Media Harus Berpikir Dua Kali Sebelum Membeo Apa yang Dikatakan Beijing

oleh Shane Miller

Dalam sekitar seminggu terakhir, outlet berita seperti New York Times dan CBC menyatakan bahwa kini Amerika Serikat telah menggantikan posisi Tiongkok sebagai “pusat” pandemi. 

“Amerika Serikat Kini Memimpin Dunia untuk Kasus Coronavirus yang Dipastikan,” demikian bunyi judul artikel New York Times yang diterbitkan pada tanggal 26 Maret 2020. 

Media itu kemudian menguraikan salah langkah yang diduga mempercepat penyebaran virus di seluruh Amerika.

Artikel tersebut juga menjelaskan tanggapan Tiongkok sebagai awal yang terlambat yang dengan cepat berubah menjadi “intensitas ganas” untuk melawan virus yang kini sudah “terkendali” melaluinya “tindakan yang kejam.”

Judul artikel CBC berbunyi, “Tetangga sebelah Kanada kini menjadi pusat pandemi global. Yang dimaksud di sini adalah lonjakan kasus infeksi di Amerika Serikat,” untuk artikel yang mendaftar kemungkinan implikasi yang dimiliki saudara sepupu Kanada yang tertular virus dengan “kasus terbanyak dilaporkan” dibandingkan dengan negara lain.

 Liputan CBC yang lain mengungkapkan pernyataan Beijing yang sangat meragukan bahwa belum adanya kasus baru yang dipastikan di Wuhan, itu selama seminggu terakhir dan bahwa sebagian besar kasus baru telah “diimpor” oleh para wisatawan.

Spesimen-spesimen jurnalisme kontemporer ini, mengungkapkan adanya kekurangan pemikiran kritis yang mengkhawatirkan dengan mengulangi klaim yang mudah dipertanyakan yang dibuat oleh ahli propaganda Partai Komunis Tiongkok.

Artikel New York Times mengaitkan “awal terlambat” Tiongkok dengan penindasan informasi. Akan tetapi gagal untuk menyelidiki rincian penindasan tersebut dan sebaliknya memuji upaya pengendalian virus oleh rezim Tiongkok.

Seseorang mungkin mengharapkan wartawan untuk mencari sumber untuk menginterogasi klaim ini, mengingat sifat Komunis Tiongkok dan tanggapan awal Komunis Tiongkok terhadap wabah adalah  menutupi wabah tersebut, sehingga memungkinkan virus menyebar ke seluruh dunia.

Bukan tugas yang sulit untuk menemukan informasi yang menyatakan sesuatu yang berbeda yang sedang terjadi di Tiongkok, daripada kembalinya ke stabilitas yang mana oleh sebagian wartawan Barat sedang gambarkan.

Menurut pers Inggris, para ilmuwan memberitahukan kepada Perdana Menteri Boris Johnson bahwa jumlah kasus yang dipastikan di Tiongkok yang mungkin telah diperkecil 15 hingga 40 kali. Menopang perkiraan ini oleh Radio Free Asia, bahwa tujuh rumah duka besar di Wuhan membagikan total sekitar 3.500 guci setiap hari kepada keluarga. Ini  menyiratkan bahwa rezim Tiongkok berbohong saat menetapkan jumlah kematian di Wuhan yaitu 2.500-3.000 kasus kematian.

Selain pengungkap fakta, whitleblower Li Wenliang yang sudah meninggal, kini juga ada Ai Fen dari Wuhan, yang memberikan wawancara ke sebuah majalah Tiongkok. Di mana ia memberikan wawasan lebih lanjut mengenai upaya keras rezim Tiongkok untuk menutupi wabah. Selain itu, menerapkan disiplin pada mereka yang berusaha memberitahu orang lain mengenai hal tersebut. Wawancara itu segera dihapus oleh majalah tersebut dan dari situs media sosial, tetapi para netizen telah menyalin wawancara tersebut dan memposting tangkapan layar wawancara tersebut.

Kumpulan rincian yang memberatkan ini mudah ditemukan, beberapa wartawan Barat memuji “model Tiongkok” sebagai sesuatu untuk dipelajari, menerima klaim rezim Tiongkok secara tidak kritis dan Organisasi Kesehatan Dunia yang dikompromikan. 

Semua tampak nyaman mengabaikan kisah sukses aktual seperti yang terjadi di Taiwan yang terisolasi, yang merupakan contoh teladan untuk masyarakat terbuka melalui kebudayaan sipil yang kuat dapat mencapai.

Cakupan wabah dalam banyak kasus menunjukkan, defisit rasa ingin tahu meresapi media, dan kecenderungan untuk fokus secara rabun pada Presiden Amerika Serikat dan para mania di sekitarnya telah berkontribusi dalam hal ini.

Jauh sebelum pandemi yang disebabkan oleh virus Komunis Tiongkok, yang umumnya dikenal sebagai jenis Coronavirus baru, yang menguasai hidup kita, sudah ada perasaan di Barat bahwa lembaga masyarakat yang vital menjadi lemah.

Media adalah salah satu lembaga yang menjadi objek utama kemarahan masyarakat, terutama karena media dianggap tidak kompeten. Data menunjukkan gambar yang menyedihkan. Menurut polling Gallup dari tahun lalu, “Sebagian besar orang Amerika Serikat tetap tidak percaya pada media massa,” di mana hanya 41 persen yang mengklaim mereka mempercayai media untuk melaporkan berita dengan cara yang adil dan akurat. 

Di Kanada, sama seperti COVID-19 yang mulai menelan Tiongkok, Barometer Edelman Trust tahun ini menemukan bahwa kepercayaan pada lembaga menurun sebesar 3 persen, di mana sekitar 57 persen mengklaim bahwa media dimanfaatkan untuk memuat informasi yang tidak dapat dipercaya.

Banyak kerusakan yang dilakukan terhadap kepercayaan masyarakat kepada media massa ditimbulkan oleh media itu sendiri. Sedangkan liputan mengenai virus Komunis Tiongkok menunjukkan, sekali lagi, orang-orang yang berkomentar namun tidak berpengaruh, termasuk beberapa orang yang mudah percaya dan tanpa perhatian di antara kita. (Vv)


Shane Miller, seorang penulis politik yang berbasis di London dan Ontario.


FOTO : Polisi paramiliter Tionngkok berpatroli di luar Stasiun Kereta Api Beijing di Beijing pada 17 Januari 2020. (Mark Schiefelbein / AP Photo)

https://www.youtube.com/watch?v=QEske7dArpc