WANG YOUQUN
Tahun ini adalah tahun ke-8 Xi Jinping memangku jabatannya, pernah suatu ketika, Xi Jinping menguasai semua kartu as di tangannya, kini, semuanya telah menjadi kartu busuk. Seruan dan teriakan seperti umpat Xi, anti Xi, gulingkan Xi, dan lengserkan Xi, tidak pernah berhenti berdengung.
Mengulas kembali 8 tahun yang telah dilalui Xi, Kongres Rakyat Nasional Partai Komunis Tiongkok ke-19 pada Oktober 2017 merupakan titik peralihan bagi Xi.
Pada 5 tahun pertama, dalam diri Xi masih berkeyakinan “tiga kaki di atas kepala ada Dewa.” Walaupun minim kebijaksanaan, tapi berkat bantuan Tuhan, sejumlah hal besar dan sulit bisa dilakukannya.
Pada 3 tahun berikutnya, yakni sejak 31 Oktober 2017 setelah Xi Jinping mendatangi situs lama Kongres Nasional Partai Komunis Tiongkok yang pertama di Shanghai. Ia bersumpah akan berjuang sampai akhir hayatnya demi komunisme yang diajarkan oleh Marx yang atheis. Satu langkah yang salah, langkah berikutnya pun salah semuanya, dan masih melakukan kesalahan sampai saat ini.
Beberapa hal besar, tidak ada satu pun yang bisa dilakukan dengan benar dan tuntas dari awal hingga akhir.
Gerakan Anti-Korupsi Pukul Macan, Tangkap Perampok Harus Tangkap Ketua Gengnya
Pada kedua Rapat Pleno ke-18 Komisi Kedisiplinan Pusat pada Januari 2013 lalu, Xi Jinping mengobarkan aksi pemberantasan korupsi memukul macan. Tujuannya adalah merebut kekuasaan tertinggi dari tangan Jiang Zemin dan Zeng Qinghong.
Selama 5 tahun, lebih dari 440 pejabat tinggi tingkat provinsi atau menteri ke atas telah diselidiki dan ditindak, termasuk mantan anggota politbiro Partai Komunis Tiongkok sekaligus Sekjend Komisi Politik Hukum yakni Zhou Yongkang, mantan Komisi Politik Hukum Partai Komunis Tiongkok sekaligus wakil ketua Komisi Militer PKT yakni Xu Caihou dan Guo Boxiong, dua kali menjabat politbiro PKT merangkap Sekretaris kota Komisi Kota Chongqing Bo Xilai dan Sun Zhengcai, mantan kepala rumah tangga Zhongnanhai merangkap kepala Kantor Umum PKT yakni Ling Jihua dan lain sebagainya. Dan, mayoritas dari mereka adalah orang yang dipercaya dan dipromosikan oleh Jiang dan Zeng.
BACA JUGA : Partai Komunis Tiongkok Sedang Tenggelam Seperti Titanic, Tetapi Para Pejabatnya Mempunyai Sebuah Rencana
Awalnya, kekuatan pemberantasan korupsi Xi dengan memukul macan sangat hebat. Gebrakannya sangat luar biasa. Banyak pernyataan keras dilontarkan. Seperti, di tubuh partai “banyak orang yang berambisi dan ahli konspirasi.” Terhadap hal ini tidak bisa “mencemaskan akan melukai orang di sekitar, mengalihkan pembahasan yang sulit dijawab, menempuh kebijakan burung unta.” “Jika tidak membasmi hingga ke akarnya, begitu angin sepoi berhembus maka bara itu akan menyala dan berkobar kembali”.
“Siapa pun tidak boleh berhati busuk, tidak bisa berharap hukum akan melunak, tidak ada ‘surat sakti’, juga tidak ada ‘raja tak tersentuh hukum’.
Konfrontasi melawan korupsi, masalah hidup mati, nama perorangan, sudah tidak penting”. Harus bisa “dimulai dengan baik dan diakhiri dengan baik, dilakukan dengan baik dan dirampungkan dengan baik”.
Sebelum Kongres Nasional ke-19 Partai Komunis Tiongkok, pemberantasan korupsi memukul macan telah mendekati “raja bandit”-nya yakni Jiang Zemin dan Zeng Qinghong.
Tidak sedikit orang mengira, jika Xi sekaligus menyelesaikan tugas dengan menciduk Jiang dan Zeng, maka aksi pemberantasan korupsi ini akan diakhiri sempurna.
Tetapi “orang berambisi dan ahli konspirasi” yang ditempatkan oleh Jiang dan Zeng di sekitar Xi Jinping, yakni Wang Huning sebagai anggota politbiro PKT yang menguasai Kementerian Propaganda itu berulang kali memuji.
Ditambah lagi Jiang dan Zeng berpura-pura mengaku kalah. Xi mengira dirinya telah berhasil merebut kekuasaan, aksi pemberantasan korupsi memukul macan pun berhenti hanya sampai Zhou Yongkang saja. Tak hanya tidak menciduk raja bandit, justru berkompromi dengan “raja bandit” yakni Jiang dan Zeng.
Raja bandit belum disingkirkan, pohon belum ditumbangkan, monyet-monyet masih berkeliaran, mereka pasti akan datang mengacau lagi, Xi dipastikan tidak akan bisa hidup tenang.
Perang dagang AS-Tiongkok serba salah
Setelah Kongres Nasional PKT ke-19, masalah besar pertama yang dialami Xi Jinping adalah perang dagang AS-Tiongkok.
Pada April 2017 lalu, Xi secara khusus mengunjungi Florida untuk menemui Presiden Trump.
Xi mengatakan, “Kami mempunyai seribu alasan untuk membina hubungan baik dengan Amerika, dan tidak ada satu pun alasan merusak hubungan AS-Tiongkok”. Perkataan ini memang tidak diragukan kebenarannya.
Amerika adalah negara terbesar dan terkuat di dunia. Pasar, modal, teknologi, tenaga terampil, dan pelayanan dari AS memainkan peranan sangat penting bagi perkembangan Tiongkok.
BACA JUGA : Bab I – Strategi Iblis untuk Menghancurkan Kemanusiaan (Bagaimana Roh Jahat Komunisme Sedang Menguasai Dunia Kita)
Menjalin kebutuhan dalam negeri Tiongkok untuk mengembangkan ekonomi dan masyarakatnya, dan berkaitan erat dengan kepentingan rakyat Tiongkok. Juga merupakan pondasi penting bagi seorang pemimpin Tiongkok untuk berdiri di dalam maupun luar negeri. Berdasarkan pandangan ini, tidak seharusnya terjadi perang dagang antara AS dengan Tiongkok.
Tetapi kondisi sebenarnya adalah, sejak Maret 2018 hingga Januari 2020, akibat kekacauan yang ditimbulkan oleh orang kepercayaan Jiang dan Zeng yakni Wang Huning sebagai anggota politbiro Partai Komunis Tiongkok, juga Han Zheng yang juga menjabat anggota politbiro sekaligus Wakil Perdana Menteri, perang dagang AS-Tiongkok pun meletus.
Tak lama setelah perang dimulai, PKT mulai mengalami “enam ketidakstabilan” yakni pengangguran, finansial, perdagangan luar negeri, modal asing, investasi dan politik.
Lalu berbagai rumor seperti “kudeta”, “gulingkan raja”, “lengserkan Xi”, “Xi istirahat, Wang Yang memimpin” dan lain-lain pun bermunculan. Ekonomi tidak stabil, situasi politik labil, hati rakyat tak menentu, Xi merasa gentar, hingga 1 Desember 2018, terpaksa mengambil langkah mundur, berunding kembali dengan Amerika.
Hingga bulan Mei 2019, perundingan dagang AS-Tiongkok berlangsung lancar. Kedua pihak telah mencapai kesepakatan hingga 90% dari topik yang dibahas.
BACA JUGA : “Goliat Merah”, Sebuah Bayangan Hitam Dampak Globalisasi Ekonomi
Perwakilan pihak Tiongkok Liu He melangsungkan perundingan sesuai dengan instruksi Xi. Tapi Wang Huning dan Han Zheng kembali mengacau, menentang, kesepakatan harus dibatalkan dan negosiasi ulang. Jika tidak akan mempermalukan negara, dan lain-lain. Setelah beberapa lama diombang-ambingkan, Xi Jinping kembali bimbang. Lalu menulis surat kepada AS menyatakan membatalkan niatnya.
Perang dagang AS-Tiongkok pun kembali berkobar. Pihak Tiongkok lagi-lagi babak belur dibuatnya. Minta pertolongan Rusia, tapi Presiden Putin memilih berpangku tangan menjadi penonton saja.
Pada saat Trump memberlakukan tarif masuk, Rusia pun memanfaatkan kesempatan menaikkan tarif ekspor minyak bumi. Seolah menikam PKT dari belakang. Juli 2019 pada KTT G20 di Osaka, mau tidak mau Xi harus kembali berunding dengan Trump. Kedua pihak melanjutkan perundingan. Waktu itu alat propaganda yang dikuasai Wang Huning menyiarkan terus menerus seruan “kaum pecundang”.
Jika Xi kembali membatalkannya, Trump pasti tidak akan merasa sungkan dan segan lagi. Pada akhirnya, Xi terpaksa harus menunjukkan kekuasaan militer, untuk dengan berat hati menandatangani kesepakatan dagang tahap pertama.
Perang dagang AS-Tiongkok yang tidak seharusnya terjadi, akibat “raja bandit” dan pengikutnya terus mengacau. Xi tidak memiliki keteguhan strategi, tidak memiliki visi dan misi jauh ke depan. Mudah terombang-ambing. Semua serba salah, perang tidak perang, kerugian sangat besar, reputasi dirinya pun merosot tajam.
Atasi Gerakan Anti-UU Ekstradisi Hong Kong dengan Cara yang Kacau
Pada saat Xi Jinping pusing tujuh keliling akibat perang dagang AS-Tiongkok, pada 24 April 2019 menjelang peringatan 30 tahun peristiwa pembantaian Tiananmen 4 Juni, Zeng Qinghong tiba-tiba menziarahi makam mantan Sekjen PKT yakni Hu Yao-bang yang terletak di Jiangxi. Kemudian, di Hong Kong pun terjadi gerakan anti-UU ekstradisi berskala terbesar sepanjang sejarah, yang menjadi sorotan dunia.
Setelah 155 tahun dibangun oleh Inggris, Hong Kong telah menjadi sebutir “Mutiara Timur” yang berkilau sangat gemerlap. Hong Kong merupakan pusat finansial ketiga terbesar dunia. Sebuah jendela terpenting yang menghubungkan daratan Tiongkok dengan dunia. Yang mana memberikan kontribusi teramat besar bagi perkembangan ekonomi sosial Tiongkok. Menghargai Hong Kong, menjaga perdamaian, kemakmuran dan stabilitas Hong Kong, adalah salah satu kewajiban terpenting bagi seorang pemimpin Tiongkok.
Tapi sejak meletusnya gerakan anti UU ekstradisi Hong Kong pada Juni tahun lalu hingga sekarang, Xi Jinping tidak tahu apa sebenarnya yang terjadi di Hong Kong. Apa sebenarnya yang diinginkan warga Hong Kong dan bagaimana mengakhiri konflik di Hong Kong.
Dalam mengatasi masalah Hong Kong, Xi Jinping tidak memiliki strategi, juga tidak ada kebijakan. Sepenuhnya “terbelenggu” oleh kekuatan Zeng Qinghong, dan hanya bisa melakukan cara usang PKT yang biasa diterapkan di Tiongkok yakni dengan tekanan dan pembohongan.
Diawali dengan tekanan, jika tidak bisa lagi ditekan, sementara abaikan “UU Ekstradisi”; masih juga tidak bisa, cabut “UU Ekstradisi”; masih juga tidak bisa, perbesar lagi tekanan, bahkan telah dipersiapkan menggunakan kekuatan militer.
Lalu, utus anggota politbiro PKT Yang Jiechi bertransaksi dengan Amerika. Ditolak mentah-mentah oleh AS, rencana membanjiri Hong Kong dengan darah pun gagal.
Hingga 24 Desember 2019 lalu pada pemilu legislatif Hong Kong, mulai dari pemerintah Hong Kong sampai Kantor Penghubung Hong Kong sampai Kantor Urusan Hong Kong & Makau, semuanya menyampaikan berita ke Zhongnanhai, bahwa kubu pro-Beijing pasti akan menang. Namun akibatnya adalah, kubu pro-demokrasi yang mendukung anti UU ekstradisi justru menang telak. Sedangkan kubu pro-Beijing kalah telak. Lalu, masih saja belum sadar, hanya terkejut dan berang, maka dipikirkanlah cara untuk menekan pengunjuk rasa Hong Kong untuk membalikkan situasi.
Setelah Hong Kong mengalami kekacauan sebesar ini, Xi Jinping tidak menghukum satu pun penanggung jawab. Hanya memindah-tugaskan Kepala Kantor Penghubung Hong Kong yakni Wang Zhimin.
Tidak menuntut tanggung jawab dari Kepala Eksekutif Hong Kong Carrie Lam, juga tidak menuntut tanggung jawab Kepala Kantor Penghubung Hong Kong maupun Kepala Urusan Hong Kong & Makau. Dua orang pejabat baru diangkat, Kepala Kantor Penghubung Hong Kong yang baru yakni Luo Huining, dan Kepala Kantor Urusan Hong Kong & Makau yang baru yakni Xia Baolong. Tapi kedua pejabat ini telah sejak lama mundur ke garis kedua. Tidak ada prestasi politik yang menonjol, tidak ada pengalaman menangani Hong Kong, juga tidak memiliki wawasan internasional.
Memenuhi aspirasi arus utama warga Hong Kong, untuk mengatasi masalah Hong Kong dengan cepat dan tepat, sebenarnya tidak sulit. Tapi, selama hampir setengah tahun, Xi Jinping secara pasif terus diputar-putar di dalam kerangka yang telah dibuat oleh para pengikut setia Zeng Qinghong, selalu tidak bisa melepaskan diri.
Setelah mundur, maju lagi, lalu mundur lagi, maju lagi. Di bawah kendali orang kepercayaan Zeng Qinghong yang menjabat sebagai Sekjend Komisi Politik Hukum Pusat yakni Guo Shengkun, baik polisi maupun mafia di Hong Kong terus meningkatkan intensitas tekanan bersifat anarkis. Hal demikian membuat citra Xi Jinping tercoreng di mata internasional.
Terapkan paksa UU Keamanan Nasional versi Hong Kong, menuai kecaman dunia Simpul pada masalah Hong Kong terletak pada setelah diambil alihnya Hong Kong oleh PKT pada 1 Juli 1997 silam. PKT terus menggerogoti kebebasan dan hak otonomi Hong Kong. Banyak masalah di luar diplomatik dan pertahanan yang tidak seharusnya ditangani telah diintervensi oleh PKT. Konflik terakumulasi dari hari ke hari, hingga tahun 2019, kesabaran warga Hong Kong pun habis sudah akibat PKT mem berlakukan secara paksa “UU Ekstradisi” di Hong Kong. Maka meletuslah kemarahan itu.
Menyelesaikan masalah Hong Kong, sebenarnya juga sangat sederhana. Menurut “Pernyataan Besama Tiongkok-Inggris” penerap-an “satu negara dua sistem” di Hong Kong tidak berubah selama 50 tahun. Sebuah janji “warga Hong Kong mengurus sendiri masalah Hong Kong dan skala otonomi tingkat tinggi.” Tiongkok hanya mengurus masalah diplomatik dan pertahanan negara, selebihnya diserahkan kembali ke tangan warga Hong Kong. Maka dengan demikian, bisa menyelesaikan segala masalah tanpa berbuat apa pun.
Tetapi, sekelompok pejabat sengkuni dan pengerat seperti Wang Huning dan kawan-kawan mengepung Xi Jinping. Agar Xi sama sekali tidak bisa mendapatkan informasi yang sebenarnya dari Hong Kong. Tidak bisa merasakan denyut nadi Hong Kong, tidak tahu simpul permasalahan Hong Kong, terkepung dengan berbagai berita palsu dari Wang Huning tentang “separatis Hong Kong” dan lain sebagainya. Pada Desember 2019 lalu kalah dalam pemilu legislatif Hong Kong. Tahun ini kalah dalam pilpres Taiwan dan pemilu legislatif Taiwan, lalu walikota Kaohsiung, Taiwan yang pro-PKT yakni Han Kuo-Yu dicopot dari jabatannya.
Sekali kalah, dua kali kalah, tiga kali kalah, mata pun kalap karena kekalahan terus menerus, kepala pun menjadi tidak jenih. Lalu sejumlah langkah busuk ditempuh, dengan dirancang oleh Kongres Nasional, UU Keamanan Nasional versi Hong Kong pun diberlakukan paksa. Menjadi musuh dan menuai kecaman keras dari seluruh dunia.
Pasal ke-38 UU Keamanan Nasional versi Hong Kong menetapkan: “Bagi siapa saja yang tidak memiliki status identitas permanen wilayah otonomi khusus Hong Kong, jika melakukan kejahatan di luar wilayah otonomi Hong Kong, maka berdasarkan penerapan hukum ini di wilayah otonomi Hong Kong, akan dikenakan undang-undang ini.”
Dengan kata lain, terhadap semua orang di seluruh dunia yang menentang perbuatan tidak terpuji PKT terhadap Hong Kong, akan menjadi sasaran penindakan hukum ini. Maka tak heran jika Menlu AS Pompeo mengatakan, peraturan ini membuat orang “murka”, ini adalah “penghinaan terhadap seluruh negara di dunia”.
Apa akibatnya jika UU Keamanan Nasional versi Hong Kong diterapkan? Melihat aksi pemberantasan korupsi memukul macan yang dilakukan Xi Jinping, tindakannya menghadapi perang dagang AS-Tiongkok dan mengatasi gerakan anti UU ekstradisi di Hong Kong, dapat disimpulkan suatu gambaran besar. Karena ini bukanlah akibat memilih cara yang salah mengatasi masalah, melainkan adalah monster yang ber tentangan dengan sang Pencipta, yang pada akhirnya hanya akan mempercepat seluruh dunia menentang PKT. Yang akan memper cepat proses PKT menuju kehancuran.
Kehendak Langit Segalanya akan Lancar
Pada 7 Januari 2014 lalu, dalam Rapat Kerja Komisi Politik Hukum Pusat Xi Jinping berpidato, “Sebenarnya pelaku yang salah itu juga ada sebuah buku jurnal, semuanya tercatat di dalam jurnal itu. Begitu timbul masalah, maka seluruh jurnal itu akan diperhitungkan. Jangan merasa sekarang Anda sudah hebat, hati-hati akan perhitungan ini, semua ini akan terjadi cepat atau lambat. Jangan lakukan hal seperti itu, tiga kaki di atas kepala ada Dewa, harus memiliki rasa takut pada Tuhan.” Perkataan ini juga tidak diragukan kebenarannya.
Tetapi, hingga hari ini, perkataan ini, kata-kata “pelaku yang salah” cukup digantikan dengan “pembuat keputusan yang salah”, dan sepenuhnya sesuai dengan kondisi Xi Jinping sendiri.
Sejak Kongres Nasional ke-19 PKT, dalam hal pemberantasan korupsi memukul macan, perang dagang AS-Tiongkok, serta mengatasi gerakan anti UU ekstradisi Hong Kong, dan memberlakukan UU Keamanan Nasional versi Hong Kong, Xi adalah “pembuat keputusan yang salah”.
Begitu Xi mengalami masalah, tidak hanya seluruh jurnal menjadi beban di pundak Xi, seluruh kejahatan yang dilakukan Komunis Tiongkok sejak 1999 akan menjadi beban di pundak Xi Jinping.
Sebelum Kongres Nasional PKT ke-19, Xi Jinping berkompromi dengan Jiang Zemin dan Zeng Qinghong. Demi melindungi partai. Xi mengira dengan melindungi partai, maka kekuasaannya pun akan aman, setelah kekuasaan diamankan, maka nyawanya pun akan aman. Setelah berikrar di Shanghai pada 31 Oktober 2017 lalu, “roh jahat komunisme” pun terus membelenggu Xi Jinping, membuatnya terjebak dalam kabut perasuk jiwa melindungi partai, melindungi kekuasaan dan melindungi nyawanya.
Tak dinyana, Partai Komunis Tiongkok sejak awal setelah menggulingkan pemerintah Tiongkok yang sah, yaitu pemerintah nasionalis, selalu melakukan kejahatan.
Saat Xi menjabat sebagai pemimpin PKT pada November 2017 lalu, PKT telah menjadi partai politik yang paling banyak berhutang darah di seluruh dunia. Merupakan partai politik yang paling korup di dunia, partai politik yang paling mengkhianati negaranya. Partai politik yang paling jahat dalam merusak kebudayaan tradisional, partai politik terorisme yang paling besar di dunia. Karma buruk yang diperbuat PKT luar biasa besar, sejarah telah sampai pada tahap “Langit akan menumpas Partai Komunis Tiongkok.”
Lindungi partai, akan kehilangan nyawa; lindungi nyawa, akan kehilangan partai. Ini adalah ambang hidup dan mati yang dihadapi Xi Jinping.
Xi sendiri pernah mengatakan “tiga kaki di atas kepala ada Dewa, harus ada hati yang takut pada Tuhan.”
Dalam hal ini “Dewa” yang dimaksud adalah Langit (Tuhan), Langit akan menumpas Partai Komunis Tiongkok, siapa yang mampu mencegahnya? Takut akan “Tuhan”, hanya bisa dilakukan dengan menaati kehendak Langit, agar bisa mendapatkan perlindungan dari Langit.
Sejak dulu hingga kini, manusia yang bertentangan dengan Langit, pada akhirnya tidak pernah mengalami akhir yang baik. Sudah banyak pelajaran menyakitkan, sudah sepantasnya sadar, direnungkan, dan diterima. (sud)
Keterangan gambar : Xi Jinping (Fred Dufour/AFP/Getty Images)
Artikel Ini Sudah Terbit di koran cetak Epochtimes Indonesia Edisi 662