Trump Naikkan Tarif, Pecahkan Permainan Maut Beijing

Zhou Xiaohui

Presiden Amerika Serikat, Donald Trump pada 1 Agustus lalu  tiba-tiba mengumumkan akan memberlakukan tambahan tarif 10% terhadap produk impor dari Tiongkok senilai USD 300 milyar atau setara 4.283 triliun rupiah. Menyusul berita itu  tiga indeks saham besar anjlok, nilai tukar RMB anjlok, harga emas pun melonjak tajam.

Tiongkok terguncang, karena bagi warga Tiongkok dan penguasa Beijing, perwakilan dagang Tiongkok dengan Amerika Serikat baru saja menyelesaikan perundingan putaran terakhir di Shanghai. Terlihat dari permukaan sepertinya terlihat tidak ada yang aneh.

Semua pihak juga menantikan perundingan lanjutan pada September mendatang. Para petinggi Beijing sepertinya juga beranggapan taktik mengulur waktu mereka telah membuahkan hasil, setidaknya krisis dagang Tiongkok dengan Amerika Serikat dapat ditunda hingga bulan September.

Akan tetapi, keputusan baru Trump itu telah membuat para pejabat tinggi di Beijing sampai Departemen Perdagangan tidak bisa tidur nyenyak. Kekhawatiran pun semakin memuncak.

Pihak Departemen Perdagangan Tiongkok menanggapi dengan reaksi seperti biasanya yakni, “Sangat tidak bisa menerima dan menolak keras,” disertai, “Akan menempuh tindakan balasan.” Namun juga mengatakan bahwa pihaknya tidak mau bertarung dan tidak takut bertarung, tapi terpaksa akan bertarung jika dianggap perlu. Nampaknya Tiongkok masih berharap, pihak Amerika Serikat segera meralat kesalahannya.

Lalu mengapa Trump tiba-tiba memberlakukan tambahan tarif?

Akun Twitter Trump mengungkap sejumlah pertanda. Pertama, akun twitter Trump menuliskan kalimat berbunti, “Awalnya kami mengira tiga bulan lalu kami sudah bisa mencapai kesepakatan dengan pihak Tiongkok, namun yang sangat disayangkan adalah, Komunis Tiongkok memutuskan untuk mengulangi perundingan dari awal sebelum menandatangani kesepakatan. “

Kedua, “Baru-baru ini, pihak Tiongkok setuju membeli banyak produk pertanian Amerika Serikat, tapi tidak dilakukannya.”

Ketiga, Xi Jinping tadinya ingin menghentikan masuknya Fentanyl ke Amerika, tapi tidak melakukannya, banyak warga Amerika Serikat yang berlanjut dicelakakan karenanya. Jelas, Beijing yang tidak bisa dipercaya itu telah membuat Trump murka.

Selain itu menurut kantor berita Bloomberg yang mengutip pernyataan narasumber, sebelum menulis di akun Twitter-nya, Trump telah lebih dulu mendengarkan hasil pembicaraan Shanghai di Gedung Putih. Kedua pejabat Amerika Serikat sebenarnya tidak meraih apa pun.

Hal itu jelas menyatakan Beijing masih menggunakan taktik mengulur waktu, menghindari tercapainya kesepakatan. Itu membuat Trump yang telah berulang kali memperingatkan Komunis Tiongkok agar tidak main-main menjadi semakin muak. Oleh karena itu ada tambahan tarif pun diangkat tinggi-tinggi, selain berniat mendobrak permainan maut Komunis Tiongkok, juga sekali lagi memberikan peringatan bagi Zhongnanhai.

Tentang apakah tarif terhadap USD 300 milyar produk impor dari Tiongkok akan dinaikkan lagi hingga mencapai 25%, Trump secara terbuka menyatakan, tarif 10% hanya untuk jangka pendek. Setelah itu akan diberlakukan tarif yang lebih tinggi lagi, atau mengurangi tarif impor. Semua itu sepenuhnya tergantung pada progres kesepakatan perdagangan.

Tidak diragukan, sejak Konferensi Tingkat Tinggi G20 di Argentina sampai G20 di Jepang, Komunis Tiongkok terus mempermainkan Amerika. Sekarang dunia telah melihat dengan jelas, bagaimana Beijing menyangkal, lantas bagaimana melemparkan semua kesalahan kepada Amerika Serikat.

Selain itu konglomerat Tiongkok yang hengkang ke luar negeri yakni Guo Wengui mengungkapkan, di tengah perundingan Tiongkok dengan Amerika di Xijiao State Guest Hotel Shanghai, Komisi Tetap Politbiro Komunis Tiongkok yang berafiliasi dengan geng Shanghai telah membuat taktik “memukul macan asing.” Taktik yang  terus mempermainkan Amerika di perundingan perdagangan. Selain itu, Guo Wengui juga mengungkap empat “senjata” yang telah dipersiapkan Komunis Tiongkok untuk menggagalkan terpilihnya kembali Trump menjadi presiden pada 2020 mendatang.

Baik dari informasi yang terungkap atau dari tindakan nyata Komunis Tiongkok, telah memastikan pihak Beijing tidak berniat tulus mencapai kesepakatan dagang yang sesungguhnya dengan Amerika.

Penyebabnya adalah tuntutan Amerika adalah menuntut reformasi struktural, dan sama sekali tidak ada kompromi. Sedangkan batas bawah Komunis Tiongkok adalah yang tidak bisa dirombak dan yang tidak seharusnya dirombak akan tetap dipertahankan agar tidak dirombak. Walau membahayakan rezim Komunis Tiongkok pun mutlak tidak akan dirombak.

Sebuah contoh yang paling sederhana adalah beranikah Komunis Tiongkok membuka internet dan bidang moneter? Begitu dibuka, berapa lama lagi rezim Komunis Tiongkok masih akan eksis?

Bisa dikatakan, inti dari kesulitan perundingan dagang Amerika dengan Tiongkok adalah konflik pada dua macam sistem dan nilai universal yang berbeda. Atas dasar itu pula, tidak bisa berharap banyak dari negosiasi di bulan September mendatang.

Terhadap perselisihan inti antara Tiongkok dengan Amerika, pemerintahan Trump sangat memahaminya. Selain pada masalah perdagangan, pemerintah Amerika bersikap keras terhadap Komunis Tiongkok. Dalam hal politik juga militer, masalah Laut China Selatan dan Taiwan, serta internet, teknologi, HAM dan lain sebagainya, telah diperlakukan dengan sikap keras yang tidak pernah ada selama belasan tahun terakhir.

Mulai dari pidato Trump sampai Pence, Pompeo, Bolton dan lain-lain, semua mengarahkan tombak ke arah Komunis Tiongkok. Kedua partai Amerika baik Republik maupun Demokrat juga di luar kebiasaan, memiliki sikap yang sama dalam menghadapi Komunis Tiongkok.

Tidak diragukan Amerika tengah mengerahkan seluruh negeri, mengumpulkan kekuatan sendiri dan sekutu Barat dalam menghadapi ancaman Komunis Tiongkok bagi dunia.

Lalu kenapa pemerintah Trump masih meladeni berperang sembari berunding dengan Beijing?

Ada analisa yang berpendapat, itu dikarenakan terperangkap dalam batasan sistem pemerintahan, juga karena kebutuhan akan waktu. Memutus kepentingan antara Amerika dengan Komunis Tiongkok juga membutuhkan suatu proses.

Di satu sisi, Amerika telah melakukan sejumlah transaksi, telah mengubah defisit perdagangan, menambah pendapatan bea masuk. Presiden Trump pun meraih prestasi cukup baik. Di sisi lain, sebelum penambahan tarif baru itu, di Tiongkok telah terjadi kemerosotan.

Kemerosotan itu seperti hengkangnya perusahaan asing dari Tiongkok semakin cepat, dana investasi asing berkurang, konglomerat dan kaum menengah di Tiongkok juga berbondong-bondong mengalihkan aset dan bermigrasi ke luar negeri, perusahaan swasta banyak yang gulung tikar, tingkat pengangguran melonjak, nilai tukar RMB semakin melemah, ekonominya telah kehilangan tenaga pendorongnya. Dengan segera tibanya pemberlakukan tarif baru itu hanya akan membuat fenomena semakin memburuk berkali-kali lipat.

Betapa pun pejabat tinggi Zhongnanhai mengakuinya atau tidak, dan betapa menguras otak berusaha mengakali Trump, apa pun cara yang dikerahkan, bahkan mengulur waktu tanpa mempedulikan harga diri sekalipun, hasilnya tidak akan berubah.

Apa yang disebut “tindakan balasan” juga akan berakibat mencelakakan diri sendiri menjadi lebih parah. Akhir dari permainan maut itu hanya ada satu: “Bermain api akan membakar diri sendiri.” (Sud)

FOTO : Presiden Donald Trump berbicara kepada media sebelum berangkat di Marine One dalam perjalanan ke Ohio dan Texas, dari Gedung Putih South House di Washington pada 7 Agustus 2019. (Charlotte Cuthbertson / The Epoch Times)