Presiden Interim Venezuela Serukan Dukungan Internasional untuk Loloskan Bantuan Kemanusiaan

EpochTimesId – Pasukan militer yang setia kepada diktator sosialis, Nicolás Maduro, dengan keras mengusir kembali konvoi bantuan asing yang dibawa rakyat Venezuela dari penyeberangan perbatasan Venezuela pada 23 Februari 2019. Sikap militer Venezuela itu mengundang kecaman dari Amerika Serikat, dan mendorong Presiden sementara Juan Guaido untuk mengusulkan agar masyarakat internasional mempertimbangkan ‘semua opsi’ untuk mendukung kemerdekaan rakyat miskin Venezuela.

Pasukan Maduro membakar dua truk yang sarat dengan makanan dan obat-obatan bantuan internasional. Militer memaksa warga untuk kembali ke gudang bantuan di Kolombia, setelah sukarelawan pendukung Guaido gagal menerobos blokade.

Pasukan membubarkan kerumunan di beberapa titik penyeberangan perbatasan dan kota-kota perbatasan. Militer menyerang rakyat sipil yang kelaparan dengan gas air mata, dan peluru karet. Dua pengunjuk rasa tewas, dan ratusan warga lainnya mengalami luka-luka.

Kelompok hak asasi manusia Forum Penal mengatakan pihaknya mencatat ada 29 korban yang luka-luka akibat luka tembak. Dua warga dipastikan tewas di sisi perbatasan Venezuela, ketika bentrokan dengan pasukan keamanan pada 23 Februari 2019. Pihak berwenang Kolombia mengatakan mereka mencatat ada 285 orang terluka, termasuk mereka yang terkena dampak gas air mata.

“Peristiwa hari ini memaksa saya untuk membuat keputusan: untuk secara resmi mengusulkan kepada komunitas internasional bahwa kita harus memiliki semua opsi terbuka, untuk mengamankan kemerdekaan negara kita yang sedang berjuang dan akan terus berjuang,” tulis Guaido di Twitter. “Harapan untuk hidup, bukan untuk mati, bagi rakyat Venezuela!”

Amerika Serikat adalah yang pertama mengakui Guaido sebagai pemimpin yang sah, ketika Dia mengklaim bahwa konstitusi memberinya hak untuk menjadi presiden interim bulan lalu. Lebih dari 50 negara demokrtais dunia kini mengakui Guaido sebagai pemimpin sah Venezuela, sementara beberapa negara rezim komunis dan sosialis, mendukung Maduro.

Presiden Donald Trump telah memperingatkan anggota militer Venezuela bahwa mereka akan kehilangan segalanya jika mereka merugikan rakyat, dan terus memihak Maduro. Trump juga mengatakan bahwa intervensi militer adalah salah satu opsi di atas meja-nya.

Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo mengutuk kekerasan dan blokade bantuan, pada 23 Februari 2019. Dia mengatakan Amerika Serikat akan mengambil tindakan terhadap mereka yang menentang pemulihan demokrasi secara damai di Venezuela.

“Kami mengecam penolakan Maduro untuk membiarkan bantuan kemanusiaan mencapai Venezuela. Apa jenis tirani yang menghentikan makanan sampai ke orang yang kelaparan? Gambar-gambar truk yang terbakar berisi bantuan kemanusiaan, memuakkan,” tulis Pompeo di Twitter. “Ketika Guaido memimpin upaya untuk mendapatkan bantuan kemanusiaan untuk rakyat, Maduro justru mengirim gerombolan bersenjata untuk menyerang warga sipil yang tidak bersalah.”

Guaidó menyerahkan dan memulai pengiriman kepada ssebuah konvoi yang membawa bantuan dari kota Cucuta, Kolombia pada 23 Februari 2019. Para sukarelawan pro Guaido berharap pasukan Maduro akan mengijinkan persediaan makanan dan obat-obatan memasuki negara mereka, yang sangat dibutuhkan di negara itu. Agar jutaan rakyat yang menderita kekurangan gizi dan sakit, dapat diobati.

Sementara itu, sekitar 60 anggota angkatan bersenjata Venezuela memilih membelot dari rezim otoriter pada 23 Februari 2019, menurut pihak berwenang Kolombia. Akan tetapi barisan tentara Garda Nasional di beberapa penyeberangan perbatasan memilih tetap setia kepada rezim otoriter, serta menembakkan gas air mata dan peluru karet ke arah konvoi bantuan internasional.

Gambar-gambar televisi dari satu pos perlintasan batas memperlihatkan unit pasukan Maduro yang semuanya perempuan mengokang senjata untuk memblokir konvoi bantuan. Beberapa wanita tampak menangis saat sukarelawan memohon agar mereka mengizinkan bantuan untuk melanjutkan perjalanan.

Pasukan Maduro membakar dua truk bantuan di titik perbatasan Urena, mengirimkan gumpalan asap gelap ke udara ketika kerumunan berlomba untuk mencoba menyelamatkan kotak-kotak persediaan makanan dan obat-obatan.

Guaido mengatakan akan menghadiri pertemuan Kelompok negara-negara Grup Lima di Bogota pada 25 Februari 2019. Pertemuan itu juga akan dihadiri oleh Wakil Presiden AS, Mike Pence. Mereka akan memutuskan tindakan lebih lanjut untuk meningkatkan tekanan pada Maduro.

“Hari ini dunia melihat dalam hitungan menit, dalam hitungan jam, wajah terburuk kediktatoran Venezuela,” kata Guaido pada konferensi pers sebelumnya di Kolombia, bersama dengan Presiden Kolombia Ivan Duque.

Marah dengan dukungan Duque untuk Guaido, Maduro mengatakan dia memutuskan hubungan diplomatik dengan Bogota dan memberi waktu staf diplomatik selama 24 jam untuk meninggalkan negara itu.

Maduro, yang kebijakan sosialisnya telah melumpuhkan negara yang dulunya kaya minyak, menyangkal bahwa bangsanya membutuhkan bantuan. Washington telah memperingatkan negara itu dapat berupaya untuk menjatuhkan sanksi baru yang keras terhadap Venezuela pada KTT 25 Februari 2019, jika Maduro memblokir pengiriman bantuan internasional.

Saksi mata mengatakan pria bertopeng dengan pakaian sipil juga menembaki pemrotes dengan peluru tajam. Pompeo mencatat bahwa serangan itu dilakukan oleh agen Kuba atas nama Maduro. Dalam protes diplomatik ke Tiongkok dan Rusia, Bolton mempertanyakan, bagaimana mungkin negara-negara tersebut dapat mendukung perilaku otoriter seperti itu.

“Preman bertopeng, mengakibatkan warga sipil yang tewas akibat peluru tajam, dan pembakaran truk yang membawa makanan dan obat yang sangat dibutuhkan,” kata Bolton di Twitter. “Ini adalah respons Maduro terhadap upaya damai untuk membantu rakyat Venezuela. Negara-negara yang masih mengakui Maduro harus memperhatikan apa yang mereka setujui.”

Amerika Serikat menganggap Maduro boneka dari rezim komunis Kuba. Lebih dari 90.000 proksi Kuba tertanam dalam pemerintahan Maduro. Komunis di Havana juga telah mengerahkan lebih dari 20.000 personel pasukan keamanan ke Venezuela untuk mendukung Maduro.

Kemerdekaan
Di kota-kota perbatasan Venezuela San Antonio dan Urena, pasukan menembakkan peluru karet ke pendukung oposisi, termasuk anggota parlemen, yang berjalan menuju perbatasan sambil mengibarkan bendera Venezuela dan meneriakkan “Merdeka!”

Gambar-gambar televisi dari San Antonio menunjukkan selusin pria di sepeda motor, mengenakan balaclava hitam, menembakkan senapan dan pistol ke arah kerumunan.

Sebagian demonstran yang marah di Urena pun akhirnya memenuhi jalanan dengan ban-ban yang dibakar. Mereka juga membakar bus militer dan melemparkan batu ke pasukan keamanan, sebagai bentuk menuntut Maduro mengizinkan bantuan internasional masuk ke negara yang dilanda kehancuran, yang telah mengurangi separuh ukuran ekonominya dalam lima tahun.

“Mereka mulai menembak dari jarak dekat seolah-olah kita adalah penjahat,” kata penjaga toko, Vladimir Gomez, 27 tahun, ketika terlihat mengenakan kemeja putih berlumuran darah.

Setidaknya enam dari sekitar selusin truk yang mencoba mencapai Venezuela kemudian kembali ke Cucuta, dimana badan manajemen bencana Kolombia mengatakan muatan akan dibongkar. Bantuan akan kembali disimpan sampai Guaido meminta untuk disalurkan kembali.

Gubernur Puerto Riko, Ricardo Rossello mengatakan memerintahkan sebuah kapal Puerto Rico yang membawa bantuan kemanusiaan untuk kembali setelah sebuah kapal angkatan laut Venezuela mengancam akan menembaki kapal itu.

“Ini tidak bisa diterima dan memalukan,” kata Rossello dalam sebuah pernyataan. “Kami juga telah memberi tahu mitra kami di pemerintah AS tentang insiden serius ini.”

Di kota selatan Santa Elena de Uairen, setidaknya dua orang tewas dalam bentrokan dengan pasukan keamanan, menurut seorang dokter di rumah sakit tempat mereka dirawat. Pada 22 Februari 2019, sepasang suami istri di sebuah komunitas adat di dekatnya juga ditembak mati oleh pasukan keamanan.

Guaido dikabarkan sempat meminta pasukan bersenjata Venezuela untuk menyingkir dan membiarkan bantuan internasional untuk masuk. Dia menjanjikan amnesti bagi para perwira yang menolak perintah Maduro. Puluhan tentara, yang keluarganya juga menderita kekurangan makanan dan obat, sama dengan rakyat Venezuela lainnya, menerima tawaran presiden interim itu.

“Anda tidak berutang ketaatan kepada seseorang yang secara sadis menyatakan bahwa bantuan kemanusiaan tidak boleh memasuki negara yang membutuhkannya,” kata Guaido.

Sebuah video di media sosial menunjukkan pasukan yang meninggalkan pos. Mereka mengendarai kendaraan lapis baja untuk menabrak penghalang dan melintasi jembatan yang menghubungkan Venezuela dengan Kolombia. Mereka berhasil menerobos barikade logam, dan kemudian melompat keluar dari kendaraan lapis baja untuk berlari guna membelot ke sisi Kolombia.

“Apa yang kami lakukan hari ini, kami lakukan untuk keluarga kami, untuk rakyat Venezuela,” kata salah seorang pembelot dalam video yang disiarkan televisi oleh program berita Kolombia. (IVAN PENTCHOUKOV dari AS, Reuters, dan Luke Taylor dari Cucuta, Kolombia/The Epoch Times/waa)

Video Pilihan :

https://youtu.be/fTKcu82AtsA

Simak Juga :

https://youtu.be/rvIS2eUnc7M