Jam 13 yang Mencolok: Budaya di Era Penipuan

JEFF MINICK

Lebih dari waktu mana  pun dalam sejarah manusia, kini kita hidup di zaman penipuan dan kebohongan.

Ini hanyalah satu contoh. Meskipun banyak pejabat kesehatan yang mengecam praktik memakai masker sebagai hal yang tidak berguna, namun  para walikota dan gubernur telah menetapkan bahwa warga harus memakai masker untuk mencegah penyebaran COVID-19. 

Sebagian besar dari kita, bahkan mereka yang memandang remeh masker sebagai hal  yang merendahkan dan tidak manusiawi, hanya mengenakan masker saat diperlukan.

Tapi apakah itu berhasil?

Mari kita mengujinya. Kenakan masker Anda, kenakan kacamata, dan buanglah napas beberapa kali. Kabut pada kacamata itu adalah udara, dan mungkin  virus, yang keluar dari masker Anda.

Pakar lain — akademisi, konse- lor, dokter — memberi tahu bahwa kita dapat memilih untuk menjadi pria atau wanita, atau jenis kela- min lain yang kita sukai, tanpa perlu memperhatikan aspek bio- logis atau kromosom seks. Lantas bagaimana dengan “Anda tidak bisa menipu Ibu Alam”?

Politisi  dan  pakar  media  televisi arus utama di Amerika begitu jarang     mengatakan     kebenaran, sehingga   banyak   orang   Amerika mengabaikannya, mencari sumber daring  untuk  berita,  dan  merasa semakin seperti warga Soviet Rusia membaca  yang  tersirat  dari  berita Prada  hari   ini   untuk   mencari tahu yang sebenarnya.

Jadi apa efek dari rentetan kecurangan dan eufemisme ini terhadap budaya kita? 

Menutupi realitas

Eufemisme sudah lama merambah bahasa, alat yang berguna untuk melunakkan kenyataan. Menggunakan istilah “meninggal” bukannya mati, contohnya adalah ungkapan umum yang digunakan untuk mengurangi efek pukulan dari kematian.

Namun, dalam beberapa  tahun terakhir, sebagian  eufemisme berusaha menyamarkan kebenaran. Beberapa laporan  militer mengatakan tentang “kerusakan tambahan”, merupakan cara yang lebih lembut  untuk  mengatakan “kematian warga sipil”, “pro-pilihan” terdengar tidak keras dibanding pro-aborsi, dan “warga senior” sekarang adalah istilah pengganti yang umum untuk menyebut “orang tua”  dalam komunikasi publik.

Di era kebenaran politik kita saat ini, upaya untuk menyembunyikan makna dan niat di balik topeng kata-kata yang menipu ini terus berlanjut, menimbulkan pertanyaan: Apa efek korosi ini pada bahasa kita dan akibatnya pada budaya kita?

Media dan bahasa

Baru-baru ini, AssociAted Press (AP)   menyatakan   bahwa   penulis seharusnya  tidak  lagi  menggunakan  kata  “kerusuhan”  (riot)  untuk menggambarkan  pembakaran  dan penjarahan  yang  sedang  berlangsung  yang  dialami  oleh  beberapa kota  di  Amerika  dalam  lima  bulan terakhir, mereka menyarankan agar    menggunakan    “ketidaktenteraman” (unrest) sebagai deskripsi yang “lebih ringan”.

Jadi apa itu kerusuhan? Apakah kata tersebut harus dibuang dari bahasa? Dan kata apa yang harus kita gantikan dengan  “perusuh” (rioters)? Akankah kita membaca pernyataan seperti ini: Mereka yang terlibat dalam ketidaktenteraman   yang    membakar    mobil di tempat parkir, memecahkan jendela supermarket WalMart di dekatnya, memukuli empat karyawan, dan menjarah barang senilai USD 10.000 (146,7 juta rupiah)?

Lalu ada gerakan Black  Lives Matter (BLM). Warga planet Mars yang mempelajari sedikit tentang budaya Amerika mungkin  percaya BLM bertujuan untuk  mengu- rangi kekerasan dalam kota di tempat-tempat seperti Chicago, di mana kekerasan antar sesama ras tiap minggu menghasilkan korban tewas dan terluka yang layak untuk medan perang. Tetapi tidak — BLM dengan agenda Marxis-nya merujuk pada orang kulit hitam yang dibunuh oleh polisi, yang berarti bahwa beberapa nyawa warga kulit hitam, mereka yang dibunuh oleh polisi, lebih penting daripada yang lain.

Banyak media telah mendorong Black Lives Matter, sebagian karena kemuliaan gelar itu.

Pada tahun 2018, penulis Kevin Baker,  di  media  The  AtLANtic,  menyerukan “komisi kebenaran dan rekonsiliasi” setelah  kemenangan Presiden Trump. Kedengarannya mulia, ya? Siapa yang akan menentang kebenaran dan rekonsiliasi? Sayangnya, Kevin kemudian menghabiskan sisa artikelnya untuk mengecam Trump, stafnya, dan pendukungnya (ada rekonsiliasi untuk Anda), mengklaim, “kebohongan kanan telah meresap dan itu tersimpan dengan  baik.”  Dia tidak menyebutkan kebohongan kiri.

“Komisi kebenaran dan rekonsiliasi” ini terdengar lebih seperti ‘pengadilan kanguru’  (pengadilan abal-abal) selama Revolusi Kebudayaan Maois daripada upaya perdamaian.

Mengunjungi kembali ‘1984’

Dalam novelnya yang berjudul “1984”, George Orwell memperke- nalkan pada  dunia konsep New- speak : “War Is Peace” (perang adalah perdamaian), “Freedom Is

Slavery” (kebebasan adalah perbudakan), dan “Ignorance Is Strength” (kebodohan adalah  kekuatan) — semua slogan yang dibuat oleh Ke- menterian Kebenaran.

Dalam bagian apendiks dari novel  “1984”,  George  Orwell  mengutip  Deklarasi  Kemerdekaan,  bagian  terkenal  yang  dimulai  dengan “Kami   memegang   kebenaran   ini agar  terbukti  dengan  sendirinya…” dan  kemudian  menulis:  “Akan  sangat  tidak  mungkin  untuk  menerjemahkan  ini  ke  dalam  NewspeAk sambil  tetap  menjaga  arti  aslinya. Hal  terdekat  yang  bisa  dilakukan adalah    menelan    seluruh    bagian dalam satu kata crimethink.”

Saat  ini,  Newspeak dan  crimethink   telah   membawa   kita   pada ide-ide  aneh seperti   ruang   aman universitas,   budaya    pembatalan, dan  pembatasan  kebebasan  berbicara.

Dalam  penjelasannya  tentang  NewspeAk,  Orwell  memperkenalkan gagasan pemikiran ganda, yang melibatkan kemampuan “untuk mengatakan  kebohongan  yang  di sengaja sambil benar-benar memercayainya, untuk melupakan fakta yang tidak menyenangkan, dan kemudian ketika diperlukan lagi, menariknya kembali dari pelupaan selama diperlukan, menyangkal  keberadaan  realitas  obyektif  dan  memperhitungkan  realitas  yang  disangkal  —  semua  ini  sangat  diperlukan  untuk  melatih  pemikiran  ganda  …  Pada  akhirnya, melalui  pemikiran  ganda  itulah  Partai  telah  mampu  —  dan mungkin, sejauh yang kita tahu, terus mampu selama ribuan tahun — untuk menghentikan jalannya sejarah.”

Apakah kita sedang tertatih-tatih di tebing pemikiran ganda? Apakah kita memenjarakan atau membuang budaya kita karena crimethink? Akankah “ruang aman” di beberapa universitas kita, swasensor dari konservatif kampus, dan “budaya pembatalan”, yang berarti akhir sejarah seperti yang kita ketahui, segera menjadi umum di seluruh negeri kita?

Harapan

Baru-baru ini, saya berbicara dengan pembaca The Epoch Times berusia 19 tahun dari Montana. Maddie telah mengirimi saya email berisi lebih dari 2.000 kata yang membahas kekhawatirannya tentang Amerika dan keyakinannya bahwa kita perlu lebih menghargai keluarga dan keyakinan jika kita ingin menyelamatkan negara ini. Dalam  suratnya, dia menulis tentang “kurangnya kejujuran yang jelas” dan “tema umum tentang kesesuaian dan penerimaan” dalam masyarakat kita.

Selama percakapan telepon  kami berikutnya, Maddie pada satu titik bertanya, “Saya tahu ini kedengarannya basi, tetapi apakah Anda memiliki harapan untuk Amerika?”

Saya menjawab, “Ya, saya punya. Karena orang-orang seperti Anda, Maddie, dan karena anak-anak saya sendiri, dan orang-orang muda lainnya yang saya kenal. Saya adalah orang tua, tetapi Anda, kaum muda, adalah masa depan. Anda adalah harapanku.”

Maddie dan yang lainnya memahami bahwa bahasa yang rusak berjalan seiring dengan moralitas yang rusak dan budaya yang rusak. Seperti topeng yang kita kenakan  hari ini yang menyembunyikan kita satu sama lain di lapangan umum, kata-kata yang melenceng  menyembunyikan kebenaran dari kita.

Novel “1984” dimulai dengan kalimat, “Saat itu hari yang cerah dan dingin di bulan April, jam menunjukkan angka tiga belas.” Di musim pemilihan dan pandemi ini, jam kita juga menunjukkan angka 13 yang mencolok.

Tapi  Maddie  dan  banyak  anak  muda  lainnya  yang  saya kenal, memberi saya harapan bahwa bahasa yang jujur akan menang.  Mata  dan  telinga  mereka  terbuka,  mereka  menyadari intrik para pembentuk kata yang mendorong Newspeak  dan  doublethink,  dan  dengan  keberanian  dan  keteguhan mereka dapat memulihkan kejelasan dan kebenaran dalam bahasa kita.

Kata-kata itu penting.  Berjuang untuk mereka, anak muda. Lawan pertarungan yang bagus. (nit)

Selama 20 tahun, Jeff Minick mengajar sejarah, sastra, dan bahasa Latin pada seminar siswa homeschooling di Asheville, N.C., Kini dia menetap dan menulis di Front Royal, Va. Untuk mengikuti blognya, kunjungi JeffMinick.com

Keterangan Foto : Associated Press baru-baru ini menyatakan bahwa kita harus menggunakan eufemisme dari kata “kerusuhan” untuk menggambarkan teror di kota-kota besar secara nasional. Lukisan berjudul “The Riot” oleh Philip Hoyoll. Koleksi Pribadi