Polisi Diminta Usut Tindak Pidana Pinjaman Online

Epochtimes.id- LBH Jakarta meminta kepolisian menindaklajuti laporan terkait pidana pinjaman online.

Pengacara publik LBH Jakarta Jeanny Silvia Sari Sirait mengatakan sejak bulan Mei 2018, LBH Jakarta menerima sekitar 3000 pengaduan terkait permasalahan pinjaman online.

Berdasarkan pengaduan-pengaduan tersebut, LBH Jakarta menemukan banyak pelanggaran hukum dan hak asasi manusia yang dialami oleh korban pengguna aplikasi pinjaman online.

Temuan LBH Jakarta menunjukkan sebagian besar mengalami tindak pidana yang dilakukan oleh penyelenggara aplikasi pinjaman online dan pihak-pihak yang bekerja sama dengan penyelenggara aplikasi pinjaman online.

Pelanggaran yang ditemukan yakni :

  1. Penyebaran data pribadi melalui media elektronik (Pelanggaran Pasal 32 jo Pasal 48 UU ITE)
  2. Pengancaman (Pasal 368 KUHP)
  3. Penipuan (Pasal 378 KUHP)
  4. Fitnah (Pasal 311 ayat (1) KUHP)
  5. Pelecehan seksual melalui media elektronik (Pasal 27 ayat (1) jo Pasal 45 ayat (1) UU ITE)

Jeany mengatakan banyak korban tindak pidana karena penggunaan aplikasi pinjaman online mencoba melaporkan secara mandiri tindak pidana yang mereka alami kepada kepolisian, namun laporan tersebut kemudian ditolak dengan alasan yang beragam.

Menurut dia, alasan tersebut termasuk juga tindakan yang seolah mewajarkan korban mengalami tindak pidana karena mereka belum bisa membayar pinjaman, dimana pinjam meminjam merupakan permasalahan hukum yang bukan menjadi ranah tanggung jawab kepolisian.

Lebih lanjut, Pasal 8 ayat 1 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia menyatakan bahwa setiap laporan dan/atau pengaduan yang disampaikan oleh seseorang secara lisan atau tertulis, karena hak atau kewajibannya berdasarkan undang-undang, wajib diterima oleh anggota Polri yang bertugas di SPK.

Selain ditolak, banyak laporan tindak pidana yang sudah diterima pun “mandek” di kepolisian tanpa alasan yang jelas.  Karena tidak adanya informasi yang jelas kepada pelapor tentang perkembangan laporan yang disampaikan.

“Hal ini jelas tidak sesuai dengan hak pelapor untuk mendapatkan informasi perkembangan perkaranya secara terang sebagaimana diatur dalam Peraturan Kabareskrim Polri No. 3 Tahun 2014 tentang Standar Operasional Prosedur Pelaksanaan Penyidikan Tindak Pidana,” ungkap Jeny dalam keterangannya, Sabtu (23/3/2019).

Oleh karena itu, LBH Jakarta:

  1. Mendesak kepolisian untuk menerima seluruh laporan tindak pidana yang disampaikan oleh korban pengguna aplikasi pinjaman online, baik yang dilakukan secara serentak maupun yang dilaporkan kemudian.
  2. Mendesak kepolisian untuk menindaklanjuti laporan tindak pidana yang sudah dilaporkan kepada kepolisian.
  3. Mendesak kepolisian untuk tidak berhenti menyelesaikan permasalahan ini dengan penangkapan debt collector, namun mengusut tuntas sampai kepada pihak-pihak yang diduga menyuruh debt collector untuk melakukan tindak pidana-tindak pidana terkait.

 

(asr)