PGI Bakal Surati Jokowi, Prihatin Pelabelan Intoleran dan Radikalisme atas 75 Pegawai KPK

ETIndonesia- Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) menyatakan prihatin memuncaknya pelabelan intoleran dan radikalisme terhadap 75 pegawai KPK terkait Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).

“Kita sangat prihatin dengan upaya-upaya pelemahan KPK yang terjadi selama ini, terutama yang memuncak dengan pelabelan intoleran dan radikalisme atas 75 pegawai KPK melalui mekanisme TWK belakangan ini,” kata Pdt Gomar Gultom, Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) saat menerima 9 perwakilan dari pegawai KPK bersama Tim Hukum mereka, di Grha Oikoumene, Jakarta, Jumat (28/5) dalam keterangannya.

PGI akan menyurati Presiden untuk mengambil tindakan tegas dan segera untuk menyelamatkan lembaga anti ruswah ini dari upaya-upaya pelemahan ini.

“Dengan disingkirkannya mereka yang selama ini memiliki kinerja baik serta memiliki integritas kuat dengan alasan tidak lukus TWK, dikuatirkan akan membuat para penyidik berpikir ulang untuk melaksanakan tugasnya dengan profesional seturut dengan kode etik KPK di masa depan, karena kuatir mereka diTWKkan dengan label radikal,” lanjut Gomar.

Pdt. Gomar Gultom menyatakan keheranannya terhadap pernyataan presiden Jokowi untuk tidak menggunakan TWK sebagai dasar penonaktifkan pegawai KPK, namun pernyataan itu tak ditindaklanjuti. Siapa sebenarnya yang menjadi presiden, ungkapnya.

“Dan kita semakin kuatir, karena mereka yang dipinggirkan ini banyak di antara mereka yang sedang menangani kasus-kasus korupsi yang sangat signifikan,” tandasnya.

Novel Baswedan, salah seorang di antara yang hadir menyebutkan kegalauannya. Novel menambahkan bahwa TWK bukanlah tools untuk melihat seseorang lulus atau tidaknya seseorang menjadi ASN dalam alih status ini.

Staf lainnya, Hotman Tambunan mengeluhkan, ketika taat beragama diidentikan  dengan talibanisme. “Kami harus taat beragama, karena agamalah yang mengajar kami untuk berbuat seturut etika. Di KPK itu godaannya banyak sekali, dan ancaman selalu datang. Nilai-nilai agamalah yang membuat kami tetap bertahan,” kata warga GKI Kayu Putih tersebut, seraya menunjuk rekannya yang selama tiga tahun berturut-turut terakhir ini selalu mendapat nilai A untuk kinerjanya.

Sementara itu rekan lainnya, Adri Deddy Nainggolan, yang adalah warga GKI Kebayoran Baru, mengungkapkan keprihatinannya dengan begitu mudahnya masyarakat termakan hoaks yang menyebutkan adanya talibanisasi di KPK.

“Tidak ada itu. Dan celakanya warga gereja pun mudah termakan oleh issu ini,” katanya.

Saor Siagian, anggota Tim Hukum yang mendampingi mereka mengatakan, “Tiga dari Komisioner KPK periode baru lalu Kristen, dan Sekjen KPK juga Kristen. Saut Situmorang berkali-kali berkata, tidak ada talibanisme di KPK.”

Sementara Rasamala Aritonang staf KPK yang turut hadir yang adakah warga jemaat HKBP Pasar Rebo menyebutkan, “Kami sebagai KPK ini tantangannya berat. Kami berhadapan dengan koruptor. Dan yang bisa korupsi hanyalah mereka yang punya akses kepada kekuasaan. KPK ini hanyalah alat, pisau untuk memotong bagian badan yang koruptif. Dan reaksi dari para koruptor ini adakah membuang pisau ini. Itu yang sedang kami alami.” (asr)