Rezim Tiongkok Mengatur Kampanye Global Merekrut Para Influencer untuk Melawan Narasi-Narasi di Luar Negeri

Alex Wu

Media corong rezim komunis Tiongkok yang berbahasa Inggris luar negeri  yaitu CGTN (China Global Television Network) baru saja menyelesaikan dua kampanye rekrutmen di seluruh dunia selama dua bulan. Tak lain, untuk mencari orang-orang yang bertalenta di media global dan Influencers di media sosial untuk menghasilkan propaganda pro-Beijing yang “melawan narasi-narasi Barat.”

Penyiaran yang didukung rezim Tiongkok menawarkan insentif yang kaya untuk menarik peserta-peserta muda, telah menargetkan para mahasiswa Barat, sehingga menimbulkan keprihatinan di antara media dan komunitas internasional.

CGTN memulai kampanye “Media Challengers” pada bulan April untuk mendaftar para reporter, presenter, DJ, podcaster, dan Influencers di seluruh dunia yang membuat laporan dalam bahasa Inggris. 

Menurut klaim situs resminya, kampanye tersebut “bertujuan untuk menginspirasi kaum muda dari seluruh dunia” dan memiliki sebuah tujuan untuk menyuntikkan kekuatan baru ke dalam komunikasi internasional di bawah lingkungan konvergensi media.” 

Para peserta wajib mengunggah sebuah video selama 3 menit dari genre apa pun, apakah itu “pecinta kuliner, teknisi, ahli rias, fanatik olahraga, atau yang lainnya secara menyeluruh.”

CGTN menawarkan hingga 10.000 dolar AS kepada para pemenang dan pelatihan profesional gratis untuk para finalis. CGTN juga menawarkan peluang-peluang kerja bagi para pemenang, baik paruh-waktu atau pun penuh-waktu, di “kantor pusat CGTN Beijing dan tiga pusat produksi regional di Washington, London, dan Nairobi.”

Selain itu, para pemenang “akan diundang untuk berpartisipasi dalam  liputan Jalur Sutra kuno ala CGTN dari tahun 2021 hingga 2022.”

Menargetkan Kaum Muda Barat

Video-video YouTube mengenai kampanye tersebut memperlihatkan para peserta muda dari negara-negara Barat dan Afrika serta para mahasiswa Tiongkok yang belajar di luar negeri. 

Selain itu, media Inggris The Times melaporkan bahwa, CGTN sedang menargetkan universitas-universitas Inggris karena beberapa mahasiswa universitas dan orang-orang yang berpengaruh di media setempat termasuk di antara para peserta.

Laporan The Times itu memperingatkan bahwa, jika “orang-orang yang berpengaruh di media sosial Barat membacakan pedoman resmi Tiongkok mengenai masalah-masalah tertentu, maka para pemirsa domestik mungkin percaya Partai Komunis Tiongkok dikagumi oleh para pemirsa internasional.”

Kelompok Riset Tiongkok di Inggris memposting sebuah tweet yang mengatakan, orang-orang yang berpengaruh dan para vlogger di seluruh dunia direkrut oleh CGTN “akan mempromosikan Tiongkok dan melawan narasi-narasi Barat yang merusak citra Tiongkok.” 

Kelompok Riset Tiongkok juga mencatat bahwa corong resmi Partai Komunis Tiongkok di luar negeri, menargetkan para mahasiswa universitas Inggris.

“Tidak ada universitas yang menghargai dirinya sendiri yang mengizinkan sebuah pakaian propaganda semacam itu untuk merekrut di kampusnya,” kata Henry Jackson Society, sebuah lembaga pemikir  diplomat Inggris, berkomentar di Twitter mengenai kampanye perekrutan CGTN.

Komentator urusan terkini yang berbasis di Amerika Serikat, He Qinglian menulis dalam sebuah  artikel opini untuk The Epoch Times bahwa kebijakan propaganda Partai Komunis Tiongkok di luar negeri–—umumnya dikenal sebagai sebuah propaganda asing yang besar—–“melibatkan jumlah tenaga dan uang yang sangat banyak untuk menyebarkan narasi-narasi   dan ideologi Partai Komunis Tiongkok ke negara-negara asing, sehingga mencapai tujuan Partai Komunis Tiongkok yaitu menceritakan cerita-cerita Tiongkok–—ala Partai Komunis Tiongkok.” 

He Qinglian menunjukkan bahwa CGTN, telah menggunakan gaji-gaji yang menarik dan fasilitas-fasilitas canggih untuk merekrut orang-orang asing ke bekerja di pusat-pusat media CGTN di Amerika Serikat, Inggris, dan Afrika.

Pada tahun 2018, di kantor CGTN di London Barat saja, ada 6.000 orang  pelamar setempat yang bersaing untuk 90 lowongan pekerjaan media.

Izin penyiaran CGTN dicabut oleh regulator media Inggris Ofcom pada tahun 2020, karena isinya dikendalikan langsung oleh Partai Komunis Tiongkok, serta karena menyiarkan pengakuan-pengakuan para pembangkang secara paksa di TV termasuk warganegara Inggris Peter Humphrey. Namun, Prancis memperbarui izin CGTN, mengizinkan CGTN untuk terus menayangkan program-programnya, yang menghasilkan pelaporan misinformasi.

Pada tahun 2021, media Prancis Le Monde memaparkan, CGTN menggunakan  seorang jurnalis Prancis yang tidak ada untuk mempublikasikan berita-berita palsu mengenai orang-orang Uighur di wilayah Xinjiang, Tiongkok, dalam upaya untuk menutupi genosida terhadap kelompok minoritas tersebut oleh rezim komunis Tiongkok. (Vv)