Kanada Dukung Gugatan Kasus Genosida Myanmar Terhadap Minoritas Rohingya di Mahkamah Internasional

THE CANADIAN PRESS/The Epochtimes

Kanada mendukung gugatan genosida terhadap pemerintah Myanmar atas kekerasan sistemik yang memaksa lebih dari 700.000 Muslim Rohingya meninggalkan negara mereka.

Gambia mengajukan permohonan kasus genosida pada 11 November kepada Mahkamah Internasional di Den Haag, Belanda. Gugatan itu didukung Organisasi Kerjasama Islam (OKI), sebuah kelompok yang terdiri dari 57 negara Muslim.

Menteri Luar Negeri Kanada, Chrystia Freeland mengatakan dalam sebuah pernyataan, bahwa langkah itu akan memajukan pertanggungjawaban atas kejahatan genosida, yang meliputi pembunuhan massal, diskriminasi sistemik, ujaran kebencian, dan kekerasan berbasis seksual dan gender.

Pemerintah Kanada akan mencari cara untuk mendukung upaya hukum Gambia. Untuk itu, ia mengatakan pemerintahnya akan meminta bantuan mantan pemimpin sementara Liberal dan politikus Bob Rae, yang juga menjabat sebagai utusan khusus Kanada untuk Myanmar.

“Kanada akan bekerja dengan negara-negara yang berpikiran sama untuk mengakhiri impunitas bagi mereka yang dituduh melakukan kejahatan paling buruk di bawah hukum internasional,” demikian pernyataan Menlu Kanada Freeland.

Chrystia Freeland menegaskan, memastikan para pelaku kekejaman tersebut dimintai pertanggungjawaban sangat penting untuk memberikan keadilan kepada para korban dan orang yang selamat, sambil membangun perdamaian dan rekonsiliasi yang abadi di Myanmar. 

Bob Rae, dalam laporannya tentang Myanmar yang dirilis tahun lalu, mendesak Kanada untuk memainkan peran utama dalam penuntutan internasional terhadap para pelaku kekerasan di negara Asia Tenggara itu.

Rae juga memprediksi tantangan hukum bagi komunitas internasional, jika ia memutuskan untuk mengejar penuntutan terhadap para pemimpin Myanmar atas kejahatan terhadap kemanusiaan.

Tantangan utama adalah menciptakan pengadilan yang kredibel dan independen yang dapat mendengarkan kasus tersebut. Bob Rae mencatat, bahwa pengadilan khusus dibentuk untuk menuntut kejahatan perang di Kamboja, Rwanda, dan bekas Yugoslavia.

Pada bulan September 2018, House of Commons atau parlemen Kanada dengan suara bulat mendukung mosi yang mengatakan kejahatan terhadap Rohingya adalah genosida. 

Mosi itu juga menegaskan kembali seruan kepada Dewan Keamanan PBB untuk merujuk Myanmar ke Pengadilan Kriminal Internasional.

Gerakan itu bertepatan dengan misi pencarian fakta PBB yang melaporkan militer Myanmar secara sistematis membunuh ribuan warga sipil Rohingya. Yang mana, membakar ratusan desa mereka dan terlibat dalam pembersihan etnis dan pemerkosaan massal oleh geng. Seruan itu menyerukan pucuk jenderal Myanmar untuk diselidiki dan dituntut karena genosida.

Sebuah pernyataan pada 11 November dari Human Rights Watch atas nama 10 organisasi non-pemerintah internasional mentyatakan, bahwa langkah oleh Gambia mewakili “pengawasan pengadilan pertama atas kampanye pembunuhan, pemerkosaan, pembakaran, dan kekejaman Myanmar lainnya terhadap Muslim Rohingya.

Tercatat, bahwa Kanada, Bangladesh, Nigeria, Turki, dan Prancis “telah menegaskan bahwa Myanmar melakukan genosida terhadap Rohingya.”

Pada Oktober 2018, Kanada juga menanggalkan status Aung San Suu Kyi, pemimpin sipil Myanmar, tentang kewarganegaraan Kanada kehormatannya karena keterlibatannya dalam kekejaman. 

Aung San Suu Kyi telah terkenal selama beberapa dekade sebagai pemimpin yang secara damai menentang penguasa militer di negaranya.

Militer Myanmar melancarkan serangan terhadap Rohingya pada Agustus 2017. 

Sebagian besar etnis Rohingya melarikan diri ke negara tetangga Bangladesh. Pelarian mereka telah menciptakan salah satu kamp pengungsi terbesar di dunia. (asr)


FOTO : Pengungsi Rohingya berjalan menuju sebuah kamp pengungsi setelah melintasi perbatasan di Anjuman Para dekat Cox’s Bazar, Bangladesh, 19 November 2017. (Reuters / Mohammad Ponir Hossain)