Mengapa Polisi Marinir Hongkong Berebut Mengambil Jenazah Korban Diklaim “Bunuh Diri” yang Terapung di Laut ?

Li Yun – NTDTV.com

Saat unjuk rasa warga Hongkong menuntut dicabutnya revisi Undang-Undang ekstradisi yang telah berlangsung selama 4 bulan, pengunjuk rasa menghadapi penindasan berdarah dari kepolisian Hongkong. 

Seiring dengan munculnya desas-desus tentang polisi Hongkong membunuh pengunjuk rasa, jumlah pengunjuk rasa diklaim “bunuh diri” yang patut dicurigai juga terus bertambah. 

Insiden diklaim “jatuh dari bangunan” mayat yang mengapung di pesisir sering muncul. Polisi Marinir berebut mengambil jenazah korban. 

Seorang petugas penyelamat kebakaran Hongkong mengemukakan, 6 keraguan besar tentang klaim bunuh diri. Disimpulkan bahwa para jenazah yang diklaim “bunuh diri” sangat aneh. Korban diduga  dibuang setelah kematiannya.

Ada netizen mengunggah foto tubuh lelaki yang tergeletak di tepi jalan pada forum LIHKG Hongkong. Ia mengatakan bahwa jenazah lelaki yang sebelah kakinya putus di Sha Tin ini hanya terlihat sedikit darah.

Dalam foto terlihat lelaki tersebut dengan pakaian kurang rapi dan mukanya menghadap tanah. yang mengerikan adalah sebelah kakinya dari pergelangan terpisah dari tubuh, terbang ke dekat penutup parit di samping jalan. Masih terlihat adanya bekas ikatan.

Pihak polisi pada 11 Oktober membenarkan bahwa jenazah lelaki tersebut bermarga Lian berusia 31 tahun. Jenazah telah didaftarkan sebagai mati bunuh diri dengan cara meloncat dari gedung. Kasusnya sudah dianggap selesai tanpa perlu diragukan. Namun, beberapa netizen Hongkong menduga bahwa penyebab kematiannya tidak sederhana apa yang dikatakan pihak polisi Hongkong.

Sejak unjuk rasa anti revisi RUU ekstradisi berlangsung di Hongkong pada 9 Juni lalu, polisi Hongkong telah menangkap 2.379 orang warga Hongkong dan 30% dari mereka yang ditangkap masih di bawah umur. Selain itu, banyak warga yang ditangkap. Jumlah kasus klaim “bunuh diri” aneh terus melonjak dalam 2 bulan terakhir.

Menurut statistik yang dibuat masyarakat, sejak 12 Juni hingga 10 September, terjadi 109 kasus “bunuh diri”. Hanya dalam 10 hari sejak 1 – 10 September, yaitu, setelah insiden pemukulan dalam stasiun KA Prince Edward pada 31 Agustus, jumlah kasus “bunuh diri” tiba-tiba melonjak menjadi 49 orang. 

Banyak keraguan ditemukan pada jenazah tersebut, termasuk tidak ditemukan pendarahan pada tubuh yang “jatuh dari bangunan.” Bahkan yang terlihat justru luka lama, jenazah yang mengapung dengan kedua tangannya terikat dan sebagainya. 

Beberapa jenazah dengan kondisi yang mengerikan. Satu jenazah wanita telanjang bulat yang “jatuh dari bangunan” tubuhnya terpisah dari pinggang. Satu jenazah wanita yang “korban tenggelam” tinggal tulang belulang.

Selain itu, dalam 1 bulan terakhir ini setidaknya ada 5 kasus “penemuan jenazah yang mengapung” di Hongkong.

Sebagai contoh, pada 22 September, sesosok mayat wanita telanjang mengambang ditemukan mengapung di permukaan laut dekat Devil’s Peak, Kowloon. Jenazah tersebut diketahui bernama Chen Yanlin berusia 15 tahun. Ia semasa hidupnya sebagai seorang atlet renang Hongkong. Ia memang beberapa kali berpartisipasi dalam pawai anti-RUU ekstradisi. Tubuh Chen sudah dikremasi. Polisi menyangkal bahwa Chen Yanlin sebelumnya telah mengalami pemukulan dan pelecehan seksual.

Pada 24 September, di tepi pantai laut yang berada di depan Tsuen Wan Riviera Park ditemukan sesosok mayat lelaki yang menggunakan baju, celana dan sepatu serba hitam. Mayat itu masih mengeluarkan darah, terdapat luka lembab di pelupuk matanya, mulutnya ditutup selotip. Tubuhnya tidak menampakkan pembengkakan sebagaimana orang tenggelam. Apakah lelaki tersebut bukan korban pembunuhan sebelum dibuang ke laut ?

Namun, Kepolisian Hongkong pada dasarnya telah meminta masyarakat untuk tidak ragu terhadap “hasil penyelidikan” polisi terhadap kasus klaim “bunuh diri” yang belakangan meningkat. Namun, hasil “penyelidikan” kepolisian tidak dapat meyakinkan masyarakat.

Polisi marinir Hongkong berebut mengambil jenazah korban “bunuh diri” dari laut, anehkan !

Pada 13 Oktober, dalam laporan Epoch Times telah disinggung tentang ada 6 keraguan besar. Fakta itu diungkapkan oleh seorang petugas penyelamat yang telah berpengalaman lebih dari 10 tahun. Ia menyimpulkan bahwa jenazah-jenazah diklaim “bunuh diri” tersebut, besar kemungkinannya adalah mereka yang sudah mati terbunuh sebelumnya.

Pertama adalah jumlahnya mayat mengapung dalam beberapa bulan ini merupakan jumlah total yang terjadi dalam sepuluh tahun terakhir.

Kedua, sebelumnya polisi marinir tidak pernah menjalankan tugas mengambil mayat terapung di perairan. Itu adalah tugas dinas penyelamat. Karena dinas penyelamat memiliki kapal papan, sehingga tubuh jenazah dapat sepenuhnya dibaringkan di atas papan. Sedangkan polisi marinir tidak memiliki itu, mereka hanya bisa mengambil dengan tangan yang mudah membuat kerusakan pada jenazah. Yang mana bisa mempengaruhi hasil penyelidikan pihak berwenang. Lucunya, sekarang polisi marinir berebut mengangkat jenazah dari dalam air. Mengherankan bukan ?!?

Ketiga, dulu jika ada polisi marinir yang diberi tugas untuk mengangkat jenazah dari dalam air, biasanya jenazah itu dibawa dari laut menuju pangkalan mereka. Lalu dibawa lagi ke rumah sakit dengan mobil ambulans dari pihak berwenang. Namun, polisi marinir belakangan ini tiba-tiba menjadi “rajin”, karena secara inisiatif mengambil alih seluruh proses tugas setelah pengangkatan jenazah.

Keempat, dulu petugas dinas penyelamat ditugaskan untuk mengangkat jenazah biasanya sudah ada laporan dari seseorang mengenai penemuan mayat sebelumnya. Seperti ada kapal yang kehilangan salah seorang penumpangnya, atau ada saksi mata melihat orang yang melompat ke laut. Dinas penyelamat kemudian menelusuri pantai hingga tengah laut untuk melakukan pencarian. Biasanya dibutuhkan waktu 62 jam, karena tubuh baru akan mengapung ke permukaan laut setelah melewati sekitar 30 jam.

Namun, semua kasus mayat mengapung yang terjadi baru-baru ini sama sekali tidak ada orang yang melaporkan. Mayat langsung bisa ditemukan dan diangkat tanpa perlu melakukan pencarian di laut.

Kelima, jika tubuh tenggelam, tubuh biasanya mengapung dalam waktu sekitar 30 jam. Setelah tenggelam, sejumlah besar bakteri dalam jaringan tubuh dapat menimbulkan fermentasi. Kemudian menghasilkan udara sehingga tubuh membengkak kemudian mengapung. Selain itu, setelah 30-an jam terbenam dalam air, pembengkakan dapat mengubah bentuk kelima indera.

Namun demikian, dalam kasus penemuan mayat pada 8 Oktober di dekat Semenanjung Haiyi, petugas yang mengangkat jenazah mengatakan bahwa korban adalah seorang wanita berpakaian hitam yang kelima inderanya masih tampak sempurna atau belum ada perubahan. Tubuh wanita tersebut sudah berada di laut selama sekitar 4-5 jam. Bisa jadi ia sudah meninggal lebih awal. Sehingga bakteri dalam tubuhnya sudah terjadi fermentasi dan menghasilkan udara, sehingga tubuh sudah mengapung sebelum proses pembengkakan.

Keenam, Sangat jarang polisi marinir melaut pada malam hari untuk mencari korban orang tenggelam di laut, kecuali kalau tinggal mengangkat tanpa pencarian. Biasanya kapal mereka pada malam hari ditambat di Pangkalan Polisi Marinir atau Administrasi Maritim. Tetapi akhir-akhir ini, ada rekan yang mengatakan, bahwa ia melihat di malam hari polisi marinir menggunakan kendaraan dinas menghantar 7-8 orang petugas naik ke satu kapal mereka. Kapal itu ditambat di pangkalan dan 1 orang lagi ke kapal yang berbeda kemudian langsung melaut.

Ketika dinas penyelamatan saja tidak menerima laporan untuk mengangkat mayat yang terapung di laut, bagaimana polisi maritim dapat mengetahui ada mayat yang perlu segera diangkat ? Karena perbedaan dalam tugas, dinas penyelamatan dengan polisi maritim hampir tidak ada hubungan dalam pekerjaan. Jadi tidak jelas apa yang mereka lakukan.

Pada 8 Oktober sore hari sesosok tubuh wanita berpakaian hitam ditemukan terapung di permukaan laut dekat Semenanjung Haiyi. Dalam hal ini, Sekjen. Joshua Wong Chi-fung berpendapat bahwa kasus ini tidak sesederhana ungkapan polisi Hongkong. (video screenshot) 

Pakar :  “bunuh Diri” warga Hongkong dilakukan oleh komunis Tiongkok

Pakar keuangan Hu Caiping melalui Facebook menyebutkan, bahwa begitu banyak warga Hongkong dilempar dari gedung tinggi. Bahkan ada tubuh yang putus menjadi 2 bagian, atau tangan dan kaki terpisah dari tubuh tetapi hampir tidak ada noda darah. Itu berarti korban sudah meninggal beberapa waktu sebelumnya. Darahnya telah membeku baru tidak mengeluarkan darah setelah dilempar ke tanah. Anggota badan terpisah karena tubuh sudah kaku.

Hu Caiping mempertanyakan, apakah polisi melakukan pengejaran terhadap pembunuhnya ? Tidak, karena polisi Hongkong mengejar anak-anak yang berjuang untuk demokrasi dan kebebasan berdiri di front yang sama dengan para pembunuh. 

Semakin banyak warga yang “jatuh dari bangunan”, tubuh gadis berbaju hitam yang terapung di laut, membuat warga Hongkong merasa takut. Tidak benar, forum online penuh dengan foto-foto seperti itu, gadis yang mati terlihat berparas cantik, dengan tubuh yang ideal, mengapa mereka yang dipilih ?

Ia curiga, karena usia mereka ini masih mudah, bukan usia orang yang dengan mudah memilih kematian. Sewaktu Anda di SMP atau SMA, apakah pernah menjumpai begitu banyak murid sekelas yang meninggal dunia? Ada berapa banyak teman dalam hidup Anda yang jatuh dari gedung-gedung tinggi atau jenazahnya dibawa angin menuju pesisir pantai ?

Hu Caiping mengatakan bahwa polisi seharusnya memberikan rasa aman kepada warga. Akan tetapi di Hongkong, ini tidak terjadi sekarang. Polisi hitam adalah bandit yang tidak mengejar pembunuh. Bahkan polisi berseragam hitam itu yang didatangkan dari Shenzhen itu mungkin adalah para pembunuh. 

Ada petugas polisi Hongkong yang tidak mau disebutkan identitasnya saat diwawancara mengatakan, banyak polisi yang diam-diam menyelinap dalam kerumunan para pengunjuk rasa pada akhir pekan. Ada sejumlah polisi yang menyelinap dalam kerumunan pengunjuk rasa. Mereka menyerahkan kartu identitas kepada penggantinya setiap kali pertukaran shift.

Ia secara blak-blakan mengatakan, bahwa bagi orang yang tidak memahami komunis Tiongkok ia akan merasa acuh tak acuh. Tetapi jika Anda telah membaca laporan tentang kamp kerja paksa Masanjia, melihat laporan tentang rantai kepentingan transplantasi organ dan laporan tentang genosida yang terjadi di Xinjiang, Anda tidak mungkin meragukannya. Itulah Partai Komunis Tiongkok, iblis.

Fan Shiping, seorang profesor di Institute of Politics Taiwan Normal University saat membahas situasi terkini dengan reporter VOA mengatakan, bahwa semua jenazah yang mengapung adalah jenazah yang dibuang setelah korban mati akibat penyiksaan oleh polisi Hongkong. Jika polisi tidak secara terbuka dan jujur mengungkapkan penyebab kematian korban, tentu saja  warga Hongkong akan lebih skeptis terhadap pemerintah.

Ia mengatakan bahwa begitu banyak warga Hongkong mati dengan alasan yang patut dicurigai. Suasana anti-Rancangan Undang-undang ekstradisi telah berubah dari sebelumnya hanya kekecewaan menjadi kemarahan, tetapi sekarang berkembang menjadi tragis. (Sin/asr)

FOTO : Pada 6 Oktober, warga Hongkong mendirikan tempat berkabung di persimpangan jalan Johnston Road, Hennessy Road, Wan Chai. (Yu Tianyou/Epoch Times)