Gedung Putih Mengecam ‘Penggunaan Kekuatan yang Tak Tepat’ oleh Polisi Hong Kong Ketika Menangkap Ratusan Orang

Frank Fang – The Epochtimes

Gedung Putih mengkritik polisi Hong Kong setelah bentrok dengan pengunjuk rasa di Universitas Politeknik Hong Kong baru-baru ini. 

“Kami mengutuk penggunaan kekuatan yang tidak adil dan mendesak semua pihak untuk menahan diri dari kekerasan dan terlibat dalam dialog yang konstruktif,” demikian diungkapkan seorang pejabat senior AS yang tidak disebutkan namanya dalam pemerintahan Presiden Trump, menurut laporan Reuters.

Pejabat itu menambahkan: “Seperti yang dikatakan Presiden, Amerika Serikat mengharapkan Beijing untuk menghormati komitmennya di bawah Deklarasi Bersama Tiongkok-Inggris dan untuk melindungi kebebasan, sistem hukum, dan jalan hidup demokratis Hong Kong.”

Bentrokan di Politeknik Hong Kong dimulai  pada Minggu 17 November dan berlangsung hingga matahari terbit pada Senin 18 November. Saat itu,  polisi menembakkan gas air mata, meriam air, dan mengerahkan alat sonik terhadap pengunjuk rasa yang melemparkan bom bensin dan menembakkan panah.

Perseteruan sengit antara kedua belah pihak adalah hasil dari pengunjuk rasa yang memblokir terowongan lintas-jalan dekat universitas. Langkah itu sebagai upaya menekan pemerintah Hong Kong untuk memenuhi lima tuntutan mereka, termasuk hak pilih universal.

Polisi menerobos pintu masuk utama universitas tempat para pemrotes menahan barikade darurat sekitar pukul 5:30 pagi waktu setempat. Polisi juga melakukan sejumlah penangkapan.

Polisi sejak itu melakukan penangkapan besar-besaran di daerah dekat Chichen Golden Plaza, yang berjarak sekitar 5 menit berjalan kaki dari  Politeknik Hong Kong. Media Hong Kong melaporkan bahwa polisi telah menangkap sedikitnya 100 orang. 

Beberapa dari mereka berusaha masuk ke universitas untuk mendukung aksi protes.

Polisi juga menangkap Lo Kin-hei, wakil ketua Partai Demokrat Hong Kong, dengan belasan lainnya dari Energy Plaza, yang berjarak sekitar 500 meter dari Politeknik Hong Kong

Di luar Hotel Icon, yang berjarak sekitar 3 menit berjalan kaki dari Politeknik Hong Kong, polisi menangkap setidaknya 40 orang, menurut media Hong Kong. Alasan penangkapan belum dikonfirmasi. 

Beberapa pemrotes yang ditangkap mengenakan pakaian hitam, yang telah digunakan  banyak pendemo sejak aksi protes dimulai pada Juni lalu.

Sebelumnya, media Hong Kong melaporkan bahwa masih ada sekitar 500 pemrotes yang terjebak di dalam Politeknik Hong Kong. Ketika mereka mencoba meninggalkan kampus, mereka dipaksa kembali oleh gas air mata dari polisi. Upaya pengunjuk rasa untuk meninggalkan Politeknik Hong Kong datang setelah pengumuman yang direkam sebelumnya oleh pimpinan Kampus Teng Jin-Guang sekitar pukul 7 pagi waktu setempat. 

Teng mengatakan bahwa dia telah mencapai kesepakatan dengan polisi untuk gencatan senjata dengan syarat bahwa pengunjuk rasa tidak melakukan penggunaan kekerasan.

 Teng Jin-Guang  juga mengklaim, memiliki izin dari polisi agar pengunjukrasa meninggalkan kampus dengan damai. Ia mengatakan, secara pribadi akan menemani pendemo ke kantor polisi, untuk memastikan bahwa kasus mereka akan diproses secara adil.

Sejak itu, petinggi kampus dikritik karena gagal menjaga mahasiswanya, termasuk dari presiden serikat mahasiswa Politeknik Hong Kong, Derek Liu.

Serikat mahasiswa Politeknik Hong Kong menyerukan kepada komunitas internasional untuk mengikuti aksi protes di kampusnya. Ia juga mendesak warga Hongkong lainnya untuk terus melakukan aksi mogok, ketika berbicara dengan siaran radio lokal pada pagi hari tanggal 18 November.

Dewan Demokrasi Hong Kong yang bermarkas di Washington, AS, menyerukan kepada Gedung Putih, Departemen Luar Negeri AS, dan para pemimpin di Kongres untuk bertemu dengan duta besar Tiongkok untuk Amerika Serikat, Cui Tiankai. Pertemuan itu menegaskan kepada Tiongkok, bahwa AS tidak akan mentolerir Pemerintah Hong Kong dan tindakan keras polisi terhadap warganya sendiri,” menurut cuitannya pada 17 November.

Front Hak Asasi Manusia Sipil atau Civil Human Rights Front, penyelenggara utama di belakang banyak pawai besar dalam beberapa bulan terakhir, mengeluarkan pernyataan di Facebook nya pada tengah malam pada 18 November. Seruannya mendesak kepolisian Hong Kong untuk berhenti menggunakan kekuatan hukum terhadap pengunjuk rasa.

Civil Human Rights Front juga mendesak komunitas internasional untuk bergabung dengan permohonan warga Hong Kong. Hal demikian untuk mengurangi kekerasan negara, dan mundurnya polisi anti huru hara dari kampus. 

Sejumlah anggota parlemen AS  menanggapi kekerasan di Politeknik Hong Kong.

Senator Josh Hawley  dalam cuitannya pada 17 November, mengutuk serangan polisi terhadap mahasiswa yang tidak berdaya, dengan mengatakan “Beijing mendorong Hong Kong ke dalam keadaan pengepungan.”

Anson Chan, mantan kepala sekretaris Hong Kong, mengatakan seperti dilansir RTHK bahwa Politeknik Hong Kong menghadapi “krisis kemanusiaan” dan mendesak pemimpin Hong Kong Carrie Lam untuk memerintahkan polisi untuk berhenti menggunakan senjata kekerasan terhadap pengunjuk rasa.

Sebanyak 24 anggota parlemen dari kubu pro-demokrasi Hong Kong, dalam pernyataan bersama pada 18 November, mendesak polisi dan pengunjuk rasa di Politeknik Hong Kong  mengambil langkah mundur untuk mengurangi peningkatan krisis.

Pernyataan tersebut mendesak kepada Komunitas internasional  agar mengekang dan menghentikan kekerasan polisi di lingkungan kampus. (asr)


FOTO : Pada 19 November 2019, ketika ambulans meninggalkan Universitas Politeknik Hong Kong, polisi menangkap orang yang ingin pergi. Angka tersebut menunjukkan bahwa jumlah orang yang ditangkap besar. (Yu Tianyou / Epoch Times)