Mantan Karyawan Mengungkapkan Kebobrokan Huawei

Olivia Li – The Epochtimes

Raksasa telekomunikasi Tiongkok, Huawei, mendapat reputasi buruk di seluruh dunia setelah informasi dari mantan karyawan Huawei yang dipublikasikan secara online. Mantan karyawan Huawei yang lain membagikan pengalamannya dengan The Epoch Times pada tanggal 5 Desember 2019. Menurutnya saat Huawei dikalahkan, rezim Komunis Tiongkok hampir hancur total karena Huawei adalah benteng terakhir rezim Komunis Tiongkok. 

Jin Chun memperoleh gelar master dalam ilmu komputer di Irlandia dan bekerja untuk Huawei pada penelitian data besar selama tiga tahun sebelum meninggalkan Huawei pada bulan April tahun ini. Jin Chun mengatakan bahwa Huawei sebenarnya adalah agen rezim komunis Tiongkok, unit militer yang menggabungkan kegiatan komersial, spionase, intelijen, dan pencurian teknologi dalam operasinya sehari-hari.

Pelapor Pelanggaran Dikirim ke Penjara dan Disiksa

Li Hongyuan, yang bekerja untuk Huawei selama 13 tahun, diberhentikan dan dipenjara selama delapan bulan setelah berusaha memaparkan korupsi di dalam Huawei. Kisahnya menjadi viral di media sosial Tiongkok.

Menurut Jin Chun, ada banyak korban yang juga dirugikan oleh Huawei. Kebanyakan korban memilih untuk diam karena jika mereka berbicara, tidak ada yang berubah dan malahan mereka harus menanggung akibatnya.

“Di Tiongkok, bahkan Mahkamah Agung tidak akan menghukum Huawei berdasarkan hukum yang berlaku,” kata Jin Chun.

Para mantan rekannya di Huawei mengatakan kepadanya bahwa beberapa karyawan Huawei memiliki pengetahuan mengenai rahasia Huawei yang paling disembunyikan di mana mereka dilarang untuk membocorkannya.

Menurut Jin Chun, beberapa karyawan  berusaha mengungkapkan bahwa mereka menjual peralatan Huawei di Iran. Bukti mereka mencakup visa masuk yang diberikan oleh Iran dan catatan pembayaran subsidi usd 100 per hari yang mereka terima saat bekerja di sana. Tetapi polisi Tiongkok dan sistem peradilan tidak akan menangani kasus-kasus iitu secara terbuka karena itu adalah rahasia.


“Karyawan-karyawan tersebut dikirim ke penjara dengan tuduhan pemerasan dan disiksa sampai mereka berjanji untuk tidak pernah mengungkapkan rahasia apa pun setelah mereka dibebaskan. Ini menjelaskan mengapa tidak ada korban Huawei yang pernah mengajukan keluhan terhadap polisi, tetapi terus mengungkapkan kemarahan mereka pada Huawei,” kata Jin Chun. 

Hubungan dengan Keamanan Nasional 

Jin Chun mengatakan masalah terbesar dengan Huawei adalah hubungan Huawei dengan Departemen Keamanan Nasional Tiongkok. Di permukaan, Huawei adalah entitas bisnis, namun tidak sesederhana itu. 

“Ada yang mengatakan Huawei dikendalikan oleh Partai Komunis Tiongkok. Saya mengatakan Huawei adalah bagian dari Partai Komunis Tiongkok itu sendiri. Itu adalah jelas sekali, ”kata Jin Chun. 

Oleh karena itu, adalah mustahil bagi Huawei untuk memiliki konflik kepentingan dengan Partai Komunis Tiongkok. Beberapa pemimpin puncak di Huawei berasal dari agen pemerintah Partai Komunis Tiongkok, baik Departemen Staf Umum milik tentara Tiongkok, maupun Departemen Keamanan Nasional. Itulah tepatnya latar belakang Huawei. Huawei pasti mewakili kehendak Partai Komunis Tiongkok.

Pada tanggal 22 November 2019, Pusat Penelitian Huawei di Beijing, yang adalah anak perusahaan Huawei yang utama, mengendalikan teknologi inti, mengumumkan perubahan besar dalam tim manajemen puncaknya. Mantan wakil ketua Ren Zhengfei, mantan ketua dan perwakilan hukum Sun Yafang, mantan direktur Xu Wenwei, Xu Zhijun, dan Guo Pingping semuanya mundur. Tian Xingpu, yang awalnya adalah kepala Pusat Penelitian Huawei di Beijing, menjadi penasihat hukum dan direktur baru. 

Jin Chun menjelaskan bahwa Ren Zhengfei dan mantan eksekutif lainnya adalah jelas berasal dari sistem intelijen Partai Komunis Tiongkok, dan identitas mereka telah terungkap. Oleh karena itu, Partai Komunis Tiongkok harus menggantinya dengan orang-orang yang tidak dikenal. 

Menurut Jin Chun, ada tiga alasan mengapa Huawei sangat menguntungkan. 

Pertama adalah dukungan dari rezim komunis Tiongkok.
Kedua adalah berbagai monopoli.
Ketiga adalah adopsi sistem manajemen yang digunakan oleh perusahaan-perusahaan Amerika. 

“Oleh karena itu Huawei menjadi salah satu yang paling sukses di antara semua perusahaan Partai Komunis Tiongkok,” kata Jin Chun. 

Dalam hal teknologi dan intelijen, Huawei adalah kompeten dan sangat kuat. Jin Chun, menunjukkan bahwa Huawei berkontribusi pada inisiatif “One Belt, One Road” (OBOR)  Tiongkok dan membantu rezim Komunis Tiongkok mengembangkan produk teknologi tinggi seperti pengenalan wajah, yang melibatkan berbagai aspek kriptografi.


Selain itu, Huawei mengadopsi aspek-aspek tertentu dari manajemen gaya barat, seperti, IBM dan KGB bekas Uni Soviet. Gedung-gedung Huawei dibagi menjadi zona kode warna: Biru, hijau, kuning, dan merah, di mana merah adalah untuk  kelas atas. Karyawan dilarang untuk berkomunikasi atau berbagi data dengan karyawan di zona lain. Untuk mengakses data dari zona lain, seorang karyawan harus terlebih dahulu mendapatkan izin. 

Pengumpulan Data Pribadi 

Jin Chun mengungkapkan bahwa Huawei tidak hanya memantau warga Tiongkok yang tinggal di Tiongkok, tetapi juga mengumpulkan informasi dari warganegara Tiongkok di luar negeri. 

Misalnya, IMEI (International Mobile Equipment Identity) adalah kode 15 atau 17 digit yang secara unik mengidentifikasi setiap perangkat telepon seluler. Huawei melacak kode IMEI warganegara Tiongkok di luar negeri untuk mengumpulkan informasi pribadi pemilik, seperti, alamat, profesi, dan hubungan sosial. 

Jin Chun mengatakan di beberapa negara Barat, seperti Amerika Serikat, Jepang, dan banyak negara Eropa, dilarang oleh hukum untuk mengumpulkan informasi IMEI, tetapi Huawei masih berusaha melakukannya di negara itu. 

Selain itu, Huawei membantu beberapa negara Afrika dan Eropa Timur, termasuk Rumania, dengan berbagai proyek pengawasan dan juga diduga bekerja sama dengan Deutsche Telekom AG Jerman dalam proyek akuisisi data. 

“Para eksekutif perusahaan memberitahu kami bahwa proyek pengawasan semuanya adalah pengawasan yang diizinkan secara hukum. Itu pasti adalah kebohongan belaka,” kata Jin Chun.

Spesialisasi Jin Chun adalah analisis data besar, jadi departemen tempat ia bekerja berfokus pada menganalisis kesukaan, preferensi, dan kepribadian orang, dan pola pengeluaran orang tersebut yang diantisipasi di masa depan. 

Dengan kata lain, Huawei tidak hanya menggunakan teknologi pengawasan dan analisis datanya untuk membantu Departemen Keamanan Nasional Tiongkok memantau rakyat Tiongkok, tetapi juga menghasilkan keuntungan dengan mempelajari kebiasaan konsumen. 

“Adalah tidak mudah untuk mencapai semua ini,” Jin Chun menjelaskan.  

Jin Chun mengunkapkan, pertama-tama, analisis data perlu menggali banyak informasi pribadi dan mengetahui kebiasaan belanja orang tersebut. Sistem itu mampu membuat prediksi tertentu. Saat orang tersebut tiba-tiba melakukan sesuatu di luar apa yang dapat diprediksi, sistem akan berusaha menganalisis: Apakah orang ini telah belajar untuk menerobos firewall Internet? Apakah ia menjadi mata-mata asing? Hal tersebut adalah sangat sulit, namun departemen saya dapat melakukan analisis yang tepat.

Tidak Banyak Inovasi, Kebanyakan adalah Hasil Jiplakan

Tidak lama setelah bergabung dengan Huawei, Jin Chun menemukan bahwa adalah Huawei sangat berbeda dari gagasannya mengenai perusahaan teknologi-tinggi yang layak.

Banyak yang disebut inovasi sebenarnya adalah hasil jiplakan. Faktanya, Huawei tidak memiliki banyak inovasi. Jauh lebih sering, Huawei hanya mengambil jalan yang sedang dilalui perusahaan lain, dan memaksa pesaing menuju jalan buntu. 

Huawei dapat melakukan itu karena didukung oleh aparat negara bertangan besi. Seluruh sistem peradilan selalu berpihak pada Huawei. Pada akhirnya, semua paten menjadi milik Huawei, bahkan penemuan oleh perusahaan lain akhirnya menjadi kekayaan intelektual Huawei. Itulah yang menjadikan Huawei bangkit menjadi perusahaan teknologi informasi nomor satu di Tiongkok.

Menurut Jin Chun, tahun lalu, seorang karyawan di Pusat Penelitian Huawei di Nanjing melaporkan kepada manajer puncak cabang Nanjing bahwa sebuah tim proyek mengklaim mengembangkan alat baru yang sebenarnya dijiplak dari Komunitas Perangkat Lunak Sumber Terbuka milik Tiongkok. 

Manajer yang menerima suratnya membalas dendam padanya, dan hampir mengusirnya dari Huawei. Seluruh perusahaan Huawei kemudian meluncurkan propaganda intensif, menggunakan dalih untuk mempertahankan pengembangan baru tersebut sebagai asli.

Jadwal Kerja yang Melelahkan dan Lingkungan Kerja yang Tidak Bersahabat

Huawei tanpa malu-malu menyatakan bahwa Huawei memuja dan mengadopsi lingkungan kerja yang agresif dan kejam yang dikenal sebagai “kebudayaan serigala.”

Jin Chun mengatakan ia lebih suka menyebutnya sebagai “kebudayaan anjing plus serigala” karena karyawan bekerja seperti anjing setiap hari, dan Huawei mendesak karyawan agar saling mengadu dan menggertak satu sama lain.

Memaksa Karyawan untuk Berhenti Kerja dengan Sukarela Karena Tidak Tahan dengan  Jadwal Kerja yang Gila

Menurut Jin Chun, sebagian besar karyawan hanya memiliki 4 hari libur setiap bulan. Jam kerja biasa adalah 9 pagi sampai 11 malam. Saat sebuah proyek berada pada tahap penting, para insinyur memiliki satu hari libur sebulan. Mereka yang bekerja sampai jam 3 pagi dapat mengambil cuti setengah hari keesokan paginya.

Yang terburuk, saat Huawei perlu untuk mengurangi tenaga kerja, bukannya merumahkan karyawan dengan memberikan paket pesangon, malahan manajemen membuat karyawan bekerja lembur dengan jadwal yang gila, sehingga karyawan akan berhenti dengan sendirinya.


Pada bulan Januari tahun ini, CEO Huawei Ren Zhengfei mengumumkan rencana pemutusan hubungan kerja (PHK) untuk “menghapus karyawan yang biasa-biasa saja.” Setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump memasukkan Huawei ke dalam daftar hitam pada bulan Mei 2019, Huawei merasakan kebutuhan mendesak untuk memangkas tenaga kerjanya. 

“’PHK’ yang saya tahu tercapai seperti ini: Dalam tim proyek yang terdiri dari sekitar 40 orang, manajer memaksa para insinyur untuk bekerja hingga tengah malam setiap hari. Akhirnya, 90 persen insinyur tersebut berhenti dengan sendirinya, sehingga hanya menyisakan empat insinyur di tim proyek tersebut,” kata Jin Chun.

Faktanya, proyek yang mereka kerjakan tidak pernah dikirimkan, tetapi manajer proyek mendapat kenaikan gaji karena ia membantu menyingkirkan lusinan karyawan yang tidak lagi dibutuhkan. 

Huawei hanya suka melecehkan  karyawan seperti itu, memaksa karyawan untuk berhenti secara sukarela, sehingga tidak dihitung sebagai PHK.

Kejadian itu membantu Jin Chun menyadari bahwa Huawei adalah mesin penggiling daging yang melayani otoritas totaliter, menggunakan jubah manajemen teknologi-tinggi dan bergaya barat. 

“Huawei dibangun dan dikembangkan berdasarkan mekanisme penghisap darah. Semua kontribusi anda dikaitkan dengan manajemen, dan anda tidak punya apa-apa. Jika manajer menyukai kepatuhan anda, mereka mungkin memberi anda hadiah kecil; jika mereka pikir anda tidak patuh, mereka tidak akan memberi anda apa-apa dan bahkan membalas dendam,” kata Jin Chun.

Karyawan Saling Mengadu  

Jin Chun menjelaskan mengapa ia memutuskan untuk keluar dari Huawei. 

Dalam beberapa tahun terakhir, Huawei secara terbuka mendorong karyawan untuk saling mengadu. Pada rapat staf awal tahun ini, seorang manajer membaca pernyataan resmi Huawei untuk memberitahu semua karyawan bahwa akun email yang ditunjuk disiapkan untuk karyawan untuk melaporkan karyawan yang lain. 

“Bukankah hal tersebut sama dengan Revolusi Kebudayaan versi lain? Saya tidak suka lingkungan kerja semacam ini. Saya belajar dari salah satu forum di dalam Huawei bahwa beberapa kali, karyawan yang dilaporkan kemudian dikirim ke penjara. Jauh lebih sering, orang yang masuk penjara adalah manajer divisi, didakwa melakukan penggelapan, dan hukuman penjara biasanya 10 hingga 11 tahun. Kami semua bertanya-tanya bagaimana situasi sebenarnya dalam kasus-kasus ini. Saya kira hanya eksekutif puncak Huawei yang tahu,” kata Jin Chun.


Menggunakan perangkat lunak untuk menghindari firewall Tiongkok, Jin Chun mengatakan ia pernah melihat-lihat situs web di luar negeri. Saat ia membaca laporan berita Voice of America, seorang manajer datang dan melihat apa yang sedang ia lakukan. Jin Chun takut ia akan dilaporkan dan dihukum, jadi ia memutuskan untuk segera menyerahkan surat pengunduran diri. 

Huawei Adalah Benteng Terakhir Partai Komunis Tiongkok 

Menurut Jin Chun, Huawei bukan hanya perusahaan perorangan, Huawei adalah rantai industri besar. Selain pusat penelitian milik anak perusahaan Huawei di Beijing, Nanjing, Shanghai, Xi’an, dan India, ada juga banyak perusahaan outsourcing dan subkontrak di hilir yang dikendalikan langsung oleh Huawei atau yang hak kekayaan intelektualnya dikendalikan oleh Huawei. 

Huawei memiliki sekitar 200.000 karyawan dan Pusat Penelitian Huawei di Beijing dan Nanjing masing-masing memiliki lebih dari 10.000 karyawan. Secara keseluruhan, ada beberapa juta karyawan di perusahaan Huawei.

Jin Chun secara khusus menyebutkan bahwa Pusat Penelitian Huawei di Beijing terlibat dalam pengembangan teknologi Core Network, serta data dan teknologinya adalah yang paling sensitif. Misalnya, sebuah negara di Eropa membeli peralatan Huawei dan Huawei, melalui interaksi jaringan negara tersebut dengan negara-negara lain, dapat mencuri teknologi dari seluruh Eropa. 

Baik Huawei maupun Pusat Penelitian Huawei di Beijing memiliki hubungan yang sangat baik dengan Deutsche Telekom dan Belgian Telecom, dan mereka memiliki banyak kerja sama bisnis. 

Huawei memang perusahaan paling kuat di bawah kendali Partai Komunis Tiongkok. Karena Huawei belajar memanfaatkan filosofi dan teknologi bergaya barat untuk melayani rezim totaliter. Oleh karena itu, Huawei adalah komponen Partai Komunis Tiongkok yang paling berbahaya dan membawa kerusakan terbesar bagi dunia.

“Hati nurani saya memaksa saya untuk berbicara. Saya merasa bahwa jika Huawei dapat dikalahkan, maka Partai Komunis Tiongkok akan sangat dekat dengan kehancuran total karena Huawei adalah benteng terakhir dan benteng terkuat milik Partai Komunis Tiongkok. Namun, jika Huawei tidak dapat dikalahkan, Huawei adalah benar-benar mimpi buruk bagi seluruh umat manusia,” papar Jin Chun. (vv)


FOTO : Papan informasi untuk bus antar-jemput karyawan dipajang di dekat gedung kantor Huawei di pusat penelitian dan pengembangannya di Dongguan, Provinsi Guangdong, Tiongkok pada 18 Desember 2018. Perselisihan Amerika Serikat dengan Tiongkok mengenai larangan menggunakan teknologi telekomunikasi Huawei meluas ke Eropa, pasar asing terbesar perusahaan tersebut, di mana beberapa negara juga mulai menghindari sistem jaringannya karena masalah keamanan data. (Andy Wong / AP)