Mengapa Klarifikasi Beijing Soal Tidak Membantu Militer Rusia Tidak Membuat Masyarakat Internasional Percaya ?

oleh Huang Chunmei

Di KTT NATO Pada 24 Maret 2022, Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg memperingatkan Tiongkok agar tidak memberikan bantuan ekonomi dan militer kepada Rusia. Juru bicara Kementerian Pertahanan Tiongkok Wu Qian dalam tanggapannya mengatakan bahwa apa yang dituduhkan banyak pihak tentang militer Tiongkok memberikan bantuan kepada Rusia adalah informasi yang sepenuhnya salah. Namun analisis mengatakan bahwa Tiongkok berada dalam dilema tidak ingin melihat kekalahan Rusia di satu sisi dan menjadi satu-satunya pesaing strategis Amerika Serikat di sisi lain, sehingga bantuan diberikan secara terselubung.

Situs web Kementerian Pertahanan Nasional Tiongkok dalam artikel tentang situasi di Ukraina menyebutkan : Para pejabat AS telah berulang kali mengklaim bahwa Rusia telah meminta Tiongkok memberikan bantuan peralatan militer. Juru bicara Kementerian Pertahanan Wu Qian dalam menanggapi isu tersebut mengatakan : “Perlu ditekankan bahwa pihak Tiongkok memiliki sikap yang konsisten dan jelas dalam isu Ukraina. Selama ini kami selalu memainkan peran konstruktif dalam membujuk perdamaian dan mempromosikan pembicaraan”.

Wu Qian mengatakan bahwa prioritas utama sekarang adalah agar semua pihak menahan diri, dan mendorong solusi diplomatik daripada membuat situasi semakin memnas. Dia juga menuding Amerika Serikat agar segera berhenti menyebar desas desus, fitnahan dan ucapan yang mengada-ada.

Juru bicara Kementerian Pertahanan Tiongkok Wu Qian mengklarifikasi bahwa Tiongkok tidak membantu Rusia. (dari situs web Kementerian Pertahanan Tiongkok)

Mengacu pada peran Beijing dalam krisis, Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg mengatakan dalam pertemuan puncak NATO : “Para pemimpin Sekutu meminta Tiongkok untuk tidak mendukung Rusia dalam invasi ke Ukraina. Tiongkok tidak diperkenankan untuk memberi bantuan ekonomi atau militer kepada Rusia. Sebaliknya, Beijing harus menggunakan pengaruhnya yang signifikan terhadap Rusia untuk memberikan solusi damai”.

Selain Stoltenberg, Penasihat Keamanan Nasional AS Jake Sullivan ketika ditanya soal apakah Gedung Putih dalam pembicaraan antara Biden – Xi Jinping ada mencium gelagat Tiongkok mendukung militer Rusia, Sullivan menjawab : Selama dialog, tidak menunjukkan ada indikasi Tiongkok membantu militer Rusia, tetapi Amerika Serikat akan terus melakukan pemantauan. Ia menekankan kembali bahwa Presiden AS Biden telah menjelaskan kepda Xi Jinping “Jika Tiongkok memberikan bantuan militer kepada Rusia, maka Beijing akan menghadapi konsekuensinya”.

Karena latihan militer gabungan secara reguler jadi timbul dugaan Tiongkok membantu militer Rusia

Meski pemerintah Tiongkok dari Kementerian Luar Negeri sampai Kementerian Pertahanan Nasional berulang kali melakukan klarifikasi, mengapa masyarakat internasional masih skeptis ? Jie Zhong, seorang peneliti dari China Strategic Foresight Association, dalam sebuah wawancara dengan Radio Free Asia ia mengatakan bahwa Tiongkok dan Rusia banyak melakukan pertukaran militer satu sama lain, termasuk kedua belah pihak secara teratur mengadakan latihan bersama. Sebelum itu, kedua belah pihak menunjukkan sikap saling mendukung dan kerjasama. Sedangkan Tiongkok dan Rusia memiliki perbatasan darat, sehingga orang akan berpikir bahwa Tiongkok bisa memberikan dukungan kepada Rusia.

“Saya tidak berpikir Rusia kekurangan amunisi tradisional. Masalahnya sekarang adalah ia (Rusia) tidak dapat mengumpulkan logistik itu dan mengirimnya ke garis depan pertempuran. Jika Tiongkok ingin memberikan bantuan militer kepada Rusia, bantuannya tidak akan berupa seperti sistem senjata utama, karena itu sulit disembunyikan, mudah diketahui orang. Rusia tidak kekurangan dalam jumlah, tetapi efisiensi dalam pengiriman ke garis depan itu yang terlalu buruk”, kata Jie Zhong.

Dari segi kesiapan militer, Jie Zhong menganalisis bahwa Tiongkok saat ini telah mengembangkan sistem senjatanya sendiri, meskipun jet tempur J-16 masih memiliki bayangan Rusia, tetapi berbeda dengan pesawat militer Rusia. Selain itu, dalam hal peralatan darat seperti artileri dan kendaraan tempur, Tiongkok juga memiliki sistem persenjataan daratnya sendiri. ‘Amunisi presisi’ yang tidak dimiliki Rusia saat ini juga berbeda dengan sistem yang dimiliki Tiongkok. Jika Tiongkok benar-benar mengirim senjata ini ke Rusia, itu akan langsung diketahui orang. Karena itu, Jie Zhong memperkirakan bahwa bantuan Tiongkok paling-paling berupa pasokan komponen senjata atau chip utama yang pengirimannya dilakukan lewat zona abu-abu.

Jie Zhong mengatakan : “Saat ini, banyak chip yang sulit dibedakan penggunaannya antara untuk militer atau sipil. Di permukaan, chip itu dijual ke perusahaan swasta Rusia. Tetapi setelah sistem ini dimodifikasi, dapat digunakan untuk kebutuhan militer. Saya pikir sedikit banyak negara-negara tahu bahwa sulit untuk dapat dicegah secara penuh, tetapi setidaknya tidak membiarkan hal itu terjadi secara terang-terangan bahkan dalam skala besar”.

Menteri Luar Negeri Taiwan Jaushieh Joseph Wu mengatakan bahwa perang Rusia – Ukraina membuat Tiongkok mengekang niatnya untuk menyerang Taiwan. (Foto Kementerian Luar Negeri Taiwan)

Menlu Taiwan : Perang Rusia – Ukraina membuat Tiongkok mengekang niatnya untuk menyerang Taiwan

Selama berlangsungnya perang Rusia – Ukraina, semua pihak selain mengawasi dengan cermat apakah Tiongkok membantu Rusia, tetapi juga memperhatikan apakah Tiongkok mengambil kesempatan untuk menyulut konflik di Selat Taiwan.

Menteri Luar Negeri Taiwan Joseph Wu dalam sebuah wawancara video dengan ‘The Globe and Mail’ Kanada pada 23 Maret menyebutkan, bahwa Taiwan terus mengikuti perkembangan situasi perang di Ukraina, persatuan negara-negara demokratis untuk menjatuhkan sanksi ekonomi kepada Rusia, dan tekad perjuangan rakyat Ukraina untuk melawan agresi asing telah membuat Rusia mengalami serangkaian kekalahan di Ukraina.

Joseph Wu menekankan bahwa jika Beijing ingin menyatukan Taiwan dengan kekuatan senjata, maka ia harus melancarkan serangan lewat udara dan laut, belum lagi Taiwan memiliki senjata pertahanan berteknologi tinggi yang tidak dimiliki Ukraina, sehingga untuk menduduki Taiwan harus melewati kesulitan yang lebih tinggi daripada yang dihadapi Rusia di Ukraina.

Joseph Wu percaya bahwa semangat juang heroik rakyat Ukraina dan sanksi ekonomi berat yang dijatuhkan oleh negara-negara Barat kepada Rusia “seharusnya mendorong Tiongkok untuk berpikir lebih jauh tentang konsekuensi dari menyulut api perang, dan mengekang niatnya untuk merebut Taiwan,” katanya. (sin)

Sumber : Radio Free Asia