Ketika Memanfaatkan Keterbukaan di Luar Negeri, Bagaimana Mengatasi Ancaman Tiongkok yang Non-Tradisional?

Christopher Balding

Keyakinan profesor Universitas Harvard Charles Lieber atas tuduhan penipuan tampaknya telah mendorong lebih banyak pertanyaan mengenai bagaimana Amerika Serikat harus menanggapi ancaman Tiongkok yang non-tradisional.

Ketika rezim Tiongkok menyajikan sebuah keluasan dan kedalaman ancaman yang tidak tertandingi baik ancaman tradisional maupun ancaman non-tradisional, Amerika Serikat berjuang untuk menghadapi ancaman tersebut. 

Bagaimana misalnya mempertahankan sistem keterbukaan Amerika Serikat dan mengatasi musuh yang berusaha menggunakan keterbukaan  untuk melawan AS?

Kasus Charles Lieber memberikan pelajaran mengenai bagaimana Tiongkok beroperasi dan menimbulkan risiko hukum bagi orang-orang Amerika Serikat. Terlepas efek sebaliknya dari retorika dramatis jurnalistik dan akademis, tuduhan terhadap Charles Lieber bukanlah mengenai spionase atau informasi bahwa ia mungkin atau mungkin tidak lulus ke Beijing. 

Charles Lieber didakwa dengan kejahatan yang jauh lebih sederhana yaitu berbohong atas dokumen pendanaan resmi, serta menyembunyikan pendapatan dan aset yang diterima dari pekerjaan yang diberikan untuk Tiongkok. 

Poin-poin khusus dari kejahatan itu tampaknya beralasan dengan Charles Lieber, mengakui bahwa ia menyelundupkan kembali sejumlah besar uang tunai yang tidak diumumkan pada perjalanannya ke Tiongkok.

Pertanyaan yang telah diajukan mengenai diskresi kejaksaan dan apakah tuduhan  benar-benar dijamin. Mengingat fakta dasar kebohongan terhadap dokumen resmi dan tidak melaporkan pendapatan telah diterapkan pada berbagai individu terkenal—–dari mantan manajer kampanye Donald Trump bernama Paul Manafort hingga royalti Huawei Meng Wanzhou–—ada sebuah pola yang jelas dari penggunaan tuduhan ini terhadap individu yang berkuasa dan terhubung. 

Selanjutnya, mengingat kompensasi jutaan dolar yang gagal dilaporkan atau diungkapkan Charles Lieber pada aplikasi pendanaan Federal, tingkat keparahan tersebut dengan jelas merupakan sebuah pelanggaran hukum material.

Banyak kampus telah menyuarakan keprihatinan mengenai apakah pemerintah sedang membatasi penelitian akademis dan arus informasi. Isu-isu ini adalah sedikit kurang menyenangkan tetapi tetap jelas. Kejahatan bukanlah mengenai arus informasi antar negara, tetapi kegagalan untuk mengungkapkan potensi konflik kepentingan di bidang penelitian dan penghasilan, yang diperoleh dari pekerjaan yang dilakukan untuk pihak ketiga.

Pikirkan mengenai skenario ini dengan sebuah cara yang sedikit berbeda. Sebagai contoh, bayangkan sebuah perusahaan atau seorang individu yang melakukan penelitian lanjutan untuk Google dan memberikan jaminan bahwa mereka tidak melakukan penelitian untuk pesaing mana pun atau menerima kompensasi dari banyak pesaing. 

Google kemudian  mengetahui bahwa mereka sedang melakukan penelitian untuk pesaing dan menerima pendanaan dari pesaing. Ini setidaknya akan menjadi dasar sebuah gugatan perdata yang baik dan banyak tuduhan pidana.

Kejahatan adalah mengenai pengungkapan dan pembiayaan daripada bekerja dengan peneliti-peneliti lain. Para akademisi dan sejumlah kampus tetap bebas sepenuhnya untuk bekerja dengan profesor dan kampus yang berbasis di Tiongkok, tetapi mereka harus mengungkapkan secara akurat aktivitas tersebut saat mengajukan permohonan pendanaan federal dan melaporkan pendapatan.

Mengingat fokus pada Tiongkok, beberapa orang telah mempermasalahkan apakah Inisiatif Tiongkok yang menjerat Charles Lieber adalah rasis. 

Meskipun tidak ada klaim yang diajukan bahwa tuduhan terhadap Lieber adalah rasis mengingat Charles Lieber adalah seorang pria kulit putih, mereka mempermasalahkan mengenai sebuah kasus yang akan datang dari Profesor  Gang Chen di Institut Teknologi Massachusetts. 

Meskipun dakwaan terhadap Gang Chen adalah hampir identik dengan Charles Lieber dengan fakta-fakta mendasar yang serupa, kekhawatiran dimunculkan mengenai bias rasial. Semua penegakan harus dipisahkan dari pertimbangan ras dan kelas.

Kantor lapangan FBI di Boston yang menjadi berita utama tuduhan memiliki sebuah sejarah yang meningkatkan kekhawatiran mengenai ikatan negara asing yang merugikan untuk meneliti. 

Pada tahun 2014, kantor lapangan FBI di Boston terlibat dalam sebuah kampanye untuk meningkatkan kesadaran mengenai pengaruh  dan akses Rusia ke teknologi yang sensitif melalui perusahaan modal ventura. Hal-hal ini secara jelas bukan dimotivasi secara rasial tetapi dimotivasi oleh kekhawatiran atas pengaruh dan akses yang berpotensi merugikan ke teknologi negara-negara musuh.

Hal ini gagal untuk mengatasi masalah yang lebih besar mengenai bagaimana seharusnya Amerika Serikat terlibat dengan sebuah negara musuh, yang mana telah mengadopsi sebuah model fusi sipil-militer untuk menargetkan individu dan institusi Amerika Serikat di mana-mana. Hal ini juga mengharuskan kita untuk memikirkan kembali dan memahami bagaimana kita memahami ancaman dari sebuah musuh—–Partai Komunis Tiongkok.

Lembaga pemikir dan universitas yang menerima uang dari individu  yang terkait dengan Partai Komunis Tiongkok melalui kewajiban kontrak yang membahas donor dan sebuah pemahaman tidak tertulis mengenai arah isi penelitian, keselarasan misi, dan personel. 

Selain keamanan tradisional dan badan-badan intelijen, Tiongkok mendanai miliaran dolar per tahun sebuah departemen pemerintah yang disebut Front Bersatu—–yang bertugas mempengaruhi individu asing, lembaga-lembaga asing, dan mengamankan teknologi yang sensitif.

Untuk memperumit masalah ini, sejumlah kampus Amerika Serikat secara aktif menghindari kewajiban hukum untuk memberikan informasi mengenai donor asing dan menolak upaya transparansi. Keterlibatan agen pemerintah Tiongkok dalam  pelecehan terhadap para warganegara Amerika Serikat dan Tiongkok yang tinggal di Amerika Serikat–—bahkan dengan kelompok mahasiswa yang tunduk pada pemantauan.

Intelijen Tiongkok mengelola basis data profesor, lembaga-lembaga pemikir, dan eksekutif-eksekutif teknologi–—menandai mereka adalah “penting” untuk tujuan mereka. Tiongkok mengeksploitasi keterbukaan Amerika Serikat untuk memajukan tujuan keamanan nasional non-tradisional Tiongkok.

Memasuki teater ancaman baru ini, kewajiban hukum kepada negara tersebut hanya dapat membawa kita sejauh ini ketika berhadapan dengan sebuah musuh  licik, yang bersedia mengeksploitasi keinginan kita yang paling dasar untuk uang dan seks. 

Meskipun kasus Charles Lieber tampak beralasan secara faktual, profesor dan universitas perlu mempertimbangkan kembali keterlibatan mereka dengan Tiongkok semata-mata di luar moneter dan mempertimbangkan hal berikut: haruskah kita terlibat dengan orang-orang Tiongkok dan bagaimana kita harus terlibat dengan mereka? Hanya karena seorang peneliti teknologi dapat terlibat dengan Tiongkok, saatnya telah tiba untuk menanyakan apakah sang peneliti seharusnya terlibat dengan Tiongkok. Ada terlalu banyak contoh penelitian Amerika Serikat akhirnya digunakan dalam produk keamanan dan penindasan Tiongkok. Bahkan, jika hal tersebut adalah legal, kita perlu bertanya apakah kita harus melakukannya.

Kasus Charles Lieber menangkap dilema tersebut dengan sempurna. Kita harus melampaui apa yang legal dalam berurusan dengan sebuah ancaman fusi masyarakat sipil-militer secara keseluruhan. Banyak kampus harus bertanggung jawab pada sebuah standar moral dan etika yang lebih tinggi dalam keterlibatan mereka dengan Tiongkok. (Vv)