denuklirisasi’ hanya sebagai kartu as agar bisa tarik ulur dalam negosiasi dengan AS; lalu dengan alasan demi ‘perdamaian di Semenanjung Korea.’ Menuntut Presiden Korsel Moon Jae-In agar menghentikan latihan perang dengan AS, pada akhirnya memaksa AS keluar dari Semenanjung Korea.

Kim Jong-Un Lontarkan Senjata Rahasia, Trump Hadapi Dengan Seni Negosiasi

Terhadap jurus Kim Jong-Un melemparkan senjata rahasia ini, Trump juga menangkisnya dengan Teknik seni perundingannya. Patut diperhatikan belum lama ini baik dalam perundingan denuklirisasi dengan Korut maupun dalam perundingan dagang dengan PKT, Trump secara terbuka bersikap bersahabat dan lapang dada serta menunjukkan perkembangan yang baik.

Di satu sisi menunjukkan bahwa AS penuh keyakinan dan berada di atas angin, di luar ajang perundingan membantu negosiasi dengan ‘momentum’; di sisi lain berniat menjaga ‘harga diri’ Kim Jong-Un dan Xi Jinping, menunjukkan itikad baik pada mereka, mempererat hubungan kedua pihak, agar dapat ‘melincinkan’ proses perundingan.

Akan tetapi, Trump tidak hanya menangkis serangan balik, ia juga mengeluarkan jurus dengan niat baik. Kembali Trump mengemukakan janjinya akan membantu Korut mengembangkan ekonomi bila Korut melucuti senjata nuklirnya, AS akan memberikan buah manis pertumbuhan ekonomi bagi Korut.

Menghadapi Korut yang selalu ‘bermain kartu nuklir’, Trump pun mengeluarkan ‘kartu ekonomi’ secara menyeluruh sebagai penangkis.

Di satu sisi menjatuhkan ekonomi sebagai tekanan untuk memaksa Korut men-denuklirisasi secara damai; di sisi lain untuk memotivasi Korut, ekonomi akan dibangkitkan agar mempercepat Korut denuklirisasi. Ekonomi, bisa dibilang merupakan kapak perang Trump dalam menghadapi rezim komunis dan rezim berandal.

PKT Lindungi Korut Berapa Pun Harga Yang Dibayar

Walaupun PKT berpura-pura saling independent dengan Korut, kenyataannya selama ini PKT diam-diam masih membantu dan mendukung Korut. Tujuannya agar rezim Korut menjadi tabir pelindung strategis di wilayah Asia Timur Laut bagi PKT, menjadi kartu as bagi PKT agar dapat menaikkan pamor dan hak suara diplomatik di atas pentas internasional.

Sekarang, PKT dan Korut kembali intens dan terang-terangan berkomunikasi, apakah menandakan duet PKT-Korut akan kembali ditampilkan pada pentas dunia? Apakah akan berdampak pada perang dagang AS-RRT dan negosiasi denuklirisasi Korut?

Ataukah, PKT dan Korut memilih momentum ini berhubungan secara instens, setelah mempertimbangkan pemerintah Trump saat ini tengah mengalami tekanan keras dari kaum oposisi di Kongres, dan akan segera mengalami tekanan menjabat kembali dalam pilpres mendatang. Sangat mungkin Trump akan terpecah perhatiannya, sehingga PKT dan Korut pun kembali berkonspirasi bersatu menjepit AS.

Hanya saja, PKT dan Korut sebaiknya tidak meremehkan, Trump tetap seorang Trump, keteguhannya menghadapi perjuangan melawan arus tidak pernah surut. Tekadnya untuk menjaga kepentingan AS tidak pernah goyah, sikap kerasnya terhadap rezim komunis dan rezim berandal tidak pernah berubah.

Namun, mantan Menhan Matisse yang dulu sempat menghalangi Trump untuk tidak menggunakan kekuatan militer terhadap Korut, sudah lengser dan pergi menjauh. (SUD/WHS/asr)