Kapal Merah Tengah Kandas : Partai Komunis Tiongkok Alami Hantaman Keras pada Juli, Dihimpit Luar Dalam

Tian Yun

Memasuki bulan Juli, Partai Komunis Tiongkok sudah kian terhimpit luar dalam. Bencana banjir dan gempa sangat mengkhawatirkan, ekonomi dalam negeri tidak bergairah, aksi melawan komunis di seluruh dunia semakin menguat. Dalam 10 hari saja, berbagai peristiwa menghantam Partai Komunis Tiongkok. Kapal Merah Komunis Tiongkok  itu pun sedang kandas dengan cepat.

 Pertama, Kedua Kongres AS Loloskan “UU Otonomi Hong Kong”

 Pada 2 Juli lalu, kedua kongres AS telah meloloskan “UU Otonomi Hong Kong”, yang akan menerapkan sanksi bagi para pejabat dan lembaga Partai Komunis Tiongkok yang telah memaksakan penerapan “UU Keamanan Nasional versi Hong Kong.” Yang mana, akan merusak kondisi otonomi Hong Kong. Perbankan yang memiliki hubungan relasi dengan para pejabat, juga akan mendapatkan sanksi. Terlepas sudah ditandatangani oleh presiden atau tidak, UU tersebut akan efektif menjadi hukum yang sah.

Terhadap hal ini, Komunis Tiongkok begitu murka, Komisi Luar Negeri pada Kongres Rakyat Nasional dan Komisi Luar Negeri pada Dewan Koordinasi Politik telah mengeluarkan pernyataan, menuding balik ke AS. 

Karena hampir segala tindakan pejabat Hong Kong dan Komunis Tiongkok memenuhi kriteria sanksi ini, termasuk anggota politbiro Han Zheng yang menangani masalah Hong Kong, juga pejabat Kantor Urusan Hong Kong dan Makau, pejabat Kantor Penghubung Hong Kong, Kepala Eksekutif Hong Kong, Carrie Lam.

Pejabat lainnya yang memenuhi kriteria ini adalah penanggung jawab kepolisian Hong Kong, media massa partai di Hong Kong maupun Tiongkok dan lain sebagainya. Pembatasan visa dan pembekuan aset, akan membuat banyak pejabat itu babak belur. 

Ini justru membuktikan ketergantungan mereka terhadap AS. Jika pihak AS mengungkap aset milik para pejabat Partai Komunis Tiongkok dan keluarga mereka di Amerika, bisa dibayangkan betapa murkanya rakyat Tiongkok.

Selain itu, empat bank BUMN terbesar yang memiliki hubungan dengan para sasaran sanksi ini, dan sebagian bank luar negeri juga berkemungkinan terkena sanksi, akan secara langsung berdampak terhadap kepentingan Partai Komunis Tiongkok. Dan, melemahkan pondasi ekonominya un tuk “menjaga stabilitas”.

Apalagi, dalam hal memberi sanksi terhadap komunis Tiongkok dalam rangka melindungi kebebasan Hong Kong, sikap kedua partai di AS seiring sejalan, PKT tidak ada ruang untuk bernegosiasi, juga tidak akan menemukan celah untuk memprovokasi, hanya bisa pasif dihantam. 

Dan, yang dimaksud dengan balasan dari PKT berupa “sanksi yang setara”, itu upaya sia-sia dan omong kosong belaka. Apakah lantas PKT harus membuat berita palsu, mengatakan akan membatasi harta pejabat AS yang disembunyikan di Tiongkok, dan membatalkan Green Card para istri muda pejabat AS yang berada di Tiongkok? 

Kedua,  WHO ubah jadwal pandemi, lepas dari Komunis Tiongkok

Pada 4 Juli lalu, beberapa media asing memberitakan, pada 30 Juni lalu WHO telah merevisi jadwal entri pertama pandemi, konten revisinya adalah: “Pada 31 Desember 2019, kantor perwakilan WHO di Tiongkok telah melihat sebuah pernyataan media tentang kasus ‘virus pneumonia’ di kota Wuhan lewat situs Komisi Kesehatan dan Higienis kota Wuhan”, “setelah itu kantor perwakilan WHO di Wuhan melaporkan hal tersebut kepada Pusat Koordinasi Peraturan Kesehatan Internasional pada Kantor Regional WHO Pasifik Barat dan telah menerjemahkan berita di media massa terkait kasus ini.”

Kini, WHO meralat dokumen resminya sedangkan versi Mandarinnya belum direvisi. Selain menampar muka sendiri, juga menampar muka Komunis Tiongkok. Kalangan luar menganalisa, perilaku WHO ini terdesak oleh keadaan. Pertama, Amerika mengundurkan diri, WHO telah kehilangan negara pendana terbesar. Kedua, aksi Komunis Tiongkok menutupi wabah telah diketahui oleh berbagai negara, WHO harus mempertimbangkan, apakah layak jika terus membantu Komunis Tiongkok memalsukan informasi. Ketiga, tidak semua negara anggota WHO bersedia mengabaikan hati nurani dan mengikuti Komunis Tiongkok.

Ketiga,  Taiwan usir wartawan Tiongkok, bersihkan media massa Merah

Pada 2 Juli lalu, Komisi Urusan Daratan Tiongkok Taiwan menyatakan, dua orang wartawan Tiongkok dari “South East Television” dicabut ijin wartawan dan visa masuknya karena melanggar peraturan.

Wartawan bermarga Lu dan Ai yang turut serta dalam pembuatan acara opini politik “Strait Shinkansen”, mengundang “mulut terkenal” Tiongkok mengkritik politik dan situasi internasional di Taiwan. Penonton mendapati, mayoritas yang dikritik adalah kubu Biru atau partai nasionalis Kuo Min Tang, mereka mengkritik kebijakan pemerintahan Partai Progresif Demokrasi, dengan nada yang serupa dengan media massa Komunis Tiongkok.

Saat ini, pertukaran berita kedua daratan sangat tidak setara. Komunis Tiongkok secara sepihak menuntut “kebebasan pers.” Memanfaatkan demokrasi Taiwan untuk menyebarkan budaya partai dan propagandanya, sangat membahayakan. Tindakan pencabutan kali ini memperlihatkan tekad pemerintah Taiwan untuk membersihkan media massa Merah dari Taiwan, juga membuat masyarakat lebih menyoroti penetrasi Komunis Tiongkok terhadap media massa Taiwan.

Ke empat, AS menjatuhkan sanksi pada Pejabat dan Biro Keamanan Publik Xinjiang

Pada 9 Juli lalu, Kemenlu dan Kemenkeu AS masing-masing mengeluarkan pernyataan, memberi sanksi terhadap Sekretaris Partai Wilayah Otonomi Xinjiang yakni Chen Quanguo beserta empa pejabat Xinjiang lainnya termasuk Biro Keamanan Publiknya, mereka semua berikut keluarganya dilarang memasuki wilayah Amerika. Kekayaan mereka di AS akan dibekukan.

Sanksi kali ini melontarkan sejumlah sinyal terhadap Komunis Tiongkok:

Pertama, ini adalah untuk kali pertama pemerintah AS membatasi visa bagi pejabat Komisi Politbiro Partai Komunis Tiongkok  menunjukkan sanksi ini telah naik level.

Kedua, pejabat yang melanggar HAM, seluruh keluarga mereka juga ikut terlibat, lembaga terkait seperti Biro Keamanan Publik Xinjiang juga tidak bisa luput.

Ketiga, berikutnya pejabat yang terlibat masalah Hong Kong pun tidak akan lolos, terutama tiga jenis pejabat: Carrie Lam dan pejabat wilayah otonomi Hong Kong, pejabat Komunis Tiongkok di Hong Kong yakni Kantor Penghubung Hong Kong dan Kantor Pengawalan Keamanan Nasional di Hong Kong. Kemudian pejabat Beijing yang terlibat urusan Hong Kong yakni Kantor Urusan Hong Kong & Makau, anggota Komisi Politbiro yang mengurus masalah Hong Kong dan Makau yakni Han Zheng dan lain sebagai- nya. Selain itu, media massa Hong Kong yang pro Komunis Tiongkok yakni Ta Kung Pao dan Wen Wei Pao, sudah masuk dalam daftar investigasi pihak AS.

 Yang patut diperhatikan adalah, Komunis Tiongkok melanggar HAM dalam skala besar di Xinjiang, sebenarnya menggunakan cara-cara penganiayaan Falun Gong, seperti membangun kamp kerja paksa, cuci otak paksa, pengawasan teknologi, membusukkan sasaran, dan lain-lain. 

Oleh sebab itu, AS dan banyak negara lain menyoroti masalah HAM Xinjiang, juga mengamati soal penindasan terhadap Falun Gong, serta mempertimbangkan memberikan sanksi orang-orang terkait untuk menghentikan penindasan. Faktanya banyak pejabat Komunis Tiongkok yang merusak hak otonomi Hong Kong dan melanggar HAM warga Hong Kong, juga pernah terlibat dalam penindasan Falun Gong.

Kelima,  Pakar Virus wanita Hong Kong ungkap Komunis Tiongkok  tutupi pandemi

Pada 10 Juli lalu, Fox News memberitakan, seorang ilmuwan wanita yang melarikan diri ke AS bernama Yan Limeng. Ia muncul sebagai saksi, mengungkap Komunis Tiongkok telah menutupi pandemi dan konspirasi WHO pada tingkat tertentu. Berita ini menjadi sorotan publik.

 Yan Limeng adalah seorang pakar virologi dan imunologi dari Pusat Riset Penyakit Menular pada School of Public Health Hong Kong University, pada 31 Desember tahun  lalu. Lewat temannya  yang   bekerja di Chinese Center for Diseases Control and Prevention membuktikan, pada saat itu di Tiongkok telah ditemukan penularan virus antar manusia. Akan tapi penguasa Komunis Tiongkok, tidak memperbolehkan siapa pun membeberkan informasi terkait.

Yan Limeng mengatakan, pada hari itu, dirinya telah memperingatkan atasannya yakni Leo Poon selaku penasihat WHO sekaligus pakar virologi Laboratorium Referensi H5, tapi atasannya “hanya menganggukkan kepala”.

Pada 16 Januari, dia kembali melaporkan kepada atasannya tersebut. Akan tapi dia diberitahu “jangan bicara apa pun, berhati-hatilah”, jangan sampai menyinggung garis merah, jika tidak, “kita semua akan bermasalah, kita semua akan dilenyapkan”. Selain itu, Direktur Laboratorium Referensi H5 Malik Peiris juga mengetahui hal ini, namun juga belum mengambil Tindakan apa pun.

Yan Limeng menekankan, kepergiannya ke Amerika, adalah demi mengungkap fakta terkait virus Komunis Tiongkok yang sebenarnya, tidak ada kaitannya dengan politik.

 Berita ini adalah mimpi buruk bagi Komunis Tiongkok. Pasalnya, peneliti virus Tiongkok menguasai sejumlah bukti, termasuk kebocoran virus, pihak penguasa yang mensensor informasi dengan ketat, menekan dan mengancam dan lain sebagainya. Kesaksian profesional mereka akan menimbulkan daya bunuh amat besar terhadap Komunis Tiongkok. 

 Keenam, Pemilu awal Pro-Demokrasi Hong Kong

 600.000 orang berikan suara, tidak takut UU jahat Pada 11 dan 12 Juli lalu, kubu pro-demokrasi sukses melangsungkan  pemilu awal anggota Dewan Legislatif, lebih dari 600.000 orang warga Hong Kong memberikan suaranya, jauh melampaui jumlah yang diperkirakan.

Ini adalah kegiatan pemilu pertama setelah berlakunya “UU Keamanan Nasional Wilayah Hong Kong”, tingkat partisipasi pemilu dianggap sebagai arah angin sikap warga Hong Kong terhadap UU Keamanan Nasional. Adapun pemilu pergantian Dewan Legislatif pada 6 September mendatang.

Menurut pemberitaan media massa, sebelumnya Direktur Biro Konstitusional dan Urusan Tiongkok Daratan yakni Erick Tsang Kwok-Wai menyampaikan pendapatnya terkait pemilu awal ini, dengan mengatakan tindakan tersebut dapat melanggar “UU Keamanan Nasional Hong Kong”. Fakta membuktikan, sebanyak 600.000 warga kota tidak takut ancaman tersebut, dengan tindakan nyata memberitahu dunia bahwa mereka tidak akan melepaskan  demokrasi dan kebebasan. Keberanian ini dipuji sebagai suatu “mencipta keajaiban” dan “menulis sejarah”.

 Kesimpulan

Saat ini, bayang-bayang penyebaran pandemi masih menghantui dunia. Virus Komunis Tiongkok masih mengamuk. Kegilaan dan kebrutalan Komunis Tiongkok yang tidak tahu malu itu, telah menyulut kemarahan banyak orang. 

Di tengah kondisi tidak tenang dan bergolak ini, aliansi internasional melawan komunis tengah terbentuk. Kian lama kian banyak negara yang bersikap lemah terhadap Komunis Tiongkok. Kini berbalik menjadi bersikap keras. Kian lama kian banyak fakta kejahatan Komunis Tiongkok yang terungkap. Komunis Tiongkok  tidak bisa lagi mengelak, peradilan pun akan segera tiba. (sud)

Artikel Ini Sudah Terbit di Koran Epoch Times Indonesia edisi 662

Video Rekomendasi :