Pengakuan Polisi Myanmar yang Melarikan Diri: Pihak Berwenang Perintahkan untuk Menembak Pengunjuk Rasa dengan Senapan Mesin Ringan

Xiao Jing

Seorang petugas polisi Myanmar berusia 27 tahun, bernama Tha Peng, pada (9/3/2021) mengatakan kepada Reuters dalam sebuah wawancara bahwa dia mengundurkan diri dari kepolisian karena dia menolak perintah atasannya untuk menembak.

“Dari tanggal 6 hingga 26 Februari, orang bebas untuk mengadakan demonstrasi dan protes, tetapi mereka tidak diperbolehkan setelah tanggal 28 Februari. Kami harus membubarkan mereka, dan jika mereka tidak patuh, komandan kami memerintahkan  untuk menembak mereka,” kata Tha Peng. 

Menurutnya, tugas polisi adalah untuk melindungi masyarakat. Faktanya, adalah ilegal bagi polisi dan tentara Myanmar untuk menembak orang-orang. 

Menurut peraturan kepolisian Myanmar, untuk menghentikan pengunjuk rasa, polisi hanya bisa menembak dengan peluru karet atau menembak di bagian bawah lutut. Tetapi Tha Peng mengatakan bahwa perintah yang dia terima dari atasannya adalah untuk menembak, “tembak mereka sampai mati.”

“Saya tidak bisa mematuhi perintah atasan saya untuk menembak rakyat saya sendiri, jadi saya melarikan diri dari negara saya,” kata Tha Peng. 

Tha Peng meninggalkan kota Khampat di mana dia tinggal pada 1 Maret, dan menghabiskan tiga hari melarikan diri ke negara bagian Mizoram, India.

“Saya merindukan keluarga saya. Saya menikah dan memiliki dua anak. Saya merindukan mereka setiap malam dan saya tidak bisa tidur nyenyak. Jika kita memiliki demokrasi sejati dan kudeta militer telah berakhir, saya bersedia kembali ke negara saya,” katanya.

Tha Peng juga menunjukkan kepada Reuters kartu identitasnya dan foto dirinya dalam seragam polisi. Dia berkata bahwa dia menjadi polisi sembilan tahun lalu.

Sebuah dokumen internal yang dikutip oleh laporan tersebut menunjukkan bahwa deskripsi Tha Peng tentang insiden tersebut sama dengan pernyataan yang diberikan kepada pihak India oleh empat petugas polisi Myanmar lainnya yang melarikan diri ke India. 

Dokumen-dokumen tersebut menunjukkan bahwa alasan mereka melintasi perbatasan adalah karena mereka diperintahkan untuk menembak para demonstran ketika demonstrasi damai berlanjut di berbagai tempat. Mereka berkata, tapi mereka tidak punya nyali untuk menembak demonstran damai.

Reuters mengutip petugas polisi Mandalay Ngun Hlei yang mengatakan bahwa dia telah menerima perintah untuk menembaki para demonstran, tetapi dia menolak untuk mematuhinya. Pada 6 Maret, Ngun Hlei pergi ke Mizoram, India dengan bantuan aktivis pro-demokrasi.

Polisi wanita 24 tahun lainnya, Dal, adalah seorang petugas polisi di distrik Falam di barat laut Myanmar dan bertanggung jawab atas pekerjaan administratif. Setelah lonjakan protes, atasannya menginstruksikan dia untuk menangkap demonstran perempuan, tetapi dia menolak  mengikuti perintahnya. Khawatir dia akan ditangkap, Dal memutuskan untuk melarikan diri ke India.

Tha Peng dan Ngun Hlei menyatakan bahwa mereka yakin polisi telah mengeluarkan perintah penembakan atas perintah militer. 

Empat petugas polisi Myanmar lainnya yang memberikan pengakuan kepada pihak India juga setuju dengan pernyataan ini, percaya bahwa militer menekan polisi untuk menghadapi para demonstran.

Seorang pejabat India mengatakan bahwa sejak militer Myanmar melancarkan kudeta, sekitar 100 orang Myanmar telah melarikan diri ke India, kebanyakan dari mereka adalah polisi dan keluarga mereka.

Menurut laporan media asing, Zaw Myat Linn, anggota “Liga Nasional untuk Demokrasi” (NLD) dari partai berkuasa Aung San Suu Kyi, ditangkap pada pukul 01.00 Selasa 9 Maret  pagi. Sebelum ditangkap,  Zaw Myat Linn melakukan siaran langsung di Facebook, menyerukan kepada masyarakat untuk terus melakukan protes terhadap pemerintah militer, “bahkan jika mereka mengorbankan nyawa, mereka tidak akan ragu.” 

Beberapa jam kemudian, anggota keluarga menerima pemberitahuan kematiannya.

Istrinya mengungkapkan bahwa Zaw Myat Linn ditemukan dengan luka parah di bagian perut, dan dia dicurigai disiksa hingga meninggal.

Beberapa organisasi sipil mengatakan bahwa sejak militer melancarkan kudeta, lebih dari 60 pengunjuk rasa telah tewas dan sekitar 1.900 orang telah ditangkap. (hui)

Keterangan Foto : Pada 4 Maret 2021, selama protes di Yangon, Myanmar, militer dan polisi menembakkan gas air mata ke orang-orang yang memprotes. (STR / AFP melalui Getty Images)