Perjuangan Xi Jinping untuk Mengendalikan Ekonomi Tiongkok dan Menghindari Chaos

Antonio Graceffo

Sementara Federal Reserve Amerika Serikat dan bank sentral lainnya di negara maju sedang bersiap untuk mengekang inflasi yang tinggi dengan cara mereda stimulus pandemi dan menaikkan suku bunga, pemimpin Tiongkok Xi Jinping berusaha untuk merangsang ekonomi Tiongkok, karena Xi Jinping takut akan keresahan publik.

“Begitu risiko ekonomi dan risiko keuangan salah ditangani, maka risiko ekonomi dan risiko keuangan dapat dengan mudah ditransmisikan ke ranah sosial dan politik,” menurut sebuah pernyataan Komisi Urusan Politik dan Hukum Pusat Partai Komunis Tiongkok baru-baru ini.

Beijing mengklaim bahwa Pendapatan Domestik Bruto  Tiongkok naik 8,1 persen pada tahun 2021, tetapi Beijing  mengambil kebijakan moneter yang ekspansif karena pertumbuhan pada kuartal terakhir tahun 2020 hanya 4 persen, jauh di bawah level 5 persen yang dianggap Partai Komunis Tiongkok dapat diterima. 

Banyak ahli percaya bahwa Xi Jinping memerintahkan penurunan suku bunga untuk memperbaiki ekonomi dan menghindari perselisihan sosial.

Tahun lalu, Xi Jinping menerapkan sejumlah kebijakan yang berdampak negatif terhadap ekonomi. Peraturan yang dimaksudkan untuk mengurangi polusi, dengan cara membatasi penggunaan batubara, menyebabkan perlambatan  manufaktur, sementara upaya untuk menatalaksana harga listrik mengakibatkan kelangkaan energi. Bimbingan untuk mencari layanan keuntungan secara efektif dilarang, menghapus ratusan miliar dolar dari ekonomi. Pada saat yang sama, Partai Komunis Tiongkok meluncurkan peraturan “anti-monopolistik” untuk mengendalikan “ekspansi modal yang tidak teratur.”

Arahan ini sebagian besar berdampak pada sektor teknologi dan sektor real estat, di mana kedua sektor tersebut masih menderita.

Partai Komunis Tiongkok memberlakukan pembatasan pada Penawaran Umum Perdana luar negeri. Administrasi dunia maya mengumumkan aturan baru, yang mengharuskan perusahaan teknologi meminta persetujuan untuk kesepakatan investasi. Akibatnya, saham sektor teknologi Tiongkok turun lagi. Saham real estat juga mengalami penurunan pada tahun 2021, karena Xi Jinping memutuskan hubungan kredit mudah. Saat Tiongkok memasuki tahun 2022, sebuah sektor properti yang tertekan menyeret sisa perekonomian.

Untuk meremajakan sektor real estate dan diharapkan dapat menghidupkan kembali perekonomian, Partai Komunis Tiongkok melonggarkan kebijakan moneternya, menurunkan suku bunga pinjaman acuan. Bank sentral menurunkan suku bunga pinjaman satu-tahun dan menengah suku bunga pinjaman berjangka satu-tahun. Bank sentral juga memotong suku bunga pinjaman lima-tahun, yang mencakup hipotek-hipotek. Namun, terlepas dari pemotongan suku bunga, Beijing mempertahankan kebijakan “nol-COVID,” yang menyebabkan karantina, pembatasan, dan gangguan.

Anyang, sebuah kota berpenduduk lebih dari 5 juta orang, dikarantina di pertengahan Januari. Pada berbagai waktu, karantina telah diberlakukan di beberapa kota-kota besar seperti Tianjin, Xi’an, dan Shenzhen. Pembatasan perjalanan yang sedang berlangsung mencegah pemulihan sektor pariwisata. Batasan tetap diterapkan terhadap truk dan gudang, sementara pengujian massal dan karantina mengurangi pasokan pekerja. 

Banyak pabrik terus melihat penutupan, dan pelabuhan menghadapi kemacetan. Biaya tindakan ini adalah sangat besar. Keterlambatan satu minggu di pelabuhan Ningbo, misalnya, dapat memengaruhi perdagangan senilai sekitar USD 4 miliar.

Banyak perusahaan besar, seperti Toyota, Volkswagen, dan Samsung, melaporkan penderitaan di bawah pembatasan COVID. Tindakan karantina mengganggu

Shenzhou International Group, sebuah perusahaan tekstil yang memasok Nike, Adidas, dan Uniqlo. Micron Technology Inc., perusahaan yang berbasis di Amerika Serikat,  melaporkan bahwa karantina di Xi’an telah mengurangi jumlah pekerja di lokasi, yang berdampak pada keluaran dari chip memori DRAM milik perusahaan tersebut.

Komisi Urusan Politik dan Hukum Pusat memperingatkan bahwa “dengan penurunan ekonomi, beberapa masalah yang mendalam mungkin muncul.” Pejabat Partai Komunis Tiongkok telah memperingatkan bahwa pengangguran di kalangan anak muda dapat menyebabkan pertikaian. Angka pengangguran untuk orang-orang yang berusia 15-24 tahun telah meningkat menjadi 14,6 persen pada Oktober 2021. Begitu pula dengan jumlah pekerja migran yang bekerja di bidang konstruksi dan manufaktur, telah menurun sebesar 4 juta sejak pandemi dimulai.

Kehilangan pekerjaan di sektor teknologi diperkirakan lebih dari satu juta, sementara pekerjaan terhapus di sektor pendidikan diperkirakan sekitar 3 juta. Sektor pariwisata diyakini telah kehilangan 16 juta pekerjaan. Pengangguran di sektor real estate adalah lebih sulit untuk diukur, karena hal tersebut mempengaruhi segalanya mulai dari konstruksi dan  penjualan material mentah ke layanan profesional. 

Menurut beberapa perkiraan, 14 persen dari semua pekerjaan di daerah perkotaan terkait dengan real estat. Akibatnya, sebuah tabrakan di sektor real estat dapat menghapus puluhan juta pekerjaan.

Dalam sebuah pertemuan yang dipimpin oleh Xi Jinping sebulan lalu, Politbiro mengidentifikasi stabilitas ekonomi sebagai prioritas utama untuk tahun 2022. Laporan Konferensi Pekerjaan Ekonomi Pusat Tiongkok  menyatakan, “Pekerjaan ekonomi tahun depan harus memiliki ‘stabilitas’ sebagai semboyannya.” 

Komisi Urusan Politik dan Hukum Pusat memperingatkan, “Jika risiko ekonomi dan risiko keuangan tidak ditangani dengan baik, maka risiko ekonomi dan risiko keuangan dapat dengan mudah ditransmisikan ke ranah sosial dan politik.”

Dalam sebuah pidato di forum ekonomi Davos pada 17 Januari, Xi Jinping mengatakan kepada para pemimpin dunia bahwa gangguan rantai pasokan dan kenaikan harga gas dapat menyebabkan ketidakstabilan. Xi Jinping mengutip contoh Kazakhstan di mana kekerasan baru-baru ini terjadi karena inflasi umum dan kenaikan harga gas. Menurunkan suku bunga adalah upaya Partai Komunis Tiongkok untuk mendorong ekonomi dan menghindari dampak negatif dari dua tahun pembuatan undang-undang yang merugikan. 

Xi Jinping mendesak negara-negara lain, terutama Amerika Serikat, untuk tidak menaikkan suku bunga. Nasihat ini diberikan, terlepas dari kenyataan bahwa pertumbuhan Produk Domestik Bruto Amerika Serikat melampaui tingkat sebelum COVID pada kuartal terakhir tahun 2021. 

Namun demikian, Partai Komunis Tiongkok mungkin memiliki sebuah konflik kepentingan dalam menganjurkan negara-negara lain untuk memotong suku bunga mereka, karena suku bunga yang lebih tinggi di Amerika Serikat akan menarik investasi asing ke Amerika Serikat dan menjauhi Tiongkok.

Sepertinya, perubahan suku bunga pinjaman dapat membantu merangsang pasar perumahan Tiongkok, tetapi sektor-sektor lain tidak mungkin pulih. Karena batasan pada peningkatan sektor teknologi, pekerjaan tidak akan kembali. Demikian pula, kecuali larangan dihapus dari sektor bimbingan belajar, pekerjaan itu hilang selamanya. 

Kebijakan “nol-COVID” akan terus-meneruskan menghancurkan sektor pariwisata, menghapus semua harapan pemulihan sektor pariwisata. Selain itu, kepercayaan investor dan konsumen mungkin tidak dipulihkan secara memadai untuk memperkuat perekonomian. Hal ini terutama berlaku untuk para investor dan konsumen yang kehilangan pekerjaan atau kekayaan mereka karena kebijakan Xi Jinping. (Vv)