(Video) Melawan Gerakan Kremasi, Warga Bentrok Besar dengan Aparat di Guizhou, Tiongkok, Mobil-Mobil Dijungkirbalikkan

oleh Luo Ya

Baru-baru ini, Kota Duyun, ibu kota Qiannan Buyei dan Prefektur Otonomi Miao di provinsi Guizhou, Tiongkok mengeluarkan larangan penguburan jenazah warga yang meninggal dunia kecuali dengan cara kremasi.

Hal tersebut mengakibatkan ketidakpuasan masyarakat, apalagi sejumlah petugas dikirim ke lokasi untuk memaksa penggalian makam serta membawa paksa jenazah untuk dikremasi.

Warga yang marah menggunakan batu sebagai senjata untuk melakukan perlawanan dan membalik beberapa mobil aparat polisi. Konflik telah berlangsung selama beberapa hari.

Seorang warga bermarga Mu kepada reporter Epoch Times mengatakan, Sejak akhir tahun lalu pemerintah setempat melarang penguburan jenasah, dan menuntut agar orang yang meninggal dunia dikremasi.

Sebagian besar penduduk lokal adalah etnis minoritas, pemerintah tidak bernegosiasi dengan mereka tetapi memaksa kremasi dilaksanakan, sehingga menimbulkan ketidakpuasan di antara masyarakat.

BACA JUGA : Komunis Tiongkok Paksa Penduduk Hancurkan Tradisi Pemakaman Jenazah

Mr. Mu kemudian menambahkan bahwa akhir-akhir ini banyak terjadi insiden “penjarahan’ jenazah untuk dikremasi. Beberapa kasus berupa membuka paksa peti mati dan membawa jenazahnya untuk dikremasi. Konflik sebelumnya relatif kecil, dan keluarga mendiang tak berdaya.

Namun, pada 11 Januari, petugas pemerintah yang melakukan penggalian paksa menggali makam milik keluarga etnis minoritas, akhirnya mereka mulai memberontak dan bentrok dengan aparat sampai beberapa mobil polisi digulingkan dan dihancurkan.

Jumlah aparat polisi jauh lebih kecil dari jumlah warga yang berkerumun, sehingga memaksa mereka untuk kabur meninggalkan kendaraan-kendaraan di lokasi yang kemudian digulingkan dan dilempari batu oleh warga yang tak puas tindakan aparat.

Populasi setempat kira-kira 500.000 jiwa yang kebanyakan dari mereka adalah etnis minoritas. Karena banyak orang yang berada di jalan pada saat itu, polisi tidak berani melakukan kekerasan dan mungkin juga tidak mampu. Bahkan barangkali takut kalau konflik tidak teratasi. Hingga kini konflik tersebut telah berlangsung selama beberapa hari, demikian Mr. Mu.

Menurut informasi publik, Kota Duyun adalah ibu kota Qiannan Buyei dan Prefektur Otonomi Miao, berjarak 146 km dari Kota Kuiyang, ada 33 etnis minoritas yang tinggal di sana termasuk Bouyei, Miao, Shui dan Yao.

Mr. Mu juga memperkenalkan : “Adat istiadat etnis minoritas yang dianut adalah orang yang meninggal dunia harus dimakamkan. Mereka semua sudah memiliki sendiri tanah dan lereng bukit untuk digunakan sebagai makam keluarga. Mereka akan meminta pakar feng shui untuk menentukan lokasi yang baik buat pemakaman. Mereka tidak dapat menerima cara yang diterapkan pemerintah yaitu meminta keluarga untuk mengkremasi jenazah orang mati.”

Beberapa warganet lokal juga memperkenalkan bahwa insiden itu terjadi di tanah penguburan etnis Shui di Kota Duyun.

“Pemerintah tidak memberikan ijin untuk penguburan, mengambil paksa jenazah dan menggali kubur ! Pemerintah daerah berpikir bahwa etnis di sana campuran sehingga berpikir gampang diatasi. Namun di luar dugaan mereka menemui  perlawanan sengit. Sampai skarang konflik belum terselesaikan, tetapi beberapa kendaraan polisi, pemerintah telah dihancurkan, termasuk anggota polisi pun kena getahnya.”

Warganet juga menyebutkan bahwa insiden tersebut jadi ‘enak ditonton’ karena kebetulan terjadi pada saat anak-anak muda yang selama ini bekerja di luar daerah sudah balik kampung.

Warga di sana cukup kompak, etnisnya ada Shui, Miao, Bouyei. Mereka juga berbondong-bondong ikut dalam barisan menentang aturan pemakaman itu.

Ada juga warganet yang berkomentar : Akhir tahun adalah puncak “mempertahankan stabilitas”, berbagai jenis perlawanan muncul silih berganti ! (semoga saja) tirani berakhir pada tahun 2019 ! Awal yang baik adalah setengah dari kesuksesan, dan bagi mereka yang tidak ingin tertindas perlu segera bangun.”

Warganet lainnya menyampaikan : “Pemerintah segera akan menghadapi seluruh rakyat Tiongkok menggulingkan Partai Komunis Tiongkok.”

Pada bulan Agustus tahun lalu, banyak pemerintahan di Provinsi Jiangxi melakukan kampanye kremasi.

Segera setelah itu, muncul fenomena mengerikan seperti menggali kuburan,  mengeluarkan jenasah untuk dikremasi. Bahkan ada seorang tua yang rela mati dengan meneguk pestisida agar bisa dikebumikan sebelum kebijakan baru dilaksanakan. Namun, peti matinya pun tak luput dari dibuka paksa dan jenasahnya dibawa ke tungku kremasi.

Di sebuah lapangan yang cukup luas, terlihat ribuan peti jenasah yang sudah terbuka sedang dihancurkan pakai ekskavator. Setelah kemarahan publik meledak dan terekspos, gerakan kremasi terpaksa dihentikan oleh pemerintah. (Sin/asr)