Pemimpin Haiti Berkonflik, PM Sementara Mundur dan Serahkan Kekuasaan

NTDTV.com

Perdana Menteri Sementara  Haiti Claude Joseph saat ini memimpin negara dengan dukungan polisi dan tentara, menyatakan Dsetuju untuk mundur dan mengakhiri perselisihan kepemimpinan, terutama karena sebelum pembunuhan Jovenel Moise, Ariel  Henry, seorang politisi dan ahli bedah saraf, awalnya ditunjuk sebagai perdana menteri baru.

Henry diangkat sebagai perdana menteri dua hari sebelum Moise dibunuh. Akan tetapi dia belum dilantik. Beberapa jam setelah Moise terbunuh pada 7 Juli, Joseph menyatakan “hukum perang” dan mengaku bertanggung jawab atas situasi keseluruhan. Pernyataan itu memicu perebutan kekuasaan dan legitimasinya dipertanyakan. 

Joseph mengatakan dalam sebuah wawancara yang diterbitkan di “Washington Post” pada 19 Juli, bahwa dia telah bertemu Henry secara pribadi dalam seminggu terakhir. Ia mengatakan bahwa “demi kebaikan negara,” dia setuju untuk mundur dan bersedia  mengalihkan kekuasaan “secepatnya.”

Reuters melaporkan bahwa pengumuman itu tampaknya mengakhiri perebutan kekuasaan antara Joseph dan Henry di Haiti. Henry yang berusia 71 tahun adalah seorang ahli bedah saraf yang pernah menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri dan Menteri Tenaga Kerja.

Israel Jacky Cantave, seorang pejabat senior Kementerian Luar Negeri Haiti, mengatakan bahwa Joseph mengambil alih negara itu setelah pembunuhan Moise dan membantu memastikan kelanjutan negara itu. 

Selain itu, ibu negara Haiti, Martine Moise, keluar dari rumah sakit di Miami, Florida, dan kembali ke Haiti. Beberapa ahli terkejut begitu cepatnya ia pulih.  Para pengamat berspekulasi apakah dia berencana untuk berpartisipasi dalam politik. 

Beberapa jam sebelum kedatangan Martine, “kelompok inti” diplomat internasional yang terkenal mengeluarkan pernyataan yang menyerukan Haiti untuk membentuk “konsensus dan pemerintahan yang inklusif.”

“Kelompok inti” ini terdiri dari duta besar dari Jerman, Brasil, Kanada, Spanyol, Amerika Serikat, Prancis, Uni Eropa, dan perwakilan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Organisasi Negara-negara Amerika.

Mereka menyerukan “pembentukan legislatif yang bebas, adil, transparan, dan kredibel serta penyelenggaraan pemilihan presiden sesegera mungkin.” (hui)