Wakil Kepala Negara RRT : Tiongkok Membutuhkan Reformasi Struktural

oleh Gu Qinger

Menjelang negosiasi perdagangan memasuki putaran keenam, Wakil Kepala Negara RRT Wang Qishan yang menghadiri Forum Ekonomi Dunia di Davos, Swiss mengatakan ia juga sependapat bahwa Tiongkok harus secara aktif melakukan reformasi struktural.

Sebelumnya, perwakilan perdagangan AS mengatakan bahwa Tiongkok dan Amerika Serikat belum membuat kemajuan dalam masalah perbaikan struktural Tiongkok.

Forum Ekonomi Dunia yang berlangsung di Swiss berfokus pada pembahasan arah ekonomi Tiongkok.

Pada 23 Januari, Wang Qishan mengatakan dalam pidatonya bahwa Tiongkok harus secara aktif melakukan reformasi struktural. Ini adalah pertama kalinya pernyataan terbuka dari seorang pejabat tinggi komunis Tiongkok setelah berkobarnya perang dagang dan dijadikan syarat oleh AS untuk membuka kembali negosiasi.

Media resmi komunis Tiongkok, Xinhua News Agency tidak memblokir pernyataan Wang Qishan di atas dalam reportase mereka.

Namun, usai konsultasi pada tingkat wakil menteri antara Tiongkok dengan Amerika Serikat, pihak AS mengungkapkan bahwa dalam masalah reformasi struktural ekonomi yang dibahas kedua negara tersebut tidak membuat kemajuan berarti.

Menurut Reuters, Senator Republik AS Chuck Grassley mengutip apa yang disampaikan oleh Robert Lighthizer kepadanya bahwa, pembicaraan mengenai reformasi struktural yang dibahas ditingkat wakil menteri tidak membuat kemajuan berarti, seperti mengenai masalah kekayaan intelektual, pencurian rahasia dagang dan tekanan pada perusahaan untuk berbagi informasi.

Setelah pertemuan Trump – Xi Jinping pada 1 Desember tahun lalu di Buenos Aires Gedung Putih mengeluarkan pernyataan yang berbunyi bahwa Trump dan Xi Jinping sepakat untuk segera memulai negosiasi mengenai reformasi struktural.

Reformasi ini akan mecakup menghapus transfer teknologi wajib, perlindungan kekayaan intelektual, hambatan non-tarif, intrusi terhadap jaringan internet dan pencurian lewat cyber, perbaikan layanan serta produk pertanian.

Sejak aksesi di WTO, komunis Tiongkok selama bertahun-tahun selain tidak mematuhi aturan perdagangan internasional, juga melakukan pencurian hak kekayaan intelektual AS, juga diakibatkan oleh adanya ketidakseimbangan struktural pada struktur perdagangan antara AS dengan Tiongkok, sehingga Amerika Serikat harus mengalami defisit perdagangan antara USD. 3.5 ~ 4.2 triliun dalam 30 tahun terakhir.

Setelah penyelidikan oleh administrasi Trump, ditemukan bahwa berbagai komitmen Beijing di masa lalu tidak ada yang terpenuhi.

Liu He, Wakil Perdana Menteri Dewan Negara Tiongkok akan menghadiri Negosiasi putaran keenam yang akan diadakan di Washington DC pada 30-31 Januari nanti.

Sekarang berbagai pihak sedang menaruh perhatian tinggi tentang pernyataan yang dikeluarkan Wang Qishan menjelang negosiasi ini. Apakah statement yang ia sampaikan tersebut merupakan sebuah isyarat bahwa negosiasi akan mencapai kemajuan yang berarti?

Akibat terkena dampak dari perang dagang Tiongkok – AS, ekonomi Tiongkok telah melambat secara serius. Pada tahun 2018, data resmi yang dikeluarkan pihak berwenang Tiongkok menunjukkan bahwa ekonomi Tiongkok meningkat sebesar RMB. 9 miliar dengan PDB sebesar  6,6 %. Pihak berwenang mengatakan mereka telah mencapai target yang diharapkan, tetapi angka tersebut adalah angka pertumbuhan ekonomi paling lambat dalam 28 tahun.

Pada 21 Januari sore hari, tak lama setelah pihak berwenang Tiongkok merilis data keuangan Presiden Trump mengirim pesan lewat tweet : “Komunis Tiongkok telah mengumumkan pertumbuhan ekonomi paling lambat sejak tahun 1990 karena terkait hubungan perdagangan yang tegang dan kebijakan baru Amerika Serikat. Cara mengatasinya secara masuk akal buat komunis Tiongkok adalah berjujurlah dalam melakukan setiap transaksi, berhentilah bermain-main (stop playing around).” (Sin/asr)