Tiga Sungai Utama di Tiongkok Banjir, di Mana Jutaan Warga Hidup di Zona Bahaya

Nicole Hao

Tiga sungai utama di Tiongkok — sungai Yangtze, sungai Kuning, dan sungai Huai — meluap karena hujan lebat pada tanggal 21 Juli 2020, di mana  ketinggian air pada sebagian besar wilayah  melewati tingkat siaga. Banjir itu berdampak terhadap jutaaan warga yang bermukim di zona itu. 

Tiga cekungan sungai adalah termasuk daerah yang paling maju dan daerah penghasil biji-bijian yang aktif di Tiongkok. Daerah penghasil padi di lembah sungai Mutiara, menderita banjir pada bulan Juni 2020. Tetapi rezim Tiongkok tidak menilai total kerusakan pada tanaman di Tiongkok.

Juga, sebuah danau rentetan terbentuk di Provinsi Hubei, setelah tanah longsor masuk ke dalam bagian sungai Yangtze. 

Jika tanah longsor itu runtuh, maka banyak air dapat tiba-tiba menggenangi daerah hilir. Pihak berwenang memperingatkan jutaan penduduk kota bahwa banjir dapat terjadi kapan saja.

Sementara itu, puluhan ribu orang di Provinsi Anhui membutuhkan pertolongan. Dikarenakan, mereka terkepung oleh air banjir tanpa akses ke listrik, air bersih, dan telekomunikasi.

Hujan lebat diperkirakan akan terjadi pada hari-hari berikutnya.

Dilanda Banjir

Pukul 6 sore tanggal 21 Juli 2020, Pusat Meteorologi Nasional Tiongkok mengeluarkan sebuah peringatan hujan lebat, mencatat bahwa daerah hulu sungai Yangtze dan hilir sungai Kuning, serta seluruh lembah sungai Huai, akan mengalami hujan lebat dalam 24 jam ke depan. Daerah yang paling parah terkena dampak memiliki 2,76 inci akumulasi dalam satu jam.

Di antara tiga sungai utama, sungai Yangtze di selatan Tiongkok, sungai Huai ada di tengah Tiongkok, dan sungai Kuning di utara Tiongkok.

Pada jam 8 pagi pada hari Senin, pemerintah pusat Tiongkok memerintahkan pengucuran air banjir di sungai Huai ke wilayah Mengwa di Anhui — kejadian semacam itu yang pertama sejak 13 tahun yang lalu. Dengan cepat, lahan-lahan pertanian di wilayah itu, yang mencakup kedelai dan jagung yang segera akan dipenen, menjadi hancur.

Media yang dikelola partai Komunis Tiongkok, Xinhua melaporkan bahwa ketinggian air sungai Huai mencapai tingkat siaga pada dini hari Senin, yang berarti  tanggul jebol akan terjadi di sepanjang sungai itu. Untuk melindungi kota-kota di bagian hilir sungai Huai, pihak berwenang memutuskan untuk merendam daerah pedesaan sebagai gantinya.

Laporan tersebut menyatakan, bahwa pihak berwenang memberi waktu tujuh jam bagi penduduk setempat untuk berkemas dan memindahkan barang-barang berharga dari rumahnya sebelum pengucuran air banjir.

Pada hari Minggu, pemerintah Provinsi Anhui memecahkan dua tanggul dan mengucurkan banjir dari sungai Chu, anak sungai Yangtze, ke daerah pedesaan.

Dalam beberapa hari terakhir, pemerintah juga mengalirkan banjir ke daerah pedesaan di Provinsi Hunan, Zhejiang, dan Jiangxi serta menenggelamkan rumah dan tanah pertanian rakyat di sana.

Tahun ini, hujan lebat juga menyebabkan sungai Kuning di utara Tiongkok meluap, sebuah kejadian yang tidak lazim.

Sejak tanggal 1 Juli, Waduk Xiaolangdi di sungai Kuning, mulai mengucurkan genangan banjir yang terakumulasi, membahayakan wilayah hilir.

Pada tanggal 21 Juli, banjir juga menggenangi jalan-jalan di sepanjang hulu sungai Kuning di kota Lanzhou. Mongolia dalam dan provinsi lain di sepanjang sungai Kuning, mulai memperkuat tepian-tepian sungai di daerahnya untuk mengantisipasi hujan lebat.

Hidup dalam Bahaya

Kota Enshi di Provinsi Hubei, dengan jumlah penduduk empat juta, meminta semua penduduk bersiap untuk dievakuasi pada hari Selasa 21 Juli 2020, mencatat bahwa kota Enshi dapat tergenang kapan saja.

Media yang dikelola negara, Xinhua mengutip pihak berwenang yang mengatakan tanah longsor yang terjadi di dekat aliran hulu sungai Qing — anak sungai Yangtze — menghalangi jalan sungai Qing dan menciptakan danau rentetan dengan kedalaman lebih dari 4,9 meter.

“Tepian danau rentetan dapat jebol. Jika hal itu terjadi, maka air akan mengalir ke hilir [kota Enshi],” bunyi pemberitahuan itu.

Pemerintah kota Enshi juga mengakui bahwa mereka mengucurkan lebih banyak air banjir dari Waduk Dalongtan di hulu sungai Qing, yang dapat menyebabkan tingkat air naik dan kemudian meluap di tepi sungai di kota Enshi.

Media milik pemerintah Southern Metropolis Daily melaporkan pada tanggal 21 Juli malam itu, bahwa kucuran air banjir dari Waduk Yunlonghe, yang terletak lebih jauh ke hulu, memasuki sungai Qing dan memecahkan puncak tanah longsor di danau rentetan.

Akan tetapi tanah longsor tidak berhenti pada hari Selasa 21 Juli. 

Karena peningkatan kucuran air di Waduk Dalongtan, tempat pengolahan air setempat tidak mendapatkan air tawar untuk diproses. Menurut laporan Southern Metropolis Daily, Kota Enshi tidak memiliki air bersih selama sepuluh hari ke depan.

Kota Enshi tergenang sejak tanggal 17 Juli. Karena waduk setempat tetap ada mengucurkan air dan curah hujan tidak berhenti, air banjir tidak surut sampai tanggal 21 Juli.

Sepuluh Ribu Warga Terdampak

Kota Guzhen di kota Liu’an, Anhui, adalah rumah bagi sekitar 44.000 penduduk. Pada siang tanggal 19 Juli, air banjir masuk, menenggelamkan semua jalan penghubung dan bangunan memang sudah tergenang air.

Kota Guzhen menjadi pulau terisolasi yang nyaris tanpa listrik dan air bersih. Pada pukul 2 siang hari Senin 20 Juli, lebih dari 10.000 orang masih terlantar dalam kota itu.

Seorang pejabat pemerintah setempat mengatakan kepada media Tiongkok Caixin, bahwa dua waduk di hulu dari Guzhen mengucurkan air banjir, menyebabkan ketinggian air sungai Ji setempat  meningkat secara dramatis dalam beberapa hari terakhir. Setelah sebuah tanggul jebol yang terjadi di dekat kota Guzhen, air banjir memasuki Guzhen.

“Walikota kami tercengang saat banjir masuk,” kata pejabat itu.

Penduduk setempat mengatakan kepada The Epoch Times melalui telepon, bahwa mereka dalam kondisi yang buruk.

Chen Yan, yang tinggal di pusat kota Guzhen, berkata, “Mereka butuh makanan…Mereka khawatir.” Chen Yan meninggalkan kota Guzhen sebelum banjir, tetapi anggota keluarganya masih ada yang terjebak di sana.

Chen Yan berkata bahwa ada banyak lingkungan tempat tinggal di Guzhen yang tidak mungkin dicapai dengan perahu. Karena arus banjir yang deras.

Orangtua, mertua, dan empat anak tuan Yu terdampar di desa Yutang di Guzhen. Yu merasa cemas, karena ia tidak dapat menjangkau mereka.

Caixin melaporkan bahwa ada lebih dari 10 perahu penyelamat di tempat itu, masing-masing mampu menjemput lima orang sekaligus. (Vv/asr)

Keterangan Foto : Bendungan Tiga Ngarai mengeluarkan air banjir di Yichang, Tiongkok, pada 19 Juli 2020. (AFP via Getty Images)

Video Rekomendasi :

https://www.youtube.com/watch?v=INvpfuSGp38