Mengungkap Kegagalan Otoritas Komunis Tiongkok Selama 10 Hari untuk Memastikan Outbreak Maut Hitam

CHRISS STREET

Belum lama ini diramaikan berita tentang adanya penyakit paling mematikan yakni maut hitam atau black death di Tiongkok. Otoritas komunis Tiongkok telah melanggar pedoman Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO. 

Hal demikian dikarenakan pada bulan November ini,  telah gagal mengungkapkan secara tepat waktu bahwa Tiongkok memiliki dua kasus “Outbreak maut hitam.” Outbreak adalah serangan penyakit yang masih dalam lingkup kecil. 

Bagaimana menilai dan mengungkapkan adanya pedoman yang dilanggar dan kegagalan pihak berwenang di sana? berikut berita selengkapnya : 

Awalnya, Dr. Li Jifeng di Rumah Sakit Chaoyang Beijing, pusat perawatan penyakit menular dan karantina utama di Tiongkok, memposting komentar di situs media sosial WeChat pada tanggal 3 November yang menggambarkan gejala-gejala untuk sepasang suami istri yang dipindahkan dari Mongolia Dalam untuk dirawat di rumah sakit tersebut. Kedua pasien itu menderita demam tinggi dan terengah-engah.

Akan tetapi, Sensor komunis Tiongkok dengan cepat menghapus postingan tersebut. Lebih jauh tidak ada pengungkapan mengenai hal itu di dalam negeri Tiongkok atau internasional. Langkah itu terjadi selama sepuluh hari berikutnya oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Tiongkok bahwa dokter sedang merawat pasangan itu karena wabah pneumonia. Insiden itu adalah untaian yang sama yang menyebabkan “maut Hitam” antara tahun 1347 hingga 1351. Kala itu, yang menewaskan 75 hingga 200 juta orang di seluruh Eurasia dalam pandemi terburuk dalam sejarah.

Wabah dari bakteri Yersinia pestis adalah penyakit yang sangat parah pada manusia. Individu yang terinfeksi dapat menderita gejala setelah masa inkubasi satu hingga tujuh hari. 

Angka kefatalan  kasus yang tidak diobati untuk penyakit pes yang menyerang sistem getah bening tersebut, yang mana lebih umum ditularkan dari mamalia kecil dan kutu mamalia tersebut adalah antara 30 hingga 60 persen.

Tetapi angka kefatalan kasus untuk wabah pneumonia yang telah didiagnosis di Tiongkok adalah 100 persen, jika tidak diobati. 

Strain pneumonik juga dapat menyebar lebih cepat. Dikarenakan, dapat ditularkan dari manusia yang terinfeksi ke banyak manusia yang sehat. Tak lain dikarenakan, menghirup partikel kecil yang terkandung dalam air liur penderita yang dikeluarkan penderita saat batuk dan bersin.

Pada tanggal 13 November, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Tiongkok berusaha meyakinkan masyarakat, bahwa tim yang terdiri dari sebelas ahli yang dikumpulkan dari rumah sakit top di Tiongkok.  Mereka menawarkan bimbingan dan konsultasi sehingga “langkah-langkah pencegahan dan pengendalian lebih lanjut dapat diambil.”

Akan tetapi pernyataan itu muncul meskipun diketahui adanya penderita lain dari Daerah Otonomi Mongolia.  Yang mana, mulai menunjukkan gejala wabah pes yang menyerang saluran getah bening pada tanggal 5 November setelah makan seekor kelinci. 

Berita yang dikelola pemerintahan komunis Tiongkok Xinhua, tidak melaporkan wabah tersebut sampai dua belas hari kemudian pada tanggal 17 November. Kini, sebanyak dua puluh delapan orang yang melakukan kontak dekat dengan penderita tersebut telah dikarantina.

Pasangan suami istri terkena wabah yang terinfeksi didiagnosis di Beijing pada tanggal 3 November. Awalnya mencari perawatan sepuluh hari sebelumnya di rumah sakit yang berjarak 400 Kilometer di utara, di daerah terpencil yang sangat dingin di Mongolia Dalam yang bersinggungan dengan perbatasan Tiongkok, Mongolia, dan Korea Utara .

 Chriss Street mengungkapkan, otoritas Tiongkok tetap bungkam mengenai bentuk transportasi yang digunakan untuk mentransfer pasangan tersebut ke Beijing.  Tentunya, jika ada orang Tiongkok yang terpapar Wabah maut Hitam selama perjalanan panjang tersebut atau di Beijing, maka saat ini sedang dikarantina.

Artikel terbaru Kebijakan Luar Negeri berjudul “Alasan Nyata untuk Panik Terhadap Wabah Hitam di Tiongkok” memperingatkan bahwa otoritas komunis Tiongkok, “daripada khawatir akan virus tersebut dan penyebarannya, pemerintah tampaknya lebih termotivasi oleh keinginan untuk menatalaksana  reaksi masyarakat terhadap penyakit tersebut.” 

Dikarenakan, kurangnya pengungkapan “respons masyarakat maka kini mengarah ke semacam kepanikan yang diinspirasi oleh wabah tersebut.”

Jika tujuan Komunis Tiongkok adalah untuk menyembunyikan Outbreak tersebut, langkah ini telah menjadi bumerang. Di mana masyarakat melepaskan ketakutannya yang amat sangat pada Weibo dan platform media sosial lainnya. 

Bahkan, penduduk Beijing ingat bahwa Rumah Sakit Chaoyang juga kurang transparan. Pasalnya, sudah pernah menyembunyikan korban epidemi SARS pada tahun 2003 silam. Dikarenakan pernah, “menyangkal selama berminggu-minggu adanya virus SARS  yang sebenarnya telah mencapai Beijing.”

Komunis Tiongkok tahu betul betapa bahayanya Wabah maut Hitam dan seberapa cepat Wabah maut Hitam itu dapat menyebar. 

Pada akhir tahun 1800-an, “Wabah maut hitam Modern” yang dimulai di Tiongkok menewaskan sekitar 10 juta orang di seluruh dunia, menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat. 

Selama kampanye Komunis Tiongkok terkait Lompatan Jauh ke Depan yang dilakukan oleh Mao Zedong, lebih dari 1,5 miliar tikus terbunuh dalam kampanye besar-besaran terhadap petani dengan harapan dapat memberantas wabah tersebut. 

Pada bulan Juli 2014, Tiongkok menutup kota Yumen dan mengkarantina lebih dari 30.000 orang. Hal demikian setelah seorang pria berusia 38 tahun meninggal akibat pes yang menyerang sistem getah bening. Korban tertular wabah tersebut setelah dilaporkan memotong seekor marmut untuk memberi makan anjingnya. Pria itu menderita demam dan pembengkakan kelenjar getah bening yang menyakitkan, secara medis disebut sebagai ‘bubo,’ dalam waktu kurang dari 24 jam dan meninggal pada hari berikutnya.

Organisasi Kesehatan Dunia -WHO- telah menerima laporan 3.248 kasus dan 584 kematian akibat wabah pes antara tahun 2010 hingga 2015. Saat ini, tiga negara paling endemik adalah Republik Demokratik Kongo, Madagaskar, dan Peru. (Vivi/asr)

**Pakar ekonomi makro, teknologi, dan keamanan nasional dari Amerika Serikat dalam opininya Selasa 19 November di The Epochtimes