Ilmuwan Kanada Temukan “Rumah Instan”, Hemat 90% Biaya Pembangunan

Seorang ilmuwan asal Vancouver, Kanada, baru-baru ini mempublikasikan penemuannya berupa semacam “mesin cetak semen 3D”, yang dalam waktu singkat dan biaya hemat dapat “mencetak” bangunan yang nyata. Ia memperkirakan, teknologi ini akan dapat diaplikasikan pemanfaatannya dalam beberapa bulan ke depan, dan akan membawa dampak yang revolusioner dalam industri bangunan.

Yu Tianbai

Profesor Paul Tinari yang memiliki latar belakang teknik menghabiskan waktu 5 tahun untuk mengembangkan mesin cetak semen 3D ini, perusahaan miliknya yakni CAPRA Megalodon 3D Concrete telah memperoleh hak ciptanya minggu lalu.

Tinari menemukan mesin cetak 3D yang setelah diisi dengan bahan semen, corong penyemprot akan dikendalikan oleh program komputer yang akan menyemprotkan semen selapis demi selapis, dan secara perlahan membentuk bagian luar bangunan.

Cepat dan Murah

Menurut penjelasan Tinari, mesin cetak semen 3D ini mampu “mencetak” satu unit bangunan rumah mandiri seluas 2.700 kaki persegi (sekitar 250 m2) dengan 4 kamar tidur, dan keseluruhan proses pembangunannya hanya menelan biaya sekitar 20.000 dolar Kanada atau setara Rp 212 juta, atau hanya sekitar 1/10 dari biaya pembangunan rumah konvensional.

Selain menggunakan semen biasa sebagai bahan baku, mesin cetak semen 3D juga menambahkan karet buatan yang memiliki ingatan, serta komponen yang dapat mengeringkan semen dengan cepat, agar mesin cetak dapat dengan segera menambahkan lapisan kedua setelah lapisan pertama disemprotkan.

Tidak hanya itu, mesin cetak ini secara teori dapat menggunakan bahan baku apa pun yang bisa meleleh jika dipanaskan dan membeku jika didinginkan, maka dari itu bukan mustahil untuk membangun ‘rumah coklat’ dan ‘rumah permen’ berukuran besar dengan mesin ini.

Tinari juga menyatakan, hasil uji lab teknik pada perusahaannya menunjukkan, dinding semen yang dibuat dengan mesin cetak semen 3D ini lebih kokoh dibandingkan dengan tembok semen konvensional. Karena lapisan semen saling terajut menyatu, dan bahan baku mesin cetak juga bisa ditambahkan serat karbon, serat kaca dan lain-lain untuk lebih meningkatkan kekuatan semen.


Profesor Paul Tinari

Segera Dipasarkan

Saat diwawancarai oleh the Epoch Times, Tinari menyatakan, mesin cetak semen 3D paling cepat di bulan Juni tahun ini akan dapat diwujudkan, dan dapat digunakan pada lahan proyek bangunan di kehidupan nyata. Ia berharap pada tahap awal mesin cetak ini dapat digunakan di wilayah pemukiman penduduk asli untuk membangun perumahan bagi mereka, dan akan disebarluaskan ke wilayah lain setelah mendapat persetujuan dari pemerintah setempat.

Selain itu, perusahan Tinari masih berunding dengan pemerintah federal AS, berharap dengan mesin cetak 3D ini dapat membantu para pengungsi korban gunung api tahun lalu untuk membangun kembali kampung halaman mereka.

Menurut Tinari, teknologi mesin cetak semen 3D ini dapat menekan biaya pembangunan rumah menjadi sangat rendah, adalah harapan untuk menyelesaikan masalah tempat tinggal bagi para gelandangan yang kurang mampu.

Ia merencanakan pada awal pemanfaatan mesin cetak semen 3D ini hanya untuk membangun rumah satu lantai, lalu di masa mendatang perlahan menambah jumlah lantai, hingga akhirnya membuat mesin cetak yang mampu membangun gedung pencakar langit.

Industri Bangunan Menghadapi Perubahan

Biaya pembuatan sebuah mesin cetak semen 3D sekitar 50.000 dolar Kanada (531 juta Rupiah). Dengan kondisi piranti lunak mesin cetak ini telah rampung pengembangannya, sebuah mesin cetak semen 3D hanya membutuhkan waktu 1 minggu dengan dikerjakan oleh 6 orang pekerja untuk diselesaikan. Di lokasi proyek pembangunan dengan mesin cetak semen 3D ini, pekerja yang dibutuhkan hanyalah 1 orang mandor yang mengawasi beroperasinya mesin cetak tersebut.

Saat ditanya apakah teknologi baru ini akan mengakibatkan para pekerja proyek bangunan kehilangan pekerjaan mereka, Tinari menjawab, “Ketika industri otomotif bangkit, banyak pekerja di sektor kereta kuda kehilangan pekerjaan mereka, tapi kemudian mereka pun menemukan pekerjaan yang baru.” (SUD/WHS/asr)