Jenderal Partai Komunis Tiongkok Ancam Tenggelamkan Kapal Induk AS, Kepada Siapa Dilontarkan?

Zhou Xiaohui

Belakangan ini, generasi kedua kaum Hawkish Partai Komunis Tiongkok (PKT) purnawirawan Hawkis Mayjend Luo Yuan saat berpidato pada KTT Ranking Militer 2018 akhir Desember lalu terekspos isi pidatonya.

Dalam pidato tersebut ia mengakui strategi AS telah mengalami 6 perubahan besar: “AS sebagai prioritas” menjadi orientasi aksi strategis; RRT telah menjadi lawan kompetisi utama bagi AS; strategi kompetisi telah menggantikan strategi komunikasi; strategi India-Pasifik menggantikan strategi menyeimbangkan kembali Asia-Pasifik; membentuk kembali kekuatan militer AS menggantikan rencana pengurangan anggaran; regenerasi gudang senjata nuklir.

Bagaimana menghadapi hal tersebut? Luo Yuan menyebutkan, AS mengandalkan militer, USD, SDM, suara pemilu dan ‘menjadikan musuh’ dalam mendirikan negaranya, maka PKT seharusnya mematahkan satu persatu.

Seperti dalam hal militer, PKT seharusnya menambah anggaran militer dan berusaha keras mengembangkan senjata pembunuh. “AS paling takut kehilangan nyawa warganya, kita sekarang memiliki rudal Dongfeng 21D dan Dongfeng 26, inilah pembunuh kapal induk, jika kita tenggelamkan 1 unit kapal induk, tewaskan 5.000 tentaranya, tenggelamkan 2 unit kapal induk, maka akan menewaskan 10.000 personel, bayangkan apakah AS tidak takut? Jadi panglima militer kita juga harus mempertimbangkan untuk menyerang kelemahan AS.”

Entah Mayjend Luo sungguh berpendapat ide menenggelamkan kapal induk AS ini bisa dilakukan, apakah sungguh berpikiran begitu ada orang tewas maka AS akan seperti kura-kura yang ketakutan dan langsung meminta ampun pada Beijing? Atau mungkin hanya ingin memuaskan diri menghujat di depan orang banyak dan menjadi tontonan, memuaskan kemunafikan sebagai seorang nasionalis, dan memuaskan pelampiasan luapan emosi semata? Di mata penulis, kemungkinan besar adalah yang terakhir.

Diperkirakan Luo Yuan berniat meniru kejadian PD-II yakni, di saat Jepang yang bernyali besar melakukan serangan mendadak ke Pearl Harbor.

Pada 7 Desember 1941, untuk menyingkirkan segala halangan saat menyerbu ke selatan, dan mencegah campur tangan AS, dalam kondisi tidak menyatakan perang, Jepang tiba-tiba melancarkan serangan terhadap pangkalan AL Pearl Harbor di Hawaii, menenggelamkan 8 kapal perang, 3 kapal penjelajah dan 3 kapal perusak, lalu 188 unit pesawat tempur hancur, 2.402 orang tewas dan 1.282 orang terluka. Dalam serangan tersebut, kerugian dipihak AS cukup tragis, dan seantero Jepang merayakan kemenangan itu.

Menurut logika Mayjend Luo Yuan, AS yang waktu itu menempuh ‘paham isolasi’ seharusnya gemetar ketakutan dan tunduk terhadap tekanan Jepang. Namun, sejarah yang sesungguhnya adalah, serangan pasukan Jepang tersebut telah memicu kemarahan seluruh Amerika, yang justru menyulut luapan emosi melakukan pembalasan.

Keesokan hari pasca serangan, Presiden Roosevelt berpidato di hadapan Kongres, dan meminta kepada Kongres untuk mengumumkan ‘Ikut berperang’.” Dan Kongres pun dengan hanya 1 suara menentang meloloskan resolusi tersebut.

Ikut berperangnya AS sangat memengaruhi perkembangan situasi PD-II, karena kemampuan industrinya yang besar dan modal yang kuat telah memberikan dukungan yang tidak pernah terputus bagi Inggris, Uni Soviet dan juga Tiongkok (Nasionalis).

Data di masa itu menunjukkan, hingga tahun 1920, kapasitas listrik AS setara dengan total seluruh Eropa, produksi baja mencapai lebih dari setengah produksi dunia, produksi minyak bumi mencapai 2/3 produksi dunia, PDB mencapai USD 17,7 milyar serta menjadi negara kreditor terbesar dan juga negara pengekspor modal terbesar dunia.

Cadangan emas AS dari USD 700 juta di tahun 1913 meningkat hingga mencapai USD 2,5 milyar di tahun 1921, dan mencapai USD 4,5 miliar di tahun 1930, atau hampir 40% dari cadangan emas seluruh dunia!

Setelah resmi ikut berperang, warga AS dengan penuh semangat menciptakan kapal dagang untuk pengiriman logistik, kapal perang dan berbagai senjata untuk dikirim ke medan pertempuran di Eropa dan Asia.

Hanya dalam hal membuat kapal saja, tahun 1943 adalah masa puncak kejayaan industri pembuatan kapal periode perang, Komisi Angkatan Laut AS memperkirakan kapasitas membuat kapal dagang tahun 1943 adalah 16 juta ton, padahal faktanya mencapai 19,2 juta ton.

Dari tahun 1941 hingga 1945, AS telah membuat sebanyak 2751 unit ‘kapal Liberty’ dan sebanyak 531 unit ‘kapal Victory’, ditambah lagi kapal jenis lain, total bobot yagn dibuat mencapai 45 juta ton, angka inilah yang mati-matian diserang oleh kapal selam Jerman, namun sama sekali tak bisa menandinginya.

Sejarah selalu berjalan serupa. Penulis sangat yakin, jika Beijing mengikuti saran Mayjend Luo Yuan, yakni menenggelamkan dua kapal induk AS, akan mengakibatkan banyak korban tewas di pihak AS, namun pada akhirnya akan mendapat pembalasan berkali-kali lipat dari AS yang tidak takut pada tirani dan ancaman.

Jangan lupakan bulan Oktober tahun lalu dalam pidatonya Wapres Mike Pence melontarkan isyarat. Pence secara khusus menyebutkan tindakan gegabah sebuah kapal perang RRT yang memaksa kapal AS memutar haluan, setelah itu Pence menyatakan “kami  tidak akan takut; kami tidak akan mundur”, ini sama sekali bukan isapan jempol belaka.

Setelah Trump menjabat, AS tidak hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi, tapi dalam hal strategi juga melakukan penyelarasan, PKT dipandang sebagai “musuh”, anggaran pertahanan negara meningkat hingga USD 716 milyar untuk memperkuat kemampuan militer AS di berbagai sektor, termasuk gudang senjata nuklir, pasukan luar angkasa dan pasukan jaringan internet.

Tanggal 2 Januari lalu Patrick Shanahan baru saja menjabat sebagai Menhan menggantikan Mattisse yang telah mengundurkan diri, dalam rapat internal Kemenhan ia berkata akan memperhatikan masalah “Tiongkok, Tiongkok, Tiongkok”. Ini sejalan dengan maksud Trump yang belum lama ini mengumumkan akan menarik pasukannya dari Suriah, yakni di masa mendatang yang akan dihadapi AS terutama adalah PKT.

Selain itu, ada Analisa menyebutkan, faktor yang menentukan kemampuan tempur komprehensif suatu negara di tengah kancah perang total adalah empat jenis kemampuan, yakni standar teknologi komprehensif negara, standar industri dan kekuatan komprehensif negara; perlengkapan dan senjata; kualitas prajuritnya, termasuk pengalaman tempur, kriteria pendidikan, pengetahuan iptek, standar pelatihan militer dan lain-lain; pasukan militer dan tekad tempur seluruh warganya.

Dilihat dari keadaan sekarang, RRT sama sekali tidak bisa menyaingi AS pada setiap aspek di atas, dan dalam banyak hal kesenjangan ini teramat besar.

Dengan kata lain, untuk menyelesaikan masalah kelemahan militer dan pasukan RRT membutuhkan waktu yang sangat panjang, dan kelemahan pasukan Komunis Tiongkok juga membuat  pemimpin PKT tidak mampu menandingi AS pada masalah Laut Tiongkok Selatan maupun masalah Taiwan, betapa pun tinggi dan keras slogannya, bahkan melakukan persiapan militer untuk bertempur.

Keledai atau kuda, langsung bisa diketahui kalau dikeluarkan dari kandangnya, hanya saja apakah PKT bernyali menghunus pedang terhadap AS? Diperkirakan jika para petinggi Zhongnanhai (PKT Pusat) tidak melepaskan akal sehatnya, pasti tidak akan berani.

Luo Yuan yang ‘cinta negara dan suka berperang’ itu pernah terungkap saat menjelang Perang Tiongkok-Vietnam dirinya pernah dimutasikan dari pasukan kembali ke ibukota Beijing, ia dicurigai ‘desersi’ dari medan perang, apalagi teman-temannya mayoritas bukan pejabat tapi adalah pengusaha, hal ini terlebih membuatnya terlihat seperti bersandiwara saja.

Kepada siapa sesumbar Luo Yuan itu dilontarkan? hanya untuk menipu rakyat saja. (SUD/WHS/asr)

Video Rekomendasi :