Pekerja Wanita Indonesia Dideportasi Karena Dukung Unjuk Rasa Hong Kong

Zhang Ting

Seorang pekerja wanita sekaligus penulis asal Indonesia, ditahan karena visa kerjanya telah melewati batas waktu, dan pada Senin 2 Desember 2019 dideportasi oleh pemerintah Hong Kong. Menurut International Domestic Worker Federation, penanganan oleh Hong Kong Immigration Department saat ini tidak normal. Selama kontrak kerja masih berlaku, maka visa kerja yang telah melewati batas waktu, umumnya tidak menjadi masalah di Departemen Imigrasi. Kali ini pekerja wanita ini tidak diperpanjang visanya, jelas merupakan tekanan politik terhadap pekerja bersangkutan gegara telah mendukung aksi unjuk rasa.

Merangkum pemberitaan dari “Hong Kong Free Press” dan berbagai media lainnya, pekerja yang bernama Yuli Riswati itu berasal dari Indonesia. Yuli adalah seorang pekerja rumah tangga di Hong Kong, sekaligus merupakan seorang penulis yang telah meraih penghargaan. Yuli telah bekerja di Hong Kong selama 10 tahun.  

Yuli juga aktif menulis novel. Novel karyanya yang berjudul “Luka Itu Masih Ada di Tubuhku” telah meraih penghargaan karya tulis pilihan dalam “Taiwan Literature Awards for Migrants” tahun lalu.

Yuli  juga menulis untuk surat kabar berbahasa Indonesia di Hong Kong yakni surat kabar “SUARA” dan juga “Migran Pos”. Seorang reporter surat kabar “SUARA” bernama Veby Mega Indah mengalami luka parah setelah mata kanannya tertembak peluru karet ketika sedang meliput aksi unjuk rasa pada 29 November 2019 lalu.

Setelah terjadinya gerakan anti Undang Undang ekstradisi pada 9 Juni 2019 lalu, Yuli  berkali-kali pergi ke lokasi unjuk rasa pada hari liburnya untuk meliput situasi saat itu. Hal itu memperoleh sorotan kalangan luar.

Deportasi Oleh Imigrasi Hong Kong TIdak Normal Termasuk Tekanan Politik

Menurut berita, pada 23 September 2019 lalu, Departemen Imigrasi Hong Kong dengan alasan visa kerja Yuli  telah tidak berlaku, mendadak mendatangi tempat tinggalnya dan menangkapnya. Pada 4 November 2019, imigrasi mencabut tuntutan melampaui batas waktu menetap terhadap dirinya dengan alasan “tidak ada cukup bukti untuk menggugat”. Akan tetapi dengan alasan dirinya “tidak memiliki tempat tinggal” di Hong Kong, Yuli  tetap ditahan di Castle Peak Bay Immigration Centre (CIC). Tuduhan imigrasi itu diprotes oleh organisasi yang mendukung Yuli beserta majikannya.

Yuli  dan majikannya telah menandatangani kesepakatan kerja selama 2 tahun, mulai berlaku bulan Januari tahun ini. Majikannya telah mengajukan permohonan agar visa kerjanya diperpanjang, karena masih akan terus mempekerjakan dirinya.

Menurut Koordinator International Domestic Workers Federation di Hong Kong, Fish Ip, yang dihadapi oleh   Yuli  adalah perlakuan tidak normal dari imigrasi. Ada kemungkinan ilegal. Jelas, itu adalah tekanan politik terhadap artikel yang ditulis oleh Yuli. Artikel Yuli  menyuarakan aspirasi para pengunjuk rasa di Hong Kong.” International Domestic Workers Federation mengatakan, biasanya, setelah majikan menjelaskan kondisinya, maka imigrasi akan segera memperpanjang visa kerja.

Ketua dari Hong Kong Federation of Asia Domestic Workers Union (FADWU) bernama Phobsuk Gasing menyatakan, dirinya sangat terkejut atas perlakuan Departemen Imigrasi terhadap Yuli. Walaupun visa Yuli  telah jatuh tempo pada Juli 2019 lalu, tapi dia memiliki kontrak kesepakatan kerja selama 2 tahun.

“Biasanya kondisi seperti itu, jika visa pekerja telah jatuh tempo, selama masih memiliki kontrak yang berlaku, dan majikan memastikan masih membutuhkan tenaga pekerja tersebut, dan menulis surat ke Departemen Imigrasi untuk menjelaskan bahwa mereka lupa memperpanjang visa, maka pihak imigrasi akan mengijinkan si pekerja untuk mendapatkan perpanjangan visa dan tidak akan ada masalah,” tambah Gasing.

Menurut berita, staf wilayah Asia dari International Domestic Workers Federation bernama Ye Peiyu yang telah mengenal Yuli  selama 10 tahun mengatakan, paspor milik Yuli telah jatuh tempo pada Agustus 2019. Setelah memperpanjang paspor, dirinya lupa bahwa visa kerjanya telah jatuh tempo pada 27 Juli lalu.

Namun Ye Peiyu menekankan, dalam kondisi seperti itu, selama kontrak kerja dengan majikannya masih berlaku, memperpanjang visa “biasanya akan disetujui hanya dalam hitungan jam”. Ye Peiyu menyebutkan, sangat lumrah bagi pekerja migran lupa memperpanjang visa kerja mereka, dan sangat jarang dijumpai ada pekerja yang dituntut akibat menetap melebihi batas waktu, apalagi sampai ditahan.

Yuli Dituntut Menulis Pernyataan Palsu

Menurut sebuah organisasi yang mendukung Yuli, pada hari Senin 2 Desember 2019 sore, Yuli  dipaksa menumpang pesawat dengan kode penerbangan CX779 menuju Surabaya, Indonesia. Organisasi tersebut menyatakan, Yuli  dipaksa untuk membatalkan permohonan perpanjangan visanya.

Yuli  menyatakan, sebelum meninggalkan kantor CIC, dia diminta untuk menulis pernyataan bahwa dirinya merasa puas dengan pengaturan “deportasi kembali ke negara asal” yang dilakukan terhadap dirinya.

“Saya sangat terkejut, faktanya saya justru merasa sangat sedih dengan cara Departemen Imigrasi memperlakukan saya, dan dideportasinya saya kembali ke negara asal. Saya menolak menulis surat pernyataan tersebut”, kata Yuli.

Menurut Yuli, petugas imigrasi memberitahunya, jika dia tidak mau menulis surat pernyataan itu, maka dia tidak akan diijinkan untuk pulang ke Indonesia. Dia menyatakan dirinya hanya menulis: “Saya tahu, saya akan dideportasi ke Indonesia”.

Yuli menyatakan, di tempat dirinya ditahan setelah dipaksa menulis pernyataan mencabut permohonan perpanjangan visanya, dia sempat meminta sebuah fotokopi suratnya, tapi ditolak imigrasi, dengan mengatakan bahwa surat itu telah dikirim ke kantor imigrasi di Wan Chai.

Yuli  berterima kasih atas dukungan masyarakat terhadap dirinya.

“Tindakan dukungan mereka itu sangat mengharukan saya. Saya pikir saya akan mengungkapkan apa yang telah terjadi pada diri saya, apa yang terjadi di CIC,”  kata Yuli.

Menurut Yuli, banyak teman-teman yang masih ditahan di CIC tengah mengalami penderitaan. Di sana perlakuan mereka sangat tidak manusiawi dan tidak adil.

“Saya berharap warga Hong Kong juga dapat memperhatikan kondisi mereka. Saya berharap mereka tidak lagi menderita. Bantulah teman-teman yang masih berada di CIC,” kata Yuli.

Sebuah kelompok kecil yang mendukung Yuli beberapa hari lalu menggelar unjuk rasa, menyatakan perlakuan Departemen Imigrasi terhadap Yuli merupakan tekanan politik. Kelompok pendukung itu menyatakan, Departemen Imigrasi bahkan menolak tuntutan dari kelompok pendukungnya untuk sekedar mengucapkan perpisahan dengan Yuli. (SUD/WHS)

FOTO : Yuli Riswati (Channel Youtube Singtaiwan)