Departemen Kehakiman Amerika Serikat Menghadapi Penyusupan Tiongkok melalui Serangkaian Penangkapan Mata-Mata

Cathy He – The Epochtimes

Mencuri inovasi dari Amerika Serikat adalah bagian penting dari upaya rezim Tiongkok untuk menjadi pesaing global dalam bidang teknologi-tinggi.

Lembaga pemikir Center for Strategic and International Studies yang berbasis di Washington menyebutkan kampanye untuk mencuri informasi adalah agresif. Kini mata-mata Tiongkok menjadi sekitar 90 persen pelaku dalam kasus spionase Amerika Serikat.

Awal tahun ini, seorang profesor di Universitas California-Los Angeles dihukum karena perannya dalam skema rumit untuk secara curang memperoleh teknologi microchip sensitif dari perusahaan Amerika Serikat, dan mengekspornya secara ilegal ke Tiongkok.

Chip semikonduktor yang dimaksud memiliki aplikasi komersial maupun militer, mencakup sistem panduan rudal untuk militer Amerika Serikat.

Yi-Chi Shih, 64 tahun, memiliki dua kewarganegaraan yaitu Amerika Serikat dan Taiwan, yang melanggar kendali ekspor Amerika Serikat, berhasil mengirimkan chip ke perusahaan Tiongkok yang ia awasi. Perusahaan itu sedang membangun pabrik di barat daya kota Chengdu untuk memroduksi jenis perangkat yang sama.

Dokumen pengadilan menunjukkan bahwa perusahaan itu berencana membuat chip itu bagi militer Tiongkok untuk digunakan sebagai panduan rudal.

Kasus Yi-Chi Shih adalah salah satu dari daftar penuntutan federal dalam beberapa tahun terakhir terhadap spionase Tiongkok, istilah terkait yang mencakup pencurian rahasia dagang, ekspor ilegal teknologi yang penting bagi keamanan Amerika Serikat, pemburuan dunia maya, dan mata-mata tradisional.

Menurut Departemen Kehakiman Amerika Serikat, lebih dari 80 persen dari semua tuduhan spionase ekonomi yang dibawa oleh jaksa federal sejak tahun 2012 melibatkan Tiongkok. 

Departemen Kehakiman Amerika Serikat, November lalu meluncurkan “Inisiatif Tiongkok” untuk memerangi ancaman yang ditimbulkan oleh spionase Tiongkok dan bentuk penyusupan lainnya yang dilakukan Tiongkok dalam masyarakat Amerika Serikat.

Sejak bulan Januari 2018, lebih dari 30 kasus spionase terkait Tiongkok, termasuk yang melibatkan perwira intelijen Tiongkok, mantan pejabat intelijen Amerika Serikat, warganegara Tiongkok, dan warganegara Amerika Serikat yang dinaturalisasi dari Tiongkok, telah menjadi berita utama.

Sementara itu, FBI memiliki lebih dari 1.000 penyelidikan aktif terhadap pencurian kekayaan intelektual.

“Hampir semuanya mengarah kembali kepada Tiongkok,” kata Direktur FBI Christopher Wray kepada para senator Amerika Serikat di sidang kongres pada bulan Juli.

Pengakuan yang Semakin Banyak

Menurut para ahli, penegakan yang meningkat atas spionase ekonomi dan spionase lainnya yang dilakukan Tiongkok dalam beberapa tahun terakhir adalah hasil pengakuan yang semakin banyak terhadap ancaman yang ditimbulkan oleh rezim komunis Tiongko.

“Kesadaran telah ditingkatkan,” kata Casey Fleming, pakar spionase dan CEO BlackOps Partners.

BlackOps Partners adalah sebuah konsultan yang mengkhususkan diri dalam menjaga organisasi terhadap pencurian rahasia dagang. BlackOps Partners menambahkan bahwa para pemimpin senior di sektor swasta, pemerintah, dan militer kini mewujudkan niat rezim Tiongkok yang sebenarnya.

Casey Fleming mengatakan kepada The Epoch Times, bahwa Partai Komunis Tiongkok ingin menggantikan Amerika Serikat sebagai negara adikuasa global.

Tiongkok bertujuan untuk mencapai hal itu melalui strategi yang dijelaskan oleh John C. Demers, Asisten Jaksa Agung Amerika Serikat untuk keamanan nasional, sebagai “merampok, mereplikasi, mengganti.”

“Merampok kekayaan intelektual perusahaan Amerika Serikat, mereplikasi teknologi, dan mengganti perusahaan Amerika Serikat di pasar Tiongkok dan, suatu hari, di pasar global,” kata John C. Demers kepada Komite Kehakiman Senat pada bulan Desember 2018 silam.

Sementara itu, rezim Tiongkok secara konsisten membantah bahwa Tiongkok  mencuri rahasia dari perusahaan dan institusi Amerika Serikat untuk memajukan ekonomi Tiongkok.

“Tiongkok memiliki daftar belanja utama berdasarkan industri, dengan penekanan besar pada bidang teknologi dan keuangan,” kata Casey Fleming.

Sebagian besar daftar belanja ini dapat ditemukan dalam rencana industri “Made in China 2025” yang ambisius di Beijing, yang bertujuan untuk mengubah Tiongkok menjadi adidaya manufaktur berteknologi-tinggi pada tahun 2025. Kebijakan itu menargetkan 10 industri untuk dikembangkan termasuk bidang robotika, kedirgantaraan, dan bioteknologi.

“Rencananya adalah peta jalan menuju pencurian sama banyaknya dengan panduan untuk berinovasi,” kata John C. Demers dalam kesaksiannya di bulan Desember di hadapan Senat.

Nicholas Eftimiades, mantan pejabat intelijen senior Amerika Serikat dan penulis “Operasi Intelijen Tiongkok,” mengatakan kepada The Epoch Times bahwa ia mengumpulkan database dari keseluruhan 464 kasus upaya spionase Tiongkok di seluruh dunia, berdasarkan penuntutan publik.

“Sebagian besar..kasus termasuk dalam teknologi yang diidentifikasi dalam‘ Made in China 2025,'” kata Nicholas Eftimiades.

Menurut Nicholas Eftimiades, sekitar 200 dari kasus tersebut melibatkan teknologi militer atau penggunaan-ganda, dan pada gilirannya, sekitar setengah dari jumlah kasus tersebut terkait dengan teknologi dirgantara atau penerbangan.

Spionase Akademik

Lebih jauh Nicholas Eftimiades menilai bahwa rezim Tiongkok menggunakan “pendekatan seluruh masyarakat” dalam upayanya untuk memperoleh teknologi yang ditargetkan, memobilisasi berbagai entitas, dari badan-badan negara hingga individu.

“Rezim Tiongkok tidak hanya menggunakan Kementerian Keamanan Negara yakni agen intelijen top Tiongkok, departemen intelijen militer Tentara Pembebasan Rakyat, tetapi juga perusahaan milik negara, akademisi, dan perusahaan perorangan,” kata Nicholas Eftimiades.

Casey Fleming mengatakan bahwa, berdasarkan pengalaman profesionalnya serta interaksi dengan perwakilan pemerintah dan bisnis. Dia memperkirakan ada sekitar 150.000 orang yang beroperasi atas nama rezim Tiongkok di seluruh sektor swasta, militer, dan pemerintah Amerika Serikat.

Namun, angka itu tidak mencakup mahasiswa Tiongkok di negara Amerika Serikat, beberapa di antara mahasiswa tersebut digunakan oleh rezim Tiongkok untuk mencuri teknologi dan penelitian mutakhir.

Sebagai contoh, Liu Ruopeng datang ke Amerika Serikat pada tahun 2006 untuk belajar meraih gelar doktor di Universitas Duke, bekerja di laboratorium yang menciptakan prototipe “jubah tembus pandang” yang dapat menyembunyikan benda dari gelombang mikro. Teknologi tersebut memiliki aplikasi potensial untuk telepon seluler dan antena.

Liu Ruopeng membawa teknologi tersebut kembali ke Tiongkok dan mendirikan lembaga penelitian dan perusahaan yang terdaftar di Hong Kong berdasarkan inovasi semacam itu. FBI menyelidiki kegiatan Liu Ruopeng tetapi akhirnya tidak menuntutnya atas tindak kejahatan.

Menurut perkiraan terbaru oleh Institute of International Education, ada sekitar 360.000 orang Tiongkok belajar di Amerika Serikat.

Sementara spionase akademik hanya dilakukan oleh sebagian kecil mahasiswa Tiongkok, Nicholas Eftimiades mengatakan, masalahnya adalah bahwa teknologi yang mereka ambil adalah sangat menghancurkan, dan memicu  dorongan ekonomi atau dorongan militer ke Tiongkok, sehingga dampaknya adalah tidak proporsional.

Nicholas Eftimiades mencatat bahwa hanya dalam satu tahun terakhir Amerika Serikat meningkatkan upaya untuk mengatasi spionase akademik melalui kerja sama dengan lembaga akademik dan penelitian.

Institut Kesehatan Nasional Amerika Serikat, penyandang dana terbesar penelitian biomedis di Amerika Serikat, memperingatkan melalui sepucuk surat kepada 10.000 lembaga mitra pada bulan Agustus tahun lalu, memperingatkan adanya ancaman pencurian kekayaan intelektual  dan campur tangan asing.

Institut Kesehatan Nasional Amerika Serikat menerbitkan laporan yang menyoroti program rekrutmen yang disponsori negara Tiongkok. Laporan berjudul “Rencana Seribu Talenta,” yang bertujuan untuk menarik para pakar asing untuk bekerja di Tiongkok.

Laporan itu menimbulkan kekhawatiran bahwa program tersebut dapat digunakan untuk mentransfer penelitian utama ke Tiongkok. Pasalnya  sering kali diproduksi dengan cara hibah penelitian federal.

Institut Kesehatan Nasional Amerika Serikat sejak itu mulai menyelidiki ilmuwan asing yang didanai Institut Kesehatan Nasional Amerika Serikat di lebih dari 55 institusi Amerika Serikat, Direktur Francis Collins mengatakan kepada komite Senat pada bulan April. 

Sejauh ini, penyelidikan telah mengarah pada pemecatan tiga peneliti Asia di pusat penelitian kanker top di Texas, dan dua orang Tionghoa-Amerika di Universitas Emory di Atlanta.

Associated Press baru-baru ini melaporkan, FBI juga menjangkau perguruan tinggi dan universitas di seluruh Amerika Serikat sebagai bagian kampanye untuk memerangi pencurian kekayaan intelektual yang dilakukan oleh para peneliti yang menguntungkan rezim Tiongkok.

Dalam beberapa bulan terakhir, seorang peneliti Universitas Kansas didakwa mengumpulkan uang hibah federal sambil bekerja penuh waktu untuk universitas Tiongkok. Pasangan Tiongkok yang berbasis di California tersebut, keduanya adalah peneliti, dituduh mencuri rahasia dagang dari rumah sakit anak-anak Amerika Serikat, tempat mereka bekerja, untuk kepentingan perusahaan biotek Tiongkok dan Amerika Serikat miliknya. Seorang mantan ilmuwan di Laboratorium Nasional Los Alamos dituduh berbohong atas keterlibatannya dalam Rencana Seribu Talenta.

Kecanggihan yang Semakin Banyak

Metode spionase Tiongkok menjadi lebih canggih, kata Nicholas Eftimiades, terutama dalam cara rezim Tiongkok mengintegrasikan operasi intelijen manusia dengan spionase dunia maya.

Sebuah contoh pendekatan manusia dengan dunia maya terintegrasi itu, baru-baru ini ditemukan dalam sebuah laporan oleh perusahaan keamanan dunia maya Amerika Serikat.


Setelah menganalisis dakwaan federal dari tahun 2017 hingga 2018, perusahaan tersebut menyimpulkan bahwa biro Departemen Keamanan Negara untuk Provinsi menyusun rencana rumit untuk mencuri teknologi penerbangan.

Menurut laporan tersebut, operasi itu melibatkan komponen peretasan yang didukung oleh sejumlah operasi manusia, termasuk petugas intelijen, peneliti keamanan, dan staf di perusahaan asing yang direkrut oleh Departemen Keamanan Negara.

Dakwaan federal pada bulan Oktober 2018 menuntut 10 orang karena berusaha  mencuri pengetahuan untuk membuat mesin turbofan. 10 orang itu terdiri dari, dua petugas di Departemen Keamanan Negara untuk Provinsi Jiangsu, lima peretas komputer, seorang pengembang malware yang beroperasi atas arahan Departemen Keamanan Negara untuk Provinsi Jiangsu, dan dua karyawan Tiongkok di kantor pabrik dirgantara Prancis di kota Suzhou, Provinsi Jiangsu.

Analisis CrowdStrike membawa hal itu  pada kesimpulan bahwa dakwaan tersebut terkait dengan tiga kasus lain.

Kasus pertama, seorang petugas Departemen Keamanan Negara untuk Provinsi Jiangsu bernama Xu Yanjun, yang ditangkap di Belgia dan diekstradisi ke Amerika Serikat pada bulan Oktober 2018. Xu Yanjun ditangkap atas tuduhan mencuri rahasia penerbangan dari perusahaan asing, termasuk General Electric. 

Kasus kedua, Zheng Xiaoqing, warganegara Amerika Serikat yang dinaturalisasi yang didakwa pada bulan April 2019 atas tuduhan pencurian teknologi turbin General Electric.

Kasus ketiga Ji Chaoqun, seorang warganegara Tiongkok dan mantan perwira Cadangan Angkatan Darat Amerika Serikat yang dituduh secara rahasia bekerja bagi Departemen Keamanan Negara untuk Provinsi Jiangsu guna berusaha membantu dan merekrut insinyur dan ilmuwan asing.

Perusahaan dunia maya itu menyimpulkan bahwa mereka semua adalah bagian skema yang sama, di mana Xu Yanjun ditugaskan merekrut warganegara Tiongkok yang tinggal di luar negeri untuk melayani sebagai co-konspirator dalam operasi tersebut.

Respon Seluruh Masyarakat

Menyuarakan komentar yang dibuat oleh pejabat senior Amerika Serikat, Nicholas Eftimiades mengatakan bahwa Amerika Serikat harus mengadopsi pendekatan seluruh masyarakat yang serupa untuk melawan pelanggaran rezim Tiongkok.

“Hal itu tidak dapat hanya dilakukan oleh pemerintah sendiri namun hal itu harus dilakukan oleh pemerintah dalam kemitraan dengan industri dan akademisi. Walaupun pemerintah amat sangat terbiasa melindungi rahasianya sendiri, hal tersebut tidak begitu digunakan dalam membantu industri Amerika Serikat melindungi rahasianya,” kata Nicholas Eftimiades.

Sektor swasta dan akademisi perlu dilatih dan dididik mengenai ancaman tersebut, dan juga berbagi informasi yang relevan satu sama lain. Pemerintah juga dapat membantu industri dan akademisi menetapkan standar yang lebih baik untuk memeriksa orang-orang atas akses orang dalam ke informasi dan teknologi penting.

Menurut Casey Fleming, setiap orang Amerika Serikat perlu memahami bahwa Tiongkok adalah negara komunis, diperintah oleh sebuah partai yang telah melancarkan perang tersamar melawan Amerika Serikat.

“Sementara sebagian besar orang Amerika Serikat mungkin menganut konsep menang atau kalah, Partai Komunis Tiongkok berada di atas tingkat tersebut,” kata Casey Fleming.

Partai Komunis Tiongkok percaya pada ‘hidup atau mati’: ‘Aku harus hidup. Anda harus mati, tidak pernah bertarung lagi.’”

vivi