Pertanyaan Xi Jinping Bagaimana dengan Ketahanan Pangan Muncul di Halaman Depan Media Partai

oleh Luo Ya

Sejak Kongres Nasional Partai Komunis Tiongkok ke-18, pemerintah Tiongkok yang dipimpin oleh Xi Jinping berulang kali menekankan masalah ketahanan pangan, yang mana telah membuat dunia luar menduga bahwa Tiongkok memiliki masalah dengan persediaan pangan yang cukup besar. Saat ini, uneg-uneg Xi Jinping soal ketahanan pangan yang ditanyakan dalam Rapat Kerja Ekonomi Komite Sentral telah dimuat di halaman depan media partai ‘Renmin Rebao’ pada 12 Desember.

Dalam Rapat Kerja Ekonomi Komite Sentral Partai Komunis Tiongkok Xi Jinping  mengatakan : “Di kala memiliki cukup persediaan, justru di saat itu perlu memikirkan ketahanan pangan”. “Jangan sampai memberi kesempatan kepada orang lain untuk mencekik leher kita karena isu pangan yang merupakan masalah dasar bagi kelangsungan hidup banyak orang”.

Dimuatnya berita ini membuat dunia luar merasakan seriusnya masalah pangan di daratan Tiongkok.

Pakar keuangan Taiwan Edward Huang menjelaskan : “Mengapa masalah pangan disinggung (oleh Xi) ? Saya pikir alasan utamanya adalah karena Xi juga telah menyadari bahwa konfrontasi antara Tiongkok dengan Amerika Serikat di masa depan sudah merupakan fakta yang sulit untuk dipungkiri. Apakah tidak mungkin AS menggunakan masalah pangan ini sebagai senjata untuk menghambat pembangunan Tiongkok ? Masalah intinya terletak pada tingkat kemampuan swasembada Tiongkok yang terlampau rendah, bagaimana meningkatkan tingkat swasembada di masa mendatang ini perlu dijadikan isu penting bagi pemerintah Tiongkok”.

Akademi Ilmu Sosial Tiongkok (Chinese Academy of Social Sciences) pada bulan Agustus tahun lalu dalam laporannya menyebutkan bahwa Tiongkok mungkin akan mengalami kekurangan persediaan pangan sekitar 130 juta ton pada tahun 2025.

Pada September tahun ini, Komisi Pembangunan dan Reformasi Tiongkok telah mengeluarkan peringatan keamanan tentang ketahanan pangan melalui WeChat, menyebutkan bahwa pihak berwenang sedang berjuang untuk membeli gandum Australia.

Pada 26 November, media partai ‘Economic Daily’ menerbitkan sebuah artikel di halaman depan yang isinya gembar-gembor tentang panen biji-bijian yang berlimpah sehingga meningkatkan hasil produksi. Tetapi anehnya, penulis kemudian mengakui bahwa fenomena ini tidak mampu memenuhi kebutuhan pangan di Tiongkok karena masalah kontradiksi dari kelemahan pada struktural pangan.

Edward Huang mengatakan : “Akibat hubungan yang tidak harmonis antara Tiongkok dengan dunia luar. Misalnya, impor gandum dari Australia sekarang sudah tidak ada lagi, munculnya banyak sengketa perdagangan di berbagai tempat, dll., Hal ini dapat menyebabkan Tiongkok menghadapi beberapa kesulitan dalam memperoleh bahan pangan. Apalagi soal pangan di Tiongkok, terutama bahan pokoknya seperti kedelai, jagung, dan gandum, kebanyakan justru mengandalkan impor. Jadi dalam situasi seperti itu, tentu saja Xi Jinping khawatir”.

Xi Jinping juga menyebutkan : “Di masa lalu, biji-bijian dipindahkan dari selatan (penghasil biji-bijian terbesar di daratan Tiongkok) ke utara, tetapi sekarang justru berbalik. Akibat dari sebagian besar ladang subur tidak lagi ditanami biji-bijian. Mereka lebih memilih untuk dijadikan tempat peternakan atau membudidayakan tanaman penghasil buah, bunga ketimbang biji-bijian”. “Bahkan luas lahan pertanian pun terus menyusut”, tambahnya. 

Xi Jinping mendefinisikan ketahanan pangan sebagai masalah utama dan menekankan bahwa memastikan pasokan produk primer adalah masalah strategis utama.

Lahan pertanian di Provinsi Guangxi diubah menjadi lahan peternakan, lahan pertanian di Provinsi Shanxi digunakan untuk membangun gedung, lahan pertanian di Provinsi Henan digunakan untuk membangun sekolah, dan tanah pertanian di Desa Changle, Fuzhou, Fujian, diambil alih oleh perusahaan pertambangan, yang kemudian dijadikan jalan untuk kepentingan transportasi hasil pertambangan. Dan masih banyak contoh lainnya.

Di samping itu, hal utama selain masalah pencemaran tanah yang menyebabkan sejumlah besar tanah subur di Tiongkok “menghilang” adalah kebijakan ekonomi tanah yang diterapkan pemerintah Tiongkok, di mana tanah dijadikan sebagai mesin uang oleh pemerintah daerah.

Padahal tanpa lahan yang subur, tidak akan ada cukup produk biji-bijian. Bagaimana menjamin ketahanan pangan ? 

Daratan Tiongkok sekarang sedang menghadapi kerusakan ladang subur yang parah akibat pengalihan fungsi dan adanya kegiatan yang baik secara sadar maupun tidak telah menanduskan tanah yang subur. 

Apalagi munculnya fenomena aneh di banyak tempat baru-baru ini, dimana babi hutan berkialaran di jalan raya, daerah pemukiman, salon rambut, bahkan masuk ke department store, membuat semua orang tercengang. Karena itu, pihak berwenang Tiongkok langsung membatalkan kebijakan mengenai babi hutan adalah hewan yang dilindungi.

Li Hengqing, seorang ekonom Tionghoa-Amerika percaya bahwa alasan terpenting dari krisis pangan di Tiongkok adalah akibat dari Biro Statistik Tiongkok yang selama ini terus melakukan pemanipulasian data.

Li Hengqing mengatakan : “Aneh bin ajaib ! Bagaimana sebelumnya pihak berwenang mengatakan bahwa cadangan pangan sangat mencukupi untuk konsumsi bagi masyarakat sekarang tiba-tiba menunjukkan ketahanan pangan mengalami krisis ? Apa implikasi dari fenomena ini ? Bukankah masalah manipulasi angka ? Data yang dilaporkan serba tidak kredibel !”

Analis berpendapat bahwa ungkapan Xi Jinping ini dapat menjadi arahan penting bagi perkembangan Tiongkok di masa mendatang.

Edward Huang mengatakan : “Baru-baru ini, orang seperti Jack Ma, Michael Yu Minghong dari New Oriental Education & Technology Group Inc., bahkan Richard Liu Qiangdong, mereka semua mulai melirik bidang pertanian. Jadi ini mungkin menjadi arah yang sangat penting bagi Tiongkok di masa mendatang, yaitu untuk menjamin stabilitas dan keamanan pangan”.

Setelah pemerintah Tiongkok menindak industri pendidikan dan pelatihan, Michael Yu Minhong, menjual produk pertanian secara online. Jack Ma, tiba-tiba muncul di Spanyol, Belanda, dan tempat-tempat lain setelah sempat “menghilang”. 

Richard Liu Qiangdong, pendiri raksasa e-commerce Tiongkok Jingdong Group (JD.com) sejak beberapa tahun lalu telah pindah ke rantai industri produk pertanian dan sekarang ia menjadi direktur kehormatan di suatu desa di Provinsi Hebei. (sin)