Nonton Bareng Angsa Hitam pada Tahun Macan

Shi Shan

2021 telah berlalu dan tahun baru 2022 telah dimulai. Apakah akan ada suasana baru di dunia, tentu setiap orang memiliki harapan yang berbeda, tetapi tidak ada yang berani mengatakan bahwa dirinya mengetahuinya.

Ajaran Buddha mengutamakan hukum sebab-akibat, dan apa yang akan terjadi pada 2022 tentu saja berkaitan erat dengan apa yang telah terjadi sebelumnya, mari kita menengok ke belakang, menyayangi hari ini dan menatap masa depan, pertama-tama penulis rangkum dulu apa saja yang terjadi tahun lalu, artinya peristiwa penting apa saja yang telah terjadi pada 2021 dan mungkin memiliki dampak yang cukup besar di masa depan.

Peristiwa besar yang dirangkum oleh AFP, pertama-tama adalah kelanjutan dari epidemi. Meskipun lebih dari 20 vaksin telah dikembangkan oleh berbagai negara di seluruh dunia, namun varian Delta dan Omicron yang lebih menular telah bermunculan satu demi satu.

Meskipun disuntik vaksin dapat mengurangi risiko penyakit parah, tetapi kenyataan pahitnya adalah harapan bahwa pandemi akan segera teratasi telah sirna, virus yang bandel terus menyebar ke seluruh dunia, dengan angka kematian resmi melebihi 5,39 juta jiwa.

Tetapi WHO percaya bahwa angka ini terlalu diremehkan padahal jumlah kematian sebenarnya mungkin dua hingga tiga kali lipat lebih tinggi.

Tiongkok yang selalu mempertahankan strategi “nol infeksi”, pada akhir tahun lalu pecah lagi situasi epidemi.

Statistik terbaru menunjukkan bahwa Xi’an telah menjadi kota dengan infeksi lokal terbanyak.

Kota berpenduduk 13 juta orang ini telah sepenuhnya di lockdown, dan mereka mulai melakukan desinfeksi komprehensif dan memperketat pembatasan perjalanan. Kewaspadaan pihak berwenang Tiongkok ditingkatkan berlipat ganda untuk menghindari wabah berskala besar pecah menjelang Olimpiade Musim Dingin Beijing.

AFP mengatakan, yang disesalkan adalah, dua tahun pasca merebaknya pandemi mahkota Covid-19, sumbernya malahan masih menjadi misteri yang belum terpecahkan. WHO telah mengirimkan tim ahli ke Tiongkok, tempat virus pertama kali merebak, tetapi sejauh ini belum mendapatkan kesimpulan apa pun.

Kantor Berita resmi Xinhua dari PKT menempatkan penyebaran pandemi COVID-19 yang terus menyebar, pada nomor terakhir dalam sepuluh besar peristiwa internasional. Disebutkan: untuk “perang berlarut-larut” melawan pandemi, sangat mendesak bagi semua pihak untuk bekerja sama, dan menjadikan vaksin sebagai produk publik global dan memberikan peran penuh pada vaksin, obat-obatan dan langkah-langkah pencegahan pandemi.

Menurut pendapat penulis, pandemi akan menjadi hal terpenting bagi seluruh dunia di tahun ini, dan bahkan mungkin terus berlanjut hingga dua tahun ke depan. Semakin besar korban jiwa, semakin banyak perhatian akan diberikan pada asal
usul virus COVID-19.

Di satu sisi, PKT menyanyikan “nasib kebersamaan” dengan nada tinggi, tetapi di sisi lain, PKT benar-benar memblokir dan menutupi apakah itu penyelidikan asal virus, data epidemi, atau bahkan bahan penelitian virus awal.

Penelitian tentang asal muasal pandemi sangat penting bagi masa depan umat manusia, karena bagaimana pandemi yang menyebabkan begitu banyak kerugian terjadi? Tanpa penyelidikan yang serius, komprehensif dan objektif, kita sama sekali tidak dapat menjamin bahwa lain kali tidak akan terjadi lagi, juga sama sekali tidak ada cara untuk mencegah meletusnya wabah besar yang mematikan ini untuk kali berkutnya.

Tiongkok adalah negara dimana pandemi pertama kali muncul dan merebak. Tindakan yang diambil oleh PKT sama sekali bertentangan dengan apa yang disebut “nasib kebersamaan”. Hal ini memiliki pengaruh sangat besar bagi masa depan.
Apa yang kita lihat sekarang adalah bahwa diplomasi RRT sedang dalam kesulitan, apakah ini hanya evolusi dari situasi yang tidak disengaja? Tentu saja bukan!
Hal kedua adalah pergantian presiden AS dan serangkaian peristiwa yang terkait dengan hal ini.

Artikel AFP mengatakan bahwa pada 6 Januari 2021, ratusan pendukung Presiden Trump menyerbu Kongres AS dalam upaya untuk mencegah anggota parlemen mengonfirmasi kemenangan Demokrat Joe Biden dalam pemilihan presiden pada November 2020. Adegan kacau balau yang menewaskan lima orang ini telah membuat heboh seluruh dunia.

Laporan AFP lebih ditujukan pada Trump, sedangkan laporan Xinhua (media corong RRT) ditujukan pada seluruh sistem demokrasi Barat modern, terutama yang disebut “demokrasi ala Amerika”.

Kantor Berita Xinhua menempatkan insiden ini ditempat pertama dari sepuluh insiden besar internasional. Artikel itu mengatakan bahwa kekerasan berdarah pada 6 Januari 2021 itu, yang dipentaskan di aula politik tertinggi di Amerika Serikat, sempat mengejutkan dunia, menonjolkan kesenjangan perpecahan dalam masyarakat Amerika, dan mematahkan ilusi “demokrasi ala Amerika”. “Demokrasi ala Amerika” telah menjadi alat bagi politisi Amerika untuk menghasut opini publik demi memaksimalkan kepentingan mereka sendiri.

Menurut hemat saya, insiden 6 Januari bukanlah sebuah peristiwa yang terpisah, ini berkaitan erat dengan dugaan kecurangan selama masa pemilu sebelumnya.
Jika tidak ada tuduhan kecurangan pemilu serta pengelabuhan yang disengaja oleh sejumlah pihak, tentu saja tidak akan ada insiden Serbuan Kongres di kemudian hari.
Dari perspektif yang lebih luas, bagaimana kelak mempraktikkan sistem demokrasi liberal di era diferensiasi nilai yang dibawa-serta oleh era Internet, hal ini merupakan sebuah tantangan besar bagi Amerika Serikat serta masyarakat dunia.

Bagaimana berinteraksi, berkompromi dan secara konstruktif membentuk konsensus tentang tata kelola sosial di antara berbagai kelompok sosial, kelompok bu- daya, kelompok agama, kelompok etnis dan kelompok kepentingan yang berbeda di era Internet, hal ini bakal menjadi masalah besar yang dihadapi oleh masyarakat demokrasi.

Masalah ini, sama seperti virus COVID-19, kemungkinan akan mempeng- aruhi masa depan umat manusia selama bertahun-tahun.

Peristiwa besar ketiga versi AFP sebenarnya merupakan serangkaian peristiwa serupa, yakni kudeta militer.

Dalam satu tahun pada 2021 lalu, perebutan kekuasan dengan kekerasan telah terjadi di banyak negara di seluruh dunia, dan telah terjadi kemunduran yang jelas dalam demokrasi. Termasuk Myanmar, Chad, Mali, Guinea dan Sudan di Afrika, telah terjadi insiden di mana jenderal militer merebut kekuasaan tertinggi di negara-negara itu melalui kudeta militer. Bersamaan itu juga disertai dengan insiden tewasnya sejumlah warga sipil yang disertai gerakan penindasan dan aksi protes.

Dalam kesimpulan Xinhua, tidak ada yang namanya peristiwa kudeta. Hal ini bisa dimaklumi, karena pemahaman PKT tentang negara, pemerintahan dan politik pada dasarnya dibangun di atas fondasi kekerasan, salah satu ajaran Mao adalah: “kekuasaan politik muncul dari laras senapan”, siapa yang godamnya paling besar dialah sang penguasa.

Bagi mereka, ini adalah kebenaran, ini adalah hukum alam yang legal dan tidak perlu dipermasalahkan.

Namun kantor berita Xinhua, menganggap apa yang disebut multilateralisme yang diprakarsai Xi Jinping sebagai peristiwa besar internasional. Xi Jinping membuat pernyataan ini pada Oktober 2021 saat berpidato di peringatan 50 tahun masuknya RRT ke PBB.

Agence France-Presse menempatkan situasi Eropa di urutan V, menyebutkan Eropa menghadapi tantangan.

Eropa pada 2021, dimulai dari Inggris secara resmi keluar dari keanggotaan Uni Eropa per 1 Januari, kemudian Kanselir Jerman Angela Merkel mengundurkan diri setelah 16 tahun berkuasa, pada akhir tahun lalu pemerintahannya di-estafet oleh suatu koalisi baru.

Juga ada keputusan Mahkamah Konstitusi Polandia bahwa pasal tertentu dari Perjanjian Eropa tidak sesuai dengan konstitusi nasional; Ukraina, sebagai perbatasan baru antara Eropa dan Rusia, berada di bawah tekanan kuat yang semakin meningkat.

Juga ada krisis imigran. Belarus sengaja menciptakan jalur Minsk yang membiarkan ribuan imigran, terutama dari Timur Tengah berkemah di atas tanah es dan salju di perbatasan Polandia di sisi Belarusia, dengan harapan mereka akan memasuki wilayah Uni Eropa. Setidaknya lebih dari selusin imigran tewas di kedua sisi perbatasan.

Selain itu juga ada kasus Lituania mengubah kantor perwakilan ekonomi dan budaya Taipei setempat menjadi kantor perwakilan Taiwan yang memicu reaksi keras dari Beijing.

Sebuah negara dengan populasi kurang dari 3 juta, melawan sosok monster super, bagaimana dengan UE? Membantu sekutukah? Atau menyerah pada kepentingan? Untuk apa UE didirikan? Berdasarkan prinsip apakah? Apakah itu aliansi kepentingan atau aliansi nilai?

Semuanya ini ditonjolkan dengan jelas dalam masalah Lituania melawan RRT.

Menurut pendapat penulis, kejadian ini, kemungkinan besar akan memiliki makna yang lebih penting dan menentu- kan bagi masa depan Uni Eropa, bahkan melebihi krisis Ukraina.

Xinhua juga melihat hal ini, meskipun Xinhua menempatkan masa depan Uni Eropa di tempat IX. Xinhua mengatakan bahwa Jerman dan Uni Eropa telah memasuki “era pasca-Merkel”. Ketika Merkel meninggalkan panggung politik, UE sedang menghadapi banyak ujian berat, dan ia sempat memuji gaya pragmatis dan rasional dari Merkel yang sangat bermanfaat ketika UE mencari “otonomi strategis” yang sebenarnya.
Ketika PKT mengacu pada “otonomi strategis” UE, terutama ditujukan pada Uni Eropa yang terlepas dari Amerika Serikat. PKT selalu berharap bahwa dunia ini dapat terbentuk menjadi “Romance of the Three Kingdoms” atau “Romance of the Four Kingdoms”, Amerika Serikat, Tiongkok, Rusia dan Eropa.

Sejujurnya, perubahan besar dalam lanskap geopolitik semacam ini membutuhkan peristiwa besar. Krisis Ukraina yang telah kita saksikan dapat dipastikan bakal menjadikan hubungan Amerika Serikat dan Eropa lebih akrab lagi. Dalam hal ini, harapan PKT mungkin tidak akan terpenuhi dalam beberapa tahun mendatang.

Baik Agence France-Presse maupun Xinhua News Agency menganggap krisis Ukraina sebagai salah satu dari sepuluh peristiwa besar, yang membedakannya adalah AFP menekankan Ukraina, sementara itu Kantor Berita Xinhua menekankan kontradiksi antara Rusia dan Barat telah meningkat, tentu saja, sebenarnya ini adalah hal yang sama.

Kejadian ini sebenarnya lebih merupakan kontradiksi antara Eropa dan Rusia, dengan bantuan sistem Uni Eropa, beserta sistem NATO, Eropa telah memperluas kekuatannya ke timur dan Rusia telah merasakan krisis keamanan menghadang di depan mata.

Amerika Serikat diikat masuk oleh NATO. Biden pernah secara terbuka mengatakan bahwa Ukraina tidak perlu terburu-buru untuk bergabung dengan NATO, tetapi Eropa, terutama Jerman, mungkin memiliki pandangan yang berbeda.

Amerika Serikat dan Inggris berada di pihak UE, selain kewajiban terhadap NATO, juga ada alasan utama lainnya, yaitu alasan nilai.

Lainnya termasuk penarikan pasukan AS dari Afghanistan dan berlanjutnya ketegangan di Timur Tengah. Situasi di Timur Tengah tampaknya tegang setiap tahun, namun ketegangan di Timur Tengah sudah menjadi hal biasa.

Penarikan militer AS dari Afghanistan merupakan strategi yang ditetapkan pada masa pemerintahan Obama, setelah ditata dan diatur oleh dua presiden sebelumnya, sebenarnya memiliki kartu cukup bagus, namun akhirnya berubah menjadi kekalahan besar di tangan Biden.

Peristiwa besar internasional, kira-kira hanya itu saja. Di Tiongkok juga terjadi banyak peristiwa besar, untuk hal ini tidak dapat lagi mengandalkan kantor berita Xinhua.

Penulis sendiri memilih tiga kejadian. Peristiwa pertama, Tiongkok terjerumus ke dalam krisis ekonomi dan perusahaan-perusahaannya menghadapi kesulitan besar. Dari Alibaba pada awal tahun hingga Evergrande di akhir tahun, pada dasarnya dilema ekonomi RRT berlangsung sepanjang tahun. Hal ini membawa dua masalah, yang pertama adalah pengangguran, dan yang kedua adalah resesi fiskal RRT.

Pengangguran tidak dibahas disini, keuangan pemerintah RRT dan utang pemerintah daerah meningkat dua kali lipat, pemerintah pusat juga tidak punya uang. Pada akhir tahun 2021, PKT juga mengubah cara pembayaran pajak usaha kecil dan mikro, dan kemungkinan yang dihadapi oleh usaha kecil di mulai tahun 2022, pajak penghasilan yang mereka bayarkan kemungkinan akan meningkat 5 hingga 10 kali lipat. Hal ini akan selangkah lebih maju melenyapkan usaha kecil dan mikro di Tiongkok, dan menyebabkan pengangguran yang lebih besar, serta menciptakan kelemahan konsumsi yang lebih parah, serta ekonomi RRT akan terjatuh ke dalam kesulitan yang lebih besar.

Kedua, Sidang Paripurna VI Kongres Nasional PKT ke 19. PKT membuat sebuah “resolusi historis” dan pasca Mao Zedong, maka Xi Jinping menjadi sosok pemimpin besar, pemikir, filsuf dan ahli strategi PKT yang lain.

Penentuan posisi menggelikan semacam ini ditentukan oleh sistem PKT, harus seperti ini, jika tidak, partai tidak menjadi partai, dan negara tidak menjadi negara.

Sistem otokratis kediktatoran membu- tuhkan otoritas absolut dari sang diktator itu sendiri, jika otoritas tidak terbentuk dalam penyelesaian krisis yang sebenarnya, maka hal itu hanya bisa didapat dari bualan yang dipromosikan. Semua sistem kediktatoran adalah sama, Korea Utara, RRT, Uni Soviet, Venezuela, Kuba dan lain-lain.

Sistem kediktatoran sungguh sangat mirip dengan sistem hidrolik dalam teknik mesin, melalui sistem hidrolik dan cukup dengan mengerahkan sedikit kekuatan, dapat disalurkan menjadi tekanan super. Tetapi sistem ini perlu ketertutupan, begitu ada kebocoran oli atau apa saja, seluruh sistem akan ambruk.

Apa yang kita saksikan sekarang, PKT membanting setir ke kiri sebenarnya merupakan kebutuhan sistem, juga merupakan kebutuhan pengoperasian sistem.

Masalahnya adalah bahwa setelah menjalani 30 tahun reformasi dan keterbukaan di Tiongkok, masyarakatnya bukanlah suatu sistem yang sepenuhnya tertutup, maka itu timbullah masalah. Selain perlawanan dari pihak warga sipil, perlawanan di dalam partai pun cukup sengit. Maka perebutan kekuasaan tidak bisa lagi dihindari.

Pada Kongres Nasional ke-20 Partai Komunis Tiongkok pada akhir 2022 nanti, Komite Sentral Partai akan mengusung Xi Jinping sebagai “pemimpin besar” (bukan Komite Sentral Partai sebagai inti), kita akan menyaksikan semua jenis perebutan kekuasaan akan menjadi semakin sengit, dan kemungkinan bahkan akan ada insiden kejutan yang tidak terduga.

Peristiwa besar ketiga adalah angsa hitam mengunjungi Lapangan Tiananmen di Beijing.

Banyak orang mungkin berpikir itu hanya omong kosong dan kebetulan saja, tapi penulis tidak melihatnya seperti itu.

Ada banyak peristiwa aneh serupa yang tercatat dalam sejarah Tiongkok, seperti melihat roh gentayangan di dalam istana, sang kaisar bermimpi pertanda buruk, dan lain-lain, sebelum kemudian terjadi peristiwa perubahan mendadak. Bukankah Langit dan manusia menyatu?

Jika Anda tidak percaya, maka anggap saja hal ini sebagai lelucon. Tetapi angsa hitam mendarat dan berdiri di Lapangan Tiananmen, hal ini memang betul-betul sangat aneh, sampai sekarang tidak satu pun orang yang tahu dari mana datangnya si angsa hitam itu? Tidak ada angsa hitam liar di belahan bumi utara, mungkinkah ia terbang dari Australia?

Kejatuhan semua negara komunis otokratis di dunia ditentukan oleh “angsa hitam” setelah beberapa putaran “badak abu-abu”.

Di Daratan Tiongkok, “badak abu-abu (adalah ancaman yang sangat mungkin, berdampak tinggi namun diabaikan. Badak abu-abu bukanlah kejutan acak, tetapi muncul setelah serangkaian peringatan dan bukti nyata)” sudah datang beberapa ekor yang menyeruduk PKT hingga sedikit babak belur.

Kapan “angsa hitam (peristiwa tak terduga atau tak terdeteksi, biasanya satu kejadian dengan konsekuensi ekstrem)” benar-benar datang, ini barulah akan menjadi fokus terbesar 2022 ini, atau dua tahun ke depan 2023-2024? (lin)