Penasihat CDC : Vaksin COVID-19 Johnson & Johnson Tidak ‘Dipilih’ Terkait dengan Kondisi yang Parah

Sebuah panel penasihat CDC atau Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit AS pada Kamis (16/12/2021) dengan suara bulat memilih untuk menganjurkan CDC  memberitahukan masyarakat bahwa vaksin COVID-19 Moderna dan Pfizer lebih disukai daripada vaksin Johnson & Johnson.

“Vaksin-vaksin mRNA COVID-19 lebih disukai daripada vaksin COVID-19 Janssen untuk pencegahan COVID-19 untuk semua orang yang berusia di atas 18 tahun,” pernyataan anjuran penasehat CDC.

Pfizer dan Moderna keduanya didasarkan pada teknologi messenger RNA, atau mRNA.

Janssen adalah anak perusahaan Johnson & Johnson. COVID-19 adalah penyakit yang disebabkan oleh virus  Komunis Tiongkok.

Beberapa jam setelah pemungutan suara oleh panel penasehat itu, Komite Penasehat untuk Praktik Imunisasi, Direktur CDC Dr. Rochelle Walensky mendukung anjuran tersebut.

“Anjuran yang diperbarui hari ini menekankan komitmen CDC untuk menyediakan informasi ilmu pengetahuan tepat-waktu kepada masyarakat Amerika Serikat. Saya terus-menerus mendorong semua orang Amerika Serikat untuk divaksinasi dan diberi suntikan booster,” kata Dr. Rochelle Walensky dalam sebuah pernyataan.

Panel tersebut memberikan suara setelah mendengarkan presentasi mengenai suatu kombinasi pembekuan darah yang serius  dan kadar trombosit darah rendah yang terlihat lebih tinggi dari angka latar belakang pada orang-orang yang telah mendapatkan vaksin Johnson & Johnson.

Tautan tersebut mendorong sebuah jeda hampir secara nasional dalam pemberian vaksin di bulan April tetapi lembaga kesehatan mencabut jeda tersebut setelah menentukan manfaat  suntikan melebihi risiko suntikan itu.

Namun, sejak itu, jumlah kasus trombosis dengan sindrom trombositopenia yang dipastikan pasca-vaksinasi telah meningkat, terutama pada wanita paruh baya, demikian para ahli CDC mengatakan kepada para anggota.

Data dari Sistem Pelaporan Kejadian Buruk Vaksin menunjukkan angka tertinggi, satu kasus per 100.000 dosis yang diberikan, di antara wanita berusia 30 tahun hingga 49 tahun.

Sekitar 17 juta dosis suntikan Johnson & Johnson telah diberikan di Amerika Serikat sejak Kamis 16 Desember. 

Dari 54 kasus yang dipastikan hingga tanggal 31 Agustus di Amerika Serikat setelah  pemberian suntikan Johnson & Johnson, 26 kasus adalah wanita di bawah usia 50 tahun, menurut presentasi CDC. 

Lebih dari separuh pasien mengalami jenis bekuan darah yang disebut  trombosis sinus vena serebral.

Sembilan orang meninggal akibat sindrom trombositopenia setelah menerima suntikan tunggal vaksin, kata CDC, di mana tujuh kasus juga menderita trombosis sinus vena serebral.

Meskipun CDC  dan FDA Amerika Serikat keduanya masih mengatakan manfaat suntikan Johnson & Johnson masih lebih besar daripada risikonya, angka kematian yang tinggi dan fakta bahwa orang Amerika Serikat dapat menerima dua vaksin COVID-19 lainnya, menyebabkan para anggota panel mengeluarkan sebuah preferensi untuk suntikan Moderna dan Pfizer.

“Saya tidak dapat menganjurkan sebuah vaksin yang terkait dengan sebuah kondisi yang mungkin menyebabkan kematian. Saya pikir kami memiliki vaksin yang lain,” Dr. Pablo Sanchez, profesor pediatri di Ohio State University-Nationwide Children’s Hospital, dan seorang anggota panel dalam rapat tersebut.

Beberapa anggota mengatakan mereka hanya berpikir orang-orang dengan kontraindikasi untuk vaksin yang berbasis mRNA harus mendapatkan vaksin Johnson & Johnson untuk bergerak maju. Para pejabat CDC mengatakan anjuran mereka akan dimasukkan ke dalam pedoman  klinis yang diperbarui bagi petugas kesehatan yang memberikan vaksin-vaksin.

Regulator obat Amerika Serikat awal pekan ini mencantumkan sindrom trombositopenia sebagai kontraindikasi untuk suntikan Johnson & Johnson.

Sebuah kontraindikasi adalah sebuah istilah yang berarti orang-orang tertentu, tidak boleh menggunakan suatu produk, dalam hal ini vaksin.

Satu-satunya kontraindikasi untuk vaksin Pfizer dan Moderna saat ini, adalah reaksi alergi yang parah, meskipun peradangan jantung pasca-vaksinasi telah terjadi pada tingkat yang lebih tinggi dari yang diperkirakan pada orang-orang setelah mendapatkan vaksin tersebut, terutama setelah suntikan kedua dari rejimen utama dua dosis. 

Angka miokarditis pasca-vaksinasi, salah satu bentuk peradangan jantung, untuk pria yang berusia 16 tahun atau 17 tahun, misalnya, adalah 69,1 per juta dosis Pfizer yang diberikan pada bulan lalu.

Orang-orang yang berusia di bawah 40 tahun, sebenarnya berisiko lebih tinggi terkena miokarditis dari vaksin Moderna daripada COVID-19 itu sendiri, sebuah penelitian baru-baru ini menemukan.

Dr. Lynn Bahta, anggota panel lain yang bekerja untuk  Departemen Kesehatan Minnesota, mengatakan panel tersebut memperlakukan sindrom trombositopenia berbeda dari peradangan jantung karena perbedaan angka kematian.

“Kami memang melihat frekuensi miokarditis yang lebih tinggi” tetapi tingkat keparahan sindrom trombositopenia adalah “sebuah  faktor pendorong untuk anjuran ini,” kata Dr. Lynn Bahta. (Vv)