Indikator Awal Menyebutkan Pada Februari 2020 Perekonomian Tiongkok Merosot Akibat Wabah Coronavirus

Fan Yu – The Epochtimes

Beijing mendesak bisnis untuk beroperasi  kembali karena wabah COVID-19 menghentikan aktivitas bisnis pada bulan Februari. Tetapi aktivitas ekonomi di Tiongkok menurun drastis. 

Bacaan mengenai keadaan ekonomi menyatakan Tiongkok dapat secara resmi terjun ke dalam kontraksi untuk pertama kalinya sejak tahun 1970-an.Indikator ekonomi Tiongkok awal dari bulan Februari adalah sangat buruk.

Ekspor Tiongkok anjlok pada awal tahun. Total ekspor pada bulan Januari dan Februari menurun sebesar 17,2 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2019, menurut data resmi terbaru dari Administrasi Umum Kepabeanan yang dirilis pada tanggal 7 Maret 2020. 

Komunis Tiongkok menunda pelaporan angka bulan Januari dan memilih untuk melaporkan angka bulan Januari dan Februari secara total, mungkin karena sebagian besar wilayah Tiongkok sedang dikarantina dan diharapkan untuk menumpulkan ketajaman penurunan pada bulan Februari. Akibatnya, Tiongkok mengalami defisit perdagangan untuk dua bulan pertama tahun 2020.

Indikator ekonomi lainnya, termasuk Indeks Manajer Pembelian, adalah lebih buruk.

Indeks Manajer Pembelian Biro Statistik Nasional Tiongkok, yang berfokus pada produsen di Tiongkok, jatuh ke rekor terendah yaitu 35,7 pada bulan Februari dari 50,0 pada bulan Januari. Itu masuk ke dalam jurang di wilayah kontraksi — tanda 50 poin adalah garis pemisah antara ekspansi dan kontraksi.

Sektor jasa Tiongkok juga mencatat bulan terburuknya. Indeks Manajer Pembelian non-manufaktur resmi turun ke rekor terendah 29,6, dari 54,1. 

Indeks Manajer Pembelian Caixin/Markit Services, indeks yang dijalankan secara pribadi untuk yang mensurvei bisnis yang lebih kecil yang berfokus pada ekspor, jatuh ke rekor terendah bahkan lebih rendah dari 26,5 pada bulan Februari, dari 51,8 pada bulan Januari.

Apa arti semua ini? Data awal menunjukkan bahwa ekonomi Tiongkok pada bulan Februari jatuh ke level terendah sejak indikator modern dimasukkan, sekitar dua dekade lalu.

Stimulus Akan Datang, Tetapi Berapa Banyak?

Seberapa jauh Beijing berusaha mengembalikan perekonomian kembali ke jalurnya? Korea Selatan maupun Italia meluncurkan belanja fiskal dan langkah-langkah stimulus untuk meredamnya guncangan ekonomi yang disebabkan oleh wabah COVID-19.

Di Tiongkok, bisnis perlahan-lahan dibuka kembali, dan beberapa transportasi antar kota kembali beroperasi, kecuali di wilayah-wilayah yang paling terpukul oleh Coronavirus.

Analis dari Morgan Stanley melihat data transportasi Tiongkok dan baru-baru ini memperkirakan, bahwa tingkat pembatalan penerbangan domestik berada di angka 56 persen pada minggu lalu.

Ada beberapa tantangan untuk diselesaikan, bahkan setelah bisnis dibuka kembali. Pabrik harus bekerja keras menyelesaikan timbunan pekerjaan  yang belum dikerjakan. Sedangkan beberapa pabrik harus menunggu komponen utama untuk bekerja melalui rantai pasokan, termasuk migran pekerja, suku cadang, dan input dari produsen hulu, dan kredit bank.

Sejauh ini, regulator Beijing memberlakukan langkah-langkah untuk meringankan beban bisnis saat bisnis tetap tutup, seperti memberikan pengurangan kontribusi keamanan sosial pengusaha, PPN (pajak pertambahan nilai), dan biaya lainnya sambil mendesak bank untuk memberikan keringanan dan menggulirkan kredit.

Teori yang berlaku terhadap stimulus besar-besaran adalah bahwa ini adalah goncangan sisi-pasokan. Dengan asumsi Coronavirus terkendali dalam rentang waktu yang wajar, pemulihan ekonomi akan cepat seperti kurva berbentuk V. Saat ini, pabrik adalah tidak beroperasi — bukan karena kurangnya permintaan atau kredit, tetapi kurangnya pasokan suku cadang dan tenaga kerja.

Untuk saat ini, Beijing berfokus pada penyediaan makanan dan obat-obatan yang cukup. Terlalu banyak stimulus yang terlalu dini dapat menjadi pemborosan amunisi — di mana beberapa ekonom menyerukan penurunan suku bunga kejutan pekan lalu oleh Fed. 

Berharap langkah-langkah pelonggaran akan meningkat dengan cepat jika ada tanda-tanda wabah Coronavirus telah memuncak.

Tiongkok memiliki alasan untuk meluncurkan upaya stimulus yang cukup kuat, karena Komunis Tiongkok menghadapi dua ancaman yang sah — satu ancaman berasal dari Coronavirus dan ancaman lain berasal dari kejatuhan ekonomi. Dan upaya untuk memerangi satu ancaman sering memperburuk ancaman lainnya.

“Kami merevisi proyeksi stimulus fiskal kami dari sekitar CNY 3,5 triliun menjadi CNY 4 triliun (usd 500 menjadi usd 577 miliar), yang setara dengan 4 persen Produk Domestik Bruto nominal pada tahun 2020, dan ini dapat ditingkatkan jika diperlukan lebih banyak untuk mendorong pertumbuhan ekonomi,” tulis ING Bank dalam catatan tanggal 6 Maret kepada klien.

Harapan ING Bank sangat tinggi. Tetapi kemungkinannya begitu Coronavirus agak terkendali, Tiongkok akan memulai pengeluaran besar dan upaya stimulus. Jika tidak, janji pemimpin Komunis Tiongkok Xi Jinping pada tahun 2012 adalah menggandakan Produk Domestik Bruto Tiongkok pada tahun 2020 akan berada dalam bahaya. (Vv)


FOTO : Pekerja membuat lensa optik di pabrik di kota Dexing, Provinsi Jiangxi, Tiongkok, pada 23 Februari 2020. (Chinatopix Via AP)

Video Rekomendasi :