Pemerintah Hong Kong Melangkah untuk Menyensor Internet

FRANK FANG, EPOCH TIMES

Otoritas Hong Kong mengeluarkan keputusan pertamanya yang menyensor internet setelah perintah pengadilan memerintahkan melarang perpesanan percakapan online tertentu. Bagaimana jadinya jika penyensoran internet dilakukan di Hong Kong? 

Pada 31 Oktober, Pengadilan Tinggi Hong Kong mengeluarkan perintah interim yang melarang orang “menyebarluaskan, mengedarkan, menerbitkan, atau menerbitkan kembali pada platform atau media berbasis internet” informasi apa pun yang “mempromosikan, mendorong, atau menghasut penggunaan atau ancaman, kekerasan, ” menurut siaran pers pemerintah Hong Kong.

Melansir dari The Epochtimes, langkah itu dilakukan tepat ketika warga Hong Kong bersiap menggelar aksi protes saat akhir pekan tiba.

Dua platform yang ditenggarai disebutkan dalam siaran pers itu adalah LIHKG yang mirip seperi forum Reddit forum dan aplikasi perpesanan Telegram.

Pemerintah pemimpin pro-Komunis Tiongkok, Carrie Lam menyatakan bahwa platform dan medsos tersebut “telah disalahgunakan” untuk menghasut pemrotes untuk berpartisipasi dalam “kegiatan yang melanggar hukum,” seperti merusak properti yang ditargetkan.

Perintah itu dikeluarkan atas permintaan Sekretaris Kehakiman Hong Kong dan larangan itu akan berlaku sampai 15 November. Menurut media lokal Hong Kong Free Press, sidang resmi untuk larangan itu akan berlangsung pada tanggal yang secara efektif pada pekan ini. Larangan itu segera dibanjiri dengan kritikan. 

Dalam siaran pers yang dikeluarkan pada tanggal 31 Oktober, anggota parlemen pro-demokrasi Hong Kong, Charles Mok menyatakan: “Perintah pengadilan sementara menetapkan preseden yang sangat berbahaya untuk memperkenalkan sensor internet terhadap percakapan online yang mirip dengan Great Firewall Komunis Tiongkok.”

Mok menambahkan: larangan itu adalah pelanggaran serius terhadap kebebasan berekspresi warga dan seharusnya aliran informasi Hong Kong yang bebas.

Anggota parlemen mempertanyakan mengapa pemerintah  memangkas pengawasan Dewan Legislatif. Tapi justru meminta instruksi dari pengadilan. Tindakan semacam itu dinilai, sebenarnya “mempercepat Hong Kong berubah menjadi ‘satu negara, satu sistem.'”

“Satu negara, dua sistem” adalah dasar di mana Inggris setuju untuk mengembalikan  Hong Kong ke Tiongkok pada tahun 1997. Model seperti itu ditandatangani oleh Inggris karena menjanjikan otonomi politik dan ekonomi kepada Hong Kong.

Namun, sejak penyerahan itu, warga Hong Kong telah mengeluh bahwa pengaruh  Beijing telah memengaruhi politik, pendidikan, dan kebebasan pers di Hong Kong.

Aksi protes di Hong Kong dimulai pada awal Juni, ketika jutaan warga turun ke jalan, sebagian merupakan perlawanan terhadap pengaruh Beijing. Tuntutan melebar, ketika pengunjuk rasa juga menyerukan demokrasi yang lebih luas, seperti hak pilih universal, serta penyelidikan independen untuk menyelidiki contoh-contoh kekerasan polisi terhadap pengunjuk rasa.

Charles Mok mengatakan, secara selektif melarang percakapan online akan menempatkan ekonomi Hong Kong dan khususnya inovasi dan teknologinya dalam posisi berbahaya. Langkah pemerintah Hong Kong dinilai sangat tidak bertanggung jawab,.

Mok memperingatkan bahwa jika pemerintah kota akan mengambil langkah selanjutnya, yakni dengan menerapkan undang-undang darurat era kolonial untuk mewajibkan operator telekomunikasi dan penyedia layanan internet membatasi akses internet, maka akan “memberikan pukulan berat bagi industri jasa keuangan dan eksekutif profesional serta  industri internet Hong Kong. 

The Hong Kong Internet Service Providers Association -HKISPA- mengatakan pada Agustus lalu, bahwa mereka “sangat menentang pemblokiran  Layanan Internet selektif tanpa konsensus masyarakat.”

Seruan itu memperingatkan, “Mengingat kompleksitas Internet modern termasuk teknologi seperti VPN, cloud dan kriptografi, tidak mungkin untuk secara efektif dan bermakna memblokir layanan apa pun, kecuali  menempatkan seluruh Internet Hong Kong di belakang firewall pengawasan dalam skala besar.”

Pada 4 Oktober lalu, Lam meminta undang-undang darurat untuk menerapkan larangan masker di pertemuan umum — suatu langkah yang sejak saat itu ditentang di pengadilan setempat.

Dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan pada 31 Oktober, LIHKG mengatakan belum menerima perintah pengadilan yang merinci larangan tersebut, sehingga tidak dapat mengomentarinya. Namun demikian, mendesak pemerintah untuk mendengarkan seruan rakyat Hong Kong. Selain itu, tidak menggunakan tindakan menindas warga  yang dapat merusak reputasi internasional Hong Kong.

Banyak pengguna LIHKG telah meninggalkan pesan menyuarakan dukungan mereka untuk platform itu. 

Seorang pengguna menulis, “Ia berharap forum LIHKG melakukan yang terbaik untuk melindungi kebebasan berbicara warga.”

Tidak diketahui bagaimana pihak berwenang Hong Kong berencana untuk melarang Telegram. Perusahaan di belakang aplikasi terdaftar di Amerika Serikat dan Inggris. Rusia mulai melarang Telegram pada 2018 meskipun gagal. Aplikasi tersebut masih sangat populer.

Bruce Lui, seorang dosen senior bidang jurnalisme di Hong Kong Baptist University, mengkritik larangan tersebut sebagai alat yang menciptakan “teror putih,” dalam sebuah wawancara dengan media Hong Kong, The Stand News.

Lui menyatakan kekhawatirannya bahwa warga Hongkong dapat menyensor diri mereka sendiri, karena takut dikenai dengan tuduhan palsu karena membuat komentar secara online — seperti yang terjadi di Tiongkok. (asr)

Foto tersebut menunjukkan Kepala Eksekutif Hong Kong Lin Zhengyue pada konferensi pers pada 3 September. (Guo Weili / Epoch Times)