Pejabat Senior Hong Kong: Pemerintah Mungkin Bakal Melarang Internet untuk Memadamkan Aksi Protes

The Epochtimes

Seorang pejabat tinggi Hong Kong mengatakan pada sebuah program radio lokal pada Senin 7 Oktober, bahwa pemerintah sangat terbuka terhadap usulan pelarangan orang-orang mengakses internet, jika aksi protes terus berlanjut.

Hong Kong adalah bekas koloni Inggris, yang kembali ke pemerintahan Komunis Tiongkok pada tahun 1997 silam. Ketika itu, dengan janji-janji  Otonomi Hong Kong tetap dipertahankan. 

Akan tetapi, Hong Kong kini berada di tengah-tengah krisis politik. Ketika aksi demonstrasi menentang meluasnya pengaruh Beijing atas urusan Hong Kong. Aksi telah memasuki minggu ke-18 secara berturut-turut.

Seperti ditulis oleh The Epochtimes, baru-baru ini sebagai upaya untuk memadamkan aksi protes, pemerintah kota Hong Kong baru-baru ini melewati legislatif dan memberlakukan undang-undang anti-masker. 

Regulasi baru itu diterapkan dengan memanfaatkan Undang-Undang Peraturan Darurat era kolonial. 

Aturan itu memberikan kepada pemimpin Hong Kong wewenang luas untuk memberlakukan peraturan, menunda komunikasi, dan melakukan penangkapan. 

Larangan penggunaan masker menargetkan para pengunjuk rasa. Banyak di antara mereka mengenakan penutup wajah untuk melindungi identitas mereka. Dikarenakan, khawatir atas pembalasan dari otoritas Hong Kong atau Komunis Tiongkok. 

Banyak juga demonstran yang mengenakan topeng anti gas untuk melindungi diri mereka. Hal demikian ketika polisi menembakkan gas air mata untuk membubarkan kerumunan massa. Komentar pejabat tersebut menarik perhatian kalangan warga Hongkong. 

Menurut peringkat aplikasi yang diunduh teratas di Hong Kong yang disusun oleh situs berita game, Game Apps, NordVPN, adalah aplikasi jaringan pribadi virtual yang memungkinkan pengguna internet untuk secara anonim muncul di mana saja. Aplikasi itu menjadi yang paling banyak diunduh pada 7 Oktober lalu. 

Penerapan Undang-undang anti-masker, malah memicu lebih banyak aksi protes berskala besar selama akhir pekan di Hong Kong. Ketika itu, ribuan warga Hong Kong menentang larangan terbaru itu. Warga berbaris di jalan-jalan untuk menentang undang-undang baru itu, sambil mengenakan masker dan topeng.

Dua pengunjuk rasa yakni seorang mahasiswa berusia 18 tahun dan seorang wanita berusia 38 tahun ditangkap. Mereka berdua adalah yang  pertama kalinya didakwa karena melanggar larangan masker. Mereka hadir di pengadilan pada Selasa 8 Oktober dan diberikan jaminan.

Keduanya ditangkap karena melanggar larangan penggunaan masker, saat ikut dalam pertemuan yang dinilai aparat melanggar hukum pada dini hari 5 Oktober lalu di Distrik Kwun Tong di daerah Kowloon.

Sementara itu, anggota parlemen dari kubu pro-demokrasi Hong Kong, telah mengajukan gugatan hukum kepada Pengadilan Tinggi setempat. Sidang dijadwalkan digelar pada paruh kedua bulan ini.

Radio Komersial Hong Kong mengundang dua pejabat Hong Kong, Ip Kwok-him dan James To Kun-su. Mereka ketika itu berbincang dalam program pagi hari dengan tema “Mulailah pada Hari yang Cerah.” Mereka berbicara tentang dampak larangan penggunaan masker.

Ip Kwok-him  adalah anggota tidak resmi Dewan Eksekutif Hong Kong, sebuah organisasi mirip kabinet yang terdiri dari 16 anggota resmi dan 16 anggota tidak resmi yang menasihati pemimpin Hong Kong. Ia adalah delegasi lokal ke legislatif stempel rezim komunis Tiongkok, Kongres Rakyat Nasional.

Sedangkan, James To Kun-su adalah seorang anggota parlemen dan pengacara pro-demokrasi lokal. 

Memperhatikan larangan itu tidak menghalangi pengunjuk rasa turun ke jalan-jalan. James To Kun-su sempat bertanya kepada Ip Kwok-him, apakah Dewan Eksekutif mengevaluasi apa yang akan menjadi dampak hukum Undang-Undang Anti Masker. 

Kala itu, Ip Kwok-him, menjawab bahwa pemerintah “benar-benar tidak setuju atau menerima” tuntutan pengunjuk rasa untuk mencabut undang-undang anti-masker. Ia mengatakan, pemerintah akan menggunakan semua energinya untuk melakukan apa pun untuk mengendalikan situasi.

Politikus itu menambahkan, bahwa pemerintah terbuka terhadap langkah-langkah lain untuk menghentikan aksi protes. 

Kemudian penyiar bertanya kepada  Ip Kwok-him, apakah pemerintah Hong Kong akan mempertimbangkan untuk menerapkan larangan internet.

Saat itu, Ip Kwok-him menjawab, Jika perlu, mereka akan melakukannya. Ia berdalih, solusi apa pun yang dapat menghentikan kerusuhan dan memiliki kedudukan hukum, maka akan dilakukan.

Ip Kwok-him tidak memberikan perincian lebih lanjut mengenai pernyataannya. 

Di media sosial, banyak warga Hongkong menyatakan, bahwa larangan masker hanya memperparah keadaan. Justru, semakin membuat pengunjuk rasa tak menerimanya,  yang sudah kesal dengan tindakan pemerintah.

Chris Patten, gubernur Inggris Hong Kong terakhir sebelum penyerahan ke Beijing,  mengatakan kepada media Inggris Sky News pada 7 Oktober, bahwa larangan itu keliru dan dapat memicu peningkatan ketegangan.

Chris Patten mengatakan, ide bahwa dengan peraturan ketertiban umum Anda mengirim pasukan polisi turun dengan amunisi  tidak masuk akal. Tak lama lagi, kecuali sangat beruntung, orang-orang akan terbunuh dan ditembak. 

Khawatir tentang lebih banyaknya terjadi korban, Patten menyerukan kepada pemimpin kota Carrie Lam untuk menyelesaikan krisis dengan benar-benar mendengarkan rakyat Hong Kong. Yang mana disertai mengedepankan pentingnya dialog.  (asr)