Para Ahli Memperingatkan Ada Lagi Varian Virus yang Baru

Sejak wabah Coronavirus di Wuhan, Provinsi Hubei pada akhir tahun 2019, wabah tersebut telah menyebar ke seluruh dunia dan menyebabkan lebih dari 2,66 juta kasus kematian dan lebih dari 120 juta kasus infeksi. Varian baru Coronavirus telah menyebar yang mengakibatkan kesulitan-kesulitan dalam mencegah dan meneliti epidemi tersebut. 

Tampaknya gelembang baru penyebaran telah terjadi, dan epidemi tersebut kembali menarik perhatian pendapat masyarakat di seluruh dunia. Hingga 19 Maret 2021, angka infeksi di seluruh dunia melampaui 121.708.510, dan angka kematian melampaui 2.689.520. 

Para ahli semakin memperingatkan adanya virus-virus varian yang timbul di Eropa. Kenyataannya, para ilmuwan telah menemukan bahwa strain-strain virus baru dengan variabilitas dan infektivitas lebih kuat yang mengakibatkan vaksin-vaksin yang ada saat ini menjadi kurang efektif. Selain itu, meningkatkan kemungkinan terjadi kekambuhan infeksi pada orang-orang yang pernah terinfeksi virus COVID-19. 

Akhir-akhir ini, sebuah varian Coronavirus yang baru telah ditemukan di Prancis, yang dapat mengelak test-test PCR. Sebuah test PCR adalah uji reaksi rantai polimerase. Sejauh ini, ada 8 penderita yang terinfeksi varian Coronavirus yang baru tersebut meninggal dunia. Pada tanggal 16 Maret, pemerintah Prancis mengumumkan sebuah varian baru Coronavirus yang telah ditemukan di daerah Brittany. 

Kementerian Prancis mengatakan varian baru tersebut, telah ditemukan di sebuah cluster yang terdiri dari delapan kasus di sebuah pusat rumah sakit di Lannion. Tujuh penderita menunjukkan gejala-gejala Coronavirus yang klasik, meskipun memiliki uji-uji PCR yang negatif, yang menganalisis swab nasofaring dan biasanya sangat tepat. Delapan penderita itu semuanya meninggal. 

Berdasarkan analisis Institut Pasteur, virus tersebut memiliki sembilan mutasi di protein lonjakannya serta ada mutasi-mutasi tambahan di daerah-daerah genom yang mengkode bagian-bagian lain dari virus tersebut. 

Ahli epidemiologi Prancis bernama Pascal Crepe mengatakan dalam sebuah wawancara dengan Le Figaro, mungkin ada dua keadaan: 

Keadaan pertama adalah bahwa virus tersebut tidak terdeteksi di saluran napas bagian atas; 

keadaan kedua adalah meresahkan, hasil uji asam nukleat adalah negatif yang dapat berarti bahwa virus tersebut telah bermutasi sedemikian rupa sehingga sulit untuk dideteksi. 

“Penyelidikan-penyelidikan akan berlangsung untuk memastikan bagaimana varian ini bereaksi terhadap vaksinasi dan terhadap antibodi-antibodi yang berkembang selama infeksi-infeksi COVID sebelumnya.”

Pihak berwenang kesehatan daerah Brittany mengatakan dalam sebuah pernyataan, “Brittany telah mempertahankan salah satu dari angka-angka infeksi yang rendah di Prancis, tetapi penemuan baru-baru ini telah meningkatkan keprihatinan bahwa beberapa kasus yang sama telah kecolongan.”

Sebelum kejadian itu, ada tiga varian jenis Coronavirus yang baru dianggap mengkhawatirkan, yaitu: varian Inggris, varian Afrika Selatan dan varian Brazil. 

Baru-baru ini, sebuah laboratorium di Finlandia telah menemukan sebuah varian baru Coronavirus (COVID-19). Fin-796H, strain baru Coronavirus, diidentifikasi di bagian selatan Finlandia. Fin-796H adalah cukup berbeda dari semua strain-strain yang ditemukan sebelumnya di Afrika Selatan dan Inggris. 

Strain baru ini tidak dapat dideteksi melalui semua uji PCR yang disetujui oleh Organisasi Kesehatan Dunia -WHO. Sebuah studi bersama oleh laboratorium-laboratorium Vita dengan Institut Bioteknologi Universitas Helsinki menemukan varian tersebut, yang dinamai Fin-796H, menunjukkan beberapa mutasi yang sebelumnya ditemukan di varian Inggris dan varian Afrika Selatan dari Coronavirus, tetapi dalam sebuah kombinasi yang “unik.” 

Tampaknya Fin-796H bukan merupakan garis keturunan dari varian-varian yang dikenal sebelumnya. 

Ilkka Julkunen, Profesor Virologi di Universitas Turku, kepada media penyiaran publik Finlandia berkata : “Kami tidak memiliki informasi yang jelas bahwa strain baru ini jauh lebih mudah ditularkan atau bahwa strain baru ini mempengaruhi apa yang diberikan oleh perlindungan kekebalan tubuh melalui telah terinfeksi virus tersebut atau telah divaksin.” 

Sebuah penelitian oleh para ilmuwan di Amerika Serikat mengungkapkan dua varian Coronavirus, yaitu strain varian Inggris “B.1.1.7” dan strain varian California “B.1.429,” telah bergabung menciptakan sebuah “hibrid yang mengalami mutasi yang parah.” 

Ilmuwan Belle Korber khawatir bahwa, “Kejadian macam ini dapat memperbolehkan virus tersebut untuk menggandengkan sebuah virus yang lebih infeksius dengan sebuah virus yang lebih kebal.” 

Pada tanggal 8 Maret, Italia mengungguli tonggak sejarah yang mengerikan, di mana terdapat 100.000 kasus kematian yang resmi akibat Coronavirus, di tengah-tengah peringatan penyebaran varian-varian baru yang dipicu sebuah gelombang baru infeksi-infeksi. 

Pada tanggal 9 Maret, AFP melaporkan baru lebih dari setahun sejak Italia menjadi negara pertama di Eropa yang dilanda COVID-19 secara luar biasa, Kementerian Kesehatan Italia mencatat 318 kasus kematian lainnya terkait virus tersebut, di mana total ada 100.103 kasus kematian. Italia menjadi negara ketujuh di dunia yang mencapai 100.000 kasus kematian yang disebabkan oleh COVID-19, di belakang Amerika Serikat, Brazil, Meksiko, India, Rusia dan Inggris. 

Menurut Reuters, Italia membutuhkan sembilan bulan untuk mendaftarkan 50.000 kasus kematian yang pertama dan hanya dalam waktu tiga setengah bulan angka kematian tersebut menjadi dua kali lipat. 

Para pejabat kesehatan Italia memperingatkan bahwa, Italia menghadapi sebuah lonjakan baru kasus-kasus yang disebabkan oleh sebuah varian yang lebih menular dari COVID-19, yang pertama kali terdeteksi di Inggris,  menjadi lebih populer. Pada tahun 2021, setelah sempat menurun di bulan Januari, kasus-kasu infeksi kembali melonjak. 

Kini apa yang terjadi di Tiongkok? Dilaporkan ada tiga mutasi COVID-19 yang baru, yang mana dideteksi oleh Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Guangdong. Mutasi yang ketiga adalah varian Nigeria. Pada 12 Maret, Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Guangdong mendeteksi varian virus COVID-19 yang mengalami mutasi itu adalah yang pertama kali ditemukan di Nigeria. 

Menurut media Tiongkok yang mengungkapkan pada 14 Maret, pihak berwenang telah mendeteksi dua kasus varian B.1.525 yang diimpor di kota Guangzhou. Informasi publik menunjukkan, B.1.525 memamerkan sedikit mutasi, yang mencakup satu mutasi di protein lonjakan yang disebut E484K. Mutasi E484K dapat meningkatkan daya gabung pengikatan pada reseptor pejamu manusia, E484K dicap sebagai sebuah mutasi yang luput, disebut demikian karena E484K dapat membantu virus tersebut untuk menghindar dari pertahanan kekebalan tubuh pejamu. E484K dapat berdampak pada respon kekebalan tubuh, kemanjuran vaksin dan transmissibility. 

Dua kasus tersebut, di mana kedua penderita tidak menunjukkan gejala terinfeksi COVID-19, ditemukan dalam tatalaksana lingkaran-tertutup. Dan, dilaporkan sebagai infeksi-infeksi tanpa gejala, pada salah satu penderita pada 21 Februari serta pada penderita lainnya pada 22 Februari. 

Kedua penderita tersebut masih dalam pengamatan medis yang intensif di rumah sakit. Ini adalah mutasi COVID-19 yang ketiga yang dideteksi oleh Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Guangdong. Itu sejak varian B.1.1.7 terdeteksi dalam sampel usap tenggorokan dari sebuah kasus COVID-19, yang dipastikan diimpor dari Inggris pada 2 Januari dan varian 501Y.V2 yang ditemukan di Afrika Selatan diisolasi dari usap tenggorokan, pada sebuah kasus Afrika Selatan yang diimpor dari luar negeri pada 6 Januari. 

Menurut pengumuman tersebut, strain yang mengalami mutasi ini akhir-akhir ini beredar di 26 negara. Dilaporkan bahwa mutasi tersebut mengakibatkan virus tersebut menjadi lebih mudah ditularkan, dan cenderung menyebabkan netralisasi antibodi dan lolos dari antibodi-antibodi, yang kemungkinan menyebabkan penderita yang pernah terinfeksi COVID-19 menjadi kembali terinfeksi. 

Menurut penelitian baru-baru ini, penyakit-penyakit yang dapat ditularkan dari binatang ke manusia, merupakan sebuah ancaman besar bagi kemanusiaan. 

Para ilmuwan menemukan, hewa-hewan memiliki ribuan virus. Beberapa virus tersebut kini menjadi terkenal, tetapi beberapa virus akan muncul yang tidak kita ketahui sama sekali. Virus terburuk mungkin akan muncul. 

“Saya pikir kita akan mendapat munculnya sebuah gelombang penyakit-penyakit yang dapat ditularkan dari binatang ke manusia, sebuah campuran penyakit lama dengan penyakit baru,” kata Delia Grace Randolph, pemimpin kesehatan hewan dan manusia di Institut Penelitian Ternak Internasional di Nairobi, Kenya. 

“Bila hal itu terjadi, akibat-akibat mungkin lebih parah daripada “Maut Hitam” di Abad Pertengahan di Eropa. Pengarang lingkungan hidup, John Vidal berkomunikasi secara luas dengan para ahli di seluruh dunia. Ia mengatakan bahwa banyak ahli yang memiliki sebuah kesimpulan yang pesimis, para ahli berpikir varian-varian virus pada hewan tertentu mungkin membawa pukulan-pukulan yang menghancurkan bagi manusia. Virus-virus ini mungkin menular seperti campak, dan mematikan seperti Ebola. 

John Vidal kemudian memposting sebuah artikel di “Daily Mail,” dan mendesak pemerintah-pemerintah untuk siap dengan keadaan yang mungkin terjadi, kemanusiaan dapat menghadapi sebuah pandemi yang jauh lebih buruk daripada COVID-19. Di dalam artikelnya, John Vidal mengutip contoh Kematian maut Hitam di Eropa, yang menewaskan satu dari tiga orang di Eropa pada Abad Pertengahan. 

Para ahli ekologi di University College London melaporkan bahwa, sejak tahun 1940, 335 penyakit baru dan berpotensi fatal telah muncul di seluruh dunia, di mana lebih dari 200 penyakit tersebut adalah penyakit-penyakit yang dapat ditularkan dari binatang ke manusia. 

Penyakit-penyakit tersebut mencakup beberapa penyakit paling mematikan yang pernah ditemukan, yaitu HIV, Ebola, Demam Lassa, SARS, kini COVID-19 di Tiongkok, dan penyakit-penyakit yang tidak dikenal oleh beberapa orang, yaitu Marburg, Chagas, Machupo, Hantavirus di Amerika Latin, dan MERS di Arab Saudi. 

John Vidal menyalahkan ancaman-ancaman baru yang memungkinkan dikarenakan kerusakan habitat-habitat hewan, serta perubahan di bidang agrikultural dan produksi makanan, yang menciptakan sebuah “badai yang sempurna” untuk mencurahkan penyakit-penyakit. Sementara beberapa ahli memperingatkan bahwa COVID-19 mungkin hanyalah permulaan. (Vv) 

Video Rekomendasi : 

https://www.youtube.com/watch?v=oZqTT3m8rOI