Capai Kesepakatan Dagang Bertahap dengan Amerika Serikat, Taktik Komunis Tiongkok Mengulur Waktu

Zhou Xiaohui    

Pada 15 Desember 2019 dua hari menjelang akan diberlakukannya tarif baru, telah tercapai kesepakatan tahap pertama antara Amerika Serikat dengan Komunis Tiongkok.

Kedua negara telah mengumumkan konten garis besar dokumen kesepakatan tersebut. Termasuk dalam dokumen tersebut prakata, kekayaan intelektual, transfer teknologi, produk pangan dan pertanian, layanan finansial, nilai tukar mata uang dan transparansinya, perluasan perdagangan, penilaian kedua pihak dan penyelesaian sengketa dan aturan terakhir.

Total sebanyak sembilan bab. Itu adalah kesepakatan dagang yang selama ini terus dipertahankan oleh pemerintah Trump, harus mencakup perubahan struktural dan mekanisme pelaksanaannya.

Walaupun pada konferensi pers pihak Tiongkok terus berusaha keras menciptakan semacam kompromi yang seimbang dan tetap memperlihatkan sikap keras terhadap Amerika Serikat, tapi masyarakat melihat jelas, inilah akibat bagi pemerintah yang pernah sesumbar “Amerika Serikat bagaikan angkat batu dan dijatuhkan di kaki sendiri” dan “tidak takut perang. Dari yang awalnya bersikeras tidak mengalah sampai sekarang akhirnya semua bisa dikompromikan.

Akan tetapi, bagi pihak Komunis Tiongkok, hasil yang langsung dapat dirasakan oleh Komunis Tiongkok dengan tercapainya kesepakatan ini adalah Amerika Serikat telah membatalkan tambahan tarif terhadap produk impor dari   Tiongkok senilai USD 160 milyar atau sekitar Rp.2.239 triliun yang mestinya diberlakukan pada 15 Desember 2019 yang lalu. Ini adalah hal yang paling ditakuti Beijing, juga membuat petinggi Beijing bisa bernafas lega sejenak.

Di tengah kesulitan perekonomian Tiongkok sekarang ini, yang paling dikhawatirkan adalah tambahan tarif putaran baru dari Amerika akan mengakibatkan pukulan kuat terhadap Komunis Tiongkok. Hal itu memaksa Beijing buru-buru mencapai kesepakatan tahap pertama   sebelum tanggal 15 Desember 2019. Komunis Tiongkok, bahkan juga menyetujui mekanisme pelaksanaan yang selama ini ditentangnya dengan keras.

Persis seperti yang dikatakan oleh Wakil Menteri Keuangan Komunis Tiongkok yakni Liao Min pada konferensi pers saat ditanya wartawan, “Yang paling mendesak saat ini adalah menandatangani dan mengimplementasikan kesepakatan tahap pertama”.

Yang dikatakan Liao Min memang tidak salah, walaupun kedua pihak secara prinsip telah menyetujui isi kesepakatan, tapi dengan track record Komunis Tiongkok yang plin-plan dan tidak menepati janji, pihak AS masih bersikap mewaspadai Komunis Tiongkok apakah kali ini benar-benar akan menandatangani kesepakatan atau tidak.

Apalagi, akan halnya kapan kesepakatan ditandatangani, perwakilan perundingan Amerika Serikat Robert Lighthizer secara jelas mengatakan, akan ditandatangi pada pertemuan tingkat menteri yang akan diselenggarakan di Washington DC bulan Januari tahun depan, dan tidak melibatkan Presiden Trump dan Xi Jinping.

Sedangkan pihak   Tiongkok mengatakan “langkah selanjutnya kedua pihak akan segera menyelesaikan ulasan hukum, mencocokkan dan mengoreksi terjemahan dokumen serta prosedur yang dianggap perlu, dan melakukan perundingan untuk pengaturan jadwal guna penandatanganan resmi”. Komunis Tiongkok menghindari topik mengenai tanggal penandatanganan kesepakatan.

Menurut jadwal dari Amerika, pemerintah Beijing hanya punya waktu kurang dari sebulan dari sekarang yakni 15 Desember 2019 untuk mempertimbangkan apakah akan menandatanganinya atau tidak. Bisa dikatakan, saat ini setelah petinggi Beijing kembali berjanji pada Januari terlepas ditandatangani atau tidak, akan berakibat buruk yang belum pernah terjadi sebelumnya bagi Komunis Tiongkok.

Di satu sisi, jika kesepakatan itu ditandatangani, Beijing harus memastikan menepati janjinya, yakni sistem ekonomi dagang Tiongkok dalam hal kekayaan intelektual, alih teknologi, produk pertanian, layanan finansial dan nilai tukar mata uang harus dilakukan reformasi struktural, dalam beberapa tahun ke depan akan membeli banyak produk dan layanan dari Amerika.

Menurut penjelasan Lighthizer, pihak Tiongkok setuju dalam tempo 2 tahun meningkatkan belanja produk pertanian Amerika senilai USD 32 milyar atau sekitar 448 triliun rupiah. Pada tahun pertama berlakunya kesepakatan itu, akan membeli produk pertanian Amerika senilai USD 40 milyar atau 560 triliun rupiah). Pihak Tiongkok juga berjanji dalam 2 tahun meningkatkan pembelanjaan produk dan layanan Amerika termasuk produk pertanian senilai USD 200 milyar atau 2.799 triliun rupiah.

Di saat yang sama, Amerika mempertahankan tarif masuk 25% terhadap produk dari Tiongkok senilai USD 250 milyar atau sebesar 3.499 triliun rupiah. Produk Tiongkok selebihnya yang dijual ke Amerika sekitar USD 120 milyar, dikurangi setengah tarifnya dari 15% menjadi 7,5%. Pengurangan tarif masuk tersebut akan berlaku 30 hari setelah kesepakatan ditandatangani.

Hal yang patut diperhatikan adalah, Amerika tidak menjanjikan akan menurunkan tarif masuk di masa mendatang; tapi menyatakan, jika pihak Komunis Tiongkok serius berunding, Amerika tidak akan memberlakukan tarif masuk baru.

Yang membuat takut para petinggi Beijing yang selama ini bersikap “bersikeras bertahan hingga akhir” adalah, begitu kesepakatan ditandatangani, tapi masih terus berkelit tidak mau menepati janji, mencari berbagai alasan menolak menepati janji, maka mekanisme dalam kesepakatan itu akan menimbulkan fungsi penting.

Jika penilaian Amerika menganggap pihak Tiongkok tidak bisa memenuhi janjinya, maka Amerika akan memberlakukan senjata tarif masuk. Ini juga berarti kesepakatan batal.

Jika secara serius menepati kesepakatan, maka akan dinilai sebagai langkah bijak petinggi Beijing, akan mendorong peralihan ekonomi Tiongkok, yang kemudian akan mendorong perubahan politik Tiongkok.

Di sisi lain, jika pada saat itu tidak menandatangani kesepakatan, Beijing kembali menambah catatan kriminal melanggar janji. Pada saat itu, tarif masuk yang diberlakukan Amerika tidak hanya 15% atau 25% saja. Apakah ekonomi Tiongkok masih dapat menerima pukulan keras seperti itu?

Jelas, dilihat dari orang yang menyampaikan sikap Beijing bukan perwakilan perundingan dagang utama yakni Liu He, dari menghindarnya Beijing tentang kapan kesepakatan akan ditandatangani, kapan mulai perundingan tahap kedua dan lain-lain, tidak bisa diabaikan kali ini Beijing tetap menempuh taktik mengulur waktu. Komunis Tiongkok, mencoba mendapatkan tambahan waktu, dan sama sekali tidak pernah meninggalkan taktik menundanya.

Setidaknya dari menurut para pengamat tindakan Beijing mempersiapkan untuk melepaskan diri dari belenggu Amerika itu, dinilai tidak melihat adanya niat baik Beijing.

Oleh sebab itu, walaupun kesepakatan akan ditandatangani pada Januari 2020, Beijing yang sudah tak berdaya masih bisa mencari berbagai alasan dan cara untuk menunda-nunda menandatangani kesepakatan. Bisa jadi Komunis Tiongkok melakukan hal yang tidak sesuai dengan yang dijanjikannya, serta terus mengulur waktu. (SUD/WHS)


FOTO : Para negosiator perdagangan AS – Tiongkok. (Mark Schiefelbein/AFP/Getty Images)