Beijing Percepat Rencana Gantikan Dolar AS sebagai Mata Uang Cadangan Dunia

Nicole Hao dan Cathy He

Seorang profesor Tiongkok mengungkapkan bahwa rezim Komunis Tiongkok mempercepat upaya-upayanya untuk menantang dominasi dolar Amerika Serikat di pasar global dan perdagangan dengan memanfaatkan pergeseran-pergeseran ekonomi yang disebabkan oleh pandemi.

Menurut profesor bernama Di Dongsheng, dekan Sekolah Studi Internasional di Universitas Renmin di Beijing dalam sebuah video yang diposting di media sosial Tiongkok pada tanggal 4 Februari lalu, di dunia pasca-pandemi, Tiongkok harus menjadi “negara yang memutuskan patokan nilai.”

“Mata uang yang memperbaiki harga akhirnya adalah renminbi,” katanya.

Pada bulan April lalu, sang profesor menggambarkan pandemi sebagai peluang “tidak terlihat dalam 100 tahun” bagi rezim Komunis Tiongkok untuk mewujudkan tujuannya untuk membuat tujuh miliar orang di seluruh dunia membayar untuk Tiongkok.

“Jika yuan atau renminbi Tiongkok mencapai hegemoni global, Beijing akan berada dalam posisi untuk mencetak lebih banyak uang guna mencairkan nilai yuan yang dipegang populasi dunia, dengan demikian mentransfer kekayaan ke Tiongkok,” kata sang profesor.

Di Dongsheng menjadi terkenal akhir tahun lalu ketika video pidatonya menyebar secara luas di Amerika Serikat di mana ia mengatakan rezim Komunis Tiongkok mempengaruhi Amerika Serikat selama beberapa dekade melalui “teman-teman lama” di Wall Street.

Menurut biografi Profesor Di Dongsheng di situs web Universitas Renmin, Profesor tersebut telah “berkontribusi pada kebijakan ekonomi luar negeri Tiongkok,” dan secara teratur berpartisipasi dalam diskusi-diskusi kebijakan dan kunjungan-kunjungan ke luar negeri bersama berbagai badan rezim Komunis Tiongkok, seperti Kementerian Luar Negeri, Badan Perencanaan Negara, Komisi Pembangunan dan Reformasi Nasional, dan Departemen Hubungan Internasional, yang berada di bawah Komite Sentral Partai Komunis Tiongkok.

Merebut sebuah Peluang Emas

Rezim Tiongkok telah menjadi penerima manfaat utama dari kebijakan suku bunga rendah yang diadopsi oleh ekonomi-ekonomi Barat saat ekonomi-ekonomi Barat bergegas untuk membendung dampak ekonomi dari pandemi.

Investor-investor asing membeli obligasi-obligasi Tiongkok dengan imbalan hasil lebih tinggi, dengan mengucurkan usd 135 miliar ke obligasi-obligasi Tiongkok dalam 12 bulan yang berakhir pada 30 September 2020, menurut Bloomberg.

Teori ekonomi global menyatakan bahwa para investor, selain masalah-masalah kredit, secara alami akan mengalihkan dana dari ekonomi-ekonomi dengan suku bunga rendah, misalnya Amerika Serikat, ke ekonomi-ekonomi suku bunga tinggi, misalnya Tiongkok. Dan untuk membeli obligasi-obligasi Tiongkok dalam mata uang yuan, investor akan diminta untuk menjual dolar-dolar atau mata uang ekonomi tingkat bunga rendah dan membeli yuan untuk membeli obligasi-obligasi yuan. Tindakan ini, secara teori, akan meningkatkan nilai yuan dan mendevaluasi dolar.

Pada bulan April lalu, Di Dongsheng menyarankan bahwa rezim Komunis Tiongkok harus memanfaatkan peluang-peluang yang disajikan oleh pandemi untuk menarik lebih banyak investor global, dan melepaskan yuan untuk mendukung negara-negara asing dan perusahaan-perusahaan asing yang membutuhkan uang tunai.

Rezim Komunis Tiongkok telah lama menyatakan keinginannya untuk mencabut dolar Amerika Serikat sebagai mata uang cadangan dunia. Pada tahun 2009, mantan Gubernur Bank Sentral rezim Komunis Tiongkok, Zhou Xiaochuan, meminta dolar Amerika Serikat diganti dengan sebuah mata uang cadangan internasional sehingga yuan dapat mengerahkan pengaruh yang lebih banyak.

Menurut data yang dikumpulkan oleh Institut Keuangan Internasional Universitas Renmin, bagian pembayaran-pembayaran global menggunakan yuan Tiongkok meningkat dari 0,02 persen pada tahun 2011 menjadi lebih dari tiga persen pada tahun 2020.

Namun, yuan masih memiliki sebuah cara untuk mengejar dominasi dolar Amerika Serikat.

Di Dongsheng menyarankan rezim Komunis Tiongkok harus mengeluarkan pinjaman-pinjaman kepada negara-negara berkembang yang sebaliknya tidak akan mampu mendapatkan pinjaman-pinjaman dari negara maju. Cara ini, membuat Komunis Tiongkok dapat mengumpulkan pembayaran-pembayaran dengan bunga tinggi untuk mengimbangi biaya suku bunga yang relatif tinggi yang dibayarkan Tiongkok untuk obligasi-obligasi Tiongkok.

Tetapi siasat ini juga menghadapi risiko-risiko gagal bayar yang lebih tinggi.

Pada bulan April lalu, Di Dongsheng memohon dengan sangat kepada rezim Komunis Tiongkok untuk “sangat memberi” kepada negara-negara berkembang ini. Di Dongsheng menyarankan bahwa Beijing bahkan dapat menjual simpanan cadangan devisanya yang sangat banyak untuk menyediakan pinjaman-pinjaman ini.

Di Dongsheng mengatakan sisi lain dari mengambil sejumlah besar kreditor adalah bahwa hal itu dapat mendorong yuan untuk menguat terlalu banyak dan merusak kemampuan rezim Komunis Tiongkok untuk mengendalikan nilai tukar. Hal ini menghadirkan sebuah tantangan besar bagi Komunis Tiongkok — yang secara historis mengandalkan sebuah mata uang yang lemah untuk memacu ekspor-ekspor.

Selama beberapa dekade, para kritikus menuduh rezim Tiongkok mendevaluasi secara artifisial mata uang Tiongkok untuk membantu produsen-produsen, meningkatkan ekspor-ekspor.

“Lebih lanjut, para kreditor akan memeriksa pasar-pasar keuangan Tiongkok, menyisakan sedikit ruang bagi rezim Tiongkok untuk memanipulasi pasar keuangan Tiongkok,” kata Di Dongsheng.

Profesor Di Dongsheng juga menganjurkan Beijing untuk membuat perubahan peraturan supaya lebih lanjut merangsang investasi asing.

Dalam beberapa dekade terakhir, banyak investor asing dilarang oleh Komunis Tiongkok dari mentransfer hasil-hasil investor asing tersebut dari pasar Tiongkok (kendali modal). Banyak pebisnis Barat juga memiliki kekayaan intelektual yang dicuri oleh mitra-mitra bisnis atau para pejabat setempat, dan tidak ada jalan lain karena kurangnya supremasi hukum di Tiongkok.

“Hukum-hukum kami harus membuat negara-negara lain percaya bahwa Tiongkok tidak akan menyita aset-aset negara lain; membuat negara-negara lain bahwa mereka dapat membeli apa pun yang ingin mereka beli jika mereka mentransfer uang mereka ke Tiongkok; membuat mereka percaya bahwa mereka dapat menarik uang mereka kapan pun mereka mau,” kata Di Dongsheng pada April 2020.

Pada tahun 2019, Komunis Tiongkok mengadopsi Undang-Undang Penanaman Modal Asing, yang ditujukan untuk memfasilitasi dan melindungi hak-hak investor asing. Di Dongsheng mengatakan bahwa kebijakan-kebijakan itu adalah berhasil, mengutip lonjakan investasi asing ke Tiongkok pada tahun 2020.

Memanfaatkan Belt and Road

“Komponen penting lain dari rencana Komunis Tiongkok adalah memanfaatkan Inisiatif One Belt One Road milik Beijing untuk meningkatkan sirkulasi yuan dalam negara-negara berkembang Pembangunan negara,” kata Di Dongsheng.

Satu Sabuk Satu Jalan adalah strategi investasi global masif yang diluncurkan oleh Partai Komunis Tiongkok pada tahun 2013 bertujuan untuk memperkuat pengaruh ekonomi dan politik Partai Komunis Tiongkok di Asia, Eropa, Afrika, dan Amerika Selatan.

Di Dongsheng mengatakan tujuannya adalah untuk menciptakan sebuah sirkulasi yuan di negara-negara mitra One Belt One Road, terutama negara-negara berkembang, yang mewakili miliaran orang: Tiongkok akan menggunakan yuan untuk berinvestasi di negara-negara ini, membayar orang-orang yang disewa Komunis Tiongkok di negara-negara ini dengan yuan, dan meminta negara-negara ini untuk membeli barang-barang dari Tiongkok dalam yuan, dan siklus tersebut terus berlanjut.

Hal ini akan memfasilitasi peredaran yuan di dalam dan di antara negara-negara mitra One Belt One Road, melegitimasi mata uang Tiongkok di berbagai posisi pasar sebagai sebuah bentuk pertukaran. Karena aset-aset dan barang-barang semakin meningkat harga karena menggunakan yuan, maka hal itu akan menjadi dasar yang baik untuk loncatan penggunaan yuan lebih lanjut di antara negara-negara bulan mitra One Belt One Road, terutama jika negara-negara bulan mitra One Belt One Road ingin berbisnis atau berdagang dengan negara-negara mitra One Belt One Road.

“Target-target kami adalah ekuitas-ekuitas negara-negara mitra One Belt One Road ini, bukannya obligasi,” kata Di Dongsheng pada bulan Februari lalu.

“Kami berencana menggunakan ekuitas-ekuitas ini untuk mengembangkan sebuah pasar sekunder global yang berdenominasi yuan Tiongkok. Kemudian modal di seluruh dunia akan tertarik ke pasar sekunder global ini, ke proyek-proyek One Belt One Road,” tambah Di Dongsheng.

Profesor Di Dongsheng mengatakan bahwa para ekonom asing yang menganggap One Belt One Road itu adalah mengenai mengejar sumber-sumber daya alam dan mineral adalah salah. Sebaliknya, rezim Tiongkok tertarik untuk memanfaatkan sumber-sumber daya manusia dari negara-negara mitra One Belt One Road.

“Sumber kekayaan adalah manusia, bukannya benda,” kata Di Dongsheng. (Vv)