Warning KPK Kepada BUMN Soal Investasi Tak Wajar dari Tiongkok

Epochtimes.id- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) agar berhati-hati terhadap investasi tak wajar dari Tiongkok. Peringatan ini bukan tanpa alasan, ada kajian yang kuat untuk membuktikan praktek-praktek yang tak wajar. Bahkan KPK sudah mengusut kasus-kasus tersebut.

Melansir dari CNN Indonesia, Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengatakan hal ini karena Tiongkok menjadi salah satu negara dengan tingkat pembayaran tidak wajar atau improper fraud payment yang paling tinggi sejak 2009 hingga 2018.

“Data FCPA (Foreign Corruption Practices Act)-nya Amerika menyatakan negara Tiongkok nomor 1 untuk negara paling banyak melakukan pembayaran yang tidak wajar, maka ketika investasi kita juga harus hati-hati,” kata Laode saat ditemui CNN Indonesia di gedung Penunjang KPK, Jakarta, Kamis (9/5/2019).

Sebagaimana dikutip dari detik.com, pernyataan serupa juga disampaikannya dalam seminar sehari dengan tajuk ‘Bersama Menciptakan BUMN Bersih Melalui Satuan Pengawasan Internal (SPI) yang Tangguh dan Tepercaya’ di Gedung KPK Jakarta, Kamis 9 Mei 2019.  Turut hadir dalam seminar tersebut Menteri BUMN Rini Soemarno dan bos-bos BUMN.

Pada seminar itu, Laode Syarif mengatakan perusahaan-perusahaan Tiongkok  tak mengenal tata kelola perusahaan yang baik atau good corporate governance. Bahkan, Laode Syarif menyebut Good corporate governance di Tiongkok adalah salah satu yang asing. Oleh karena itu, perusahaan-perusahaan Tiongkok ditempatkan sebagai peringkat pertama fraud improper payment.

Apa yang disampaikan oleh KPK bukan fiksi semata, pasalnya KPK sudah menyidik berbagai perkara korupsi yang menyeret BUMN-BUMN di Indonesia.

Pada kesempatan itu, Laode Syarif merujuk Pada data Foreign Corruption Practices Act (FCPA) soal Tiongkok sebagai negara nomor satu dengan tingkat pembayaran tidak wajar atau improperpayment.

Menurut Syarif, data statistic tersebut memang benar apa adanya. “Ini statistik banyak benarnya menurut saya. Pasti Bapak-Ibu di BUMN banyak bekerja sama dengan China. Saya ulangi lagi, dengan China,” kata Syarif sebagaimana ditulis oleh Detik.com.

Masih sebagaimana dikutip dari detik.com, Wakil Ketua KPK itu kemudian mencontohkan negara-negara Eropa serta Amerika Serikat yang memiliki aturan lebih ketat. Menurut Syarif, para pejabat di negara-negara tersebut dapat dijerat hukum apabila terbukti melakukan tindak pidana suap kepada pejabat negara lain, sehingga hal itu membuat para pejabat dari Eropa dan Amerika Serikat lebih berhati-hati dalam berinvestasi.

Ahli hukum lingkungan asal Universitas Hasanuddin Makassar mengungkapkan, Safe guard perusahaan tiongkok tak seketat seperti perusahaan dari Eropa Barat atau Amerika Serikat dan mereka invest banyak di sini. Oleh karena itu, laode mengungkapkan tidak salah ketika KPK menyidik kasus terkait proyek PLN yang mana berasal investasi dari Tiongkok.  

“Kalau China invest di sini, you have to be very, very careful. Environment, what? Human rights, what? Nggak ada,” imbuh Syarif sebagaimana ditulis detik.com.

Pada kesempatan itu, sosok yang pernah  Aktif dalam pelatihan pengendalian korupsi Indonesia dengan USAID atau United States Agency for International Development ini mengungkapkan tentang faktor-faktor yang membuat BUMN merugi.

Manan dosen UNHAS ini mengilustrasikan tentang praktek-praktek yang menjual dengan harga asli sebagaiman yang ditemukan oleh KPK.  

“Ini kasus riil di BUMN. BUMN ini ingin beli mangga, 5 biji mangga. Harga satunya Rp 100. Harusnya BUMN bilang ke penjual, ‘Ini saya nggak beli satu, beli 5, turunin sedikit dong’. Harusnya kan begitu, tapi apa yang dilakukan perusahaan ini? Walah, kalau Rp 100 jangan dong. Tolong, saya bayar Rp 120 per mangga, tapi Rp 20-nya kamu balikin ke aku lewat account saya di negara A dan B,” ujar Syarif.

Selain itu, temuan KPK terkait penggelembungan anggaran proyek. Namun Syarif enggan menyebut secara rinci kasus yang terjadi.

“Ada proyek pembangunan, ini kasus, tapi saya nggak mau sebut kasusnya. Anggaplah jalan 100 meter, harusnya anggarannya cuma Rp 20 ribu. Tapi dia bikin anggarannya Rp 40 ribu. Dia serahkan kepada anak perusahaannya untuk dikerjakan Rp 40 ribu itu, tapi sebenarnya hanya Rp 20 ribu. Yang Rp 20 ribunya diberikan kepada yang bos-bosnya. Itu yang sedang kita kerjakan,” demikian kata Syarif seperti ditulis detik.com. (asr)

Video Rekomendasi : 

https://www.youtube.com/watch?v=Gq9YSwtGBc0